Malam sebelum hari keberangkatan Hoseok.
"Tunggu Jimin." Hoseok berdiri, hendak menghampiri Jimin. "Saya mau bicara sama kamu. Berdua." Sambungnya, mantap.
Aduh, kok mendadak panas dingin gini ya?
Hoseok berjalan keluar, ke teras belakang rumahnya. Disusul dengan Jimin yang mengekor dari belakang. Mereka duduk di bangku kayu yang sengaja ditaruh bersamaan dengan meja kecil.
Meja kecil itu menjadi sekat antara dua pemuda yang tampang satunya sudah tegang. Ragu-ragu menoleh pada yang lebih tua, "Kenapa bang?" Tanyanya berusaha memecah keheningan.
Hoseok terkekeh kecil, pandangannya masih pada langit gelap dan kedip lampu pesawat yang melintas.
"Kamu ini to the point sekali ya." Ujarnya, melirik Jimin sekilas kemudian tangan kirinya merogoh saku depan celana yang ia kenakan. Mengeluarkan sekotak rokok menthol yang menjadi kesukaannya beserta pemantik.
"Mau?" Hoseok menyodorkan kotak rokok yang ia pegang pada Jimin setelah mengambil sepuntung.
Jimin menggeleng, "Maaf bang, saya gak merokok."
Hoseok mengangguk-angguk paham, menyelipkan puntung rokok yang ia ambil tadi di bilah bibirnya kemudian menyalakan pemantik yang ada di genggamannya.
Sebenarnya Hoseok tak terlalu candu pada benda yang dapat memperpendek umur manusia itu, hanya sekali-sekali tak masalah kan?
Menghisap benda itu sejenak, lalu menghembuskan asapnya asal. "Bagus deh, kalau kamu ngerokok juga dampak buruk buat Yoongi." Komentarnya.
Jimin mengangguk, canggung. Hoseok mengeluarkan permen lunak berperisa mint dari saku celananya. "Nih, permen aja." Seraya menyodorkannya pada Jimin.
Itu kantong doraemon kali ya? Banyak isinya, batin Jimin.
"Ini terima. Malah diem aja." Ucap Hoseok lagi saat tak mendapat sambutan dari Jimin.
"E-eh iya bang." Jimin tersentak, buru-buru menadahkan tangannya untuk menyambut permen yang diberi Hoseok.
Kemudian hening. Hoseok yang kembali menikmati rokoknya dan Jimin yang berusaha memasukkan permen kedalam mulutnya.
Hoseok menoleh saat Jimin sudah berhasil memakan permennya, "Kamu suka sama Yoongi?"
Pertanyaan mendadak yang sontak membuat Jimin terbatuk. Tersedak permen yang masih bulat. Ia memukul-mukul dadanya agar permen yang menyangkut di tenggorokan bisa keluar ataupun tertelan.
"Duh, segitu kagetnya ya? Bentar, saya ambil minum dulu." Hoseok meringis, menaruh rokoknya di asbak diatas meja kecil, kemudian dengan terburu masuk kedalam dan membawa segelas air mineral.
"Nih."
Jimin buru-buru meraih gelas yang Hoseok sodorkan, menegaknya rakus hingga tandas dalam hitungan detik. Ia bernapas terengah, menyapu bibirnya dengan punggung tangan kemudian menaruh gelas yang sudah kosong itu di atas meja kecil. Merasakan aliran air melewati tenggorokan yang mendorong permen kedalam perutnya.
"Udah? Nah, jadi gimana?" Hoseok bertanya dengan kening berkerut, menatap Jimin yang sedang mengatur napas.
"Iya bang." Jawab yang lebih muda, singkat.
"Iya apa?"
"Iya, saya suka sama Yoongi bahkan sayang, bang." Jelas Jimin, kemudian mengalihkan pandangannya pada pot berisi kaktus kecil dipojok teras.
"Hmm begitu." Gumam Hoseok, meraih rokoknya yang sempat terabaikan lalu menghisapnya lagi.
Kali ini asap yang keluar ia buat bulat-bulat. Jimin sempat terpukau namun ia alihkan pandangannya lagi.
"Denger Jim, saya gak larang kamu suka sama Yoongi, malah kalau kamu gak suka sama dia itu aneh—" Hoseok membenahi duduknya, menatap lurus pada Jimin yang berada di sebelah kirinya.
"—Manis gitu kok, gak suka." Lanjutnya, kali ini lebih seperti gumaman.
"Kemarin saya belum percaya sama kamu. Dari penampilan kamu aja udah gak meyakinkan. Tampang kamu ngeselin gitu." Sambungnya lagi, tersenyum miring kala Jimin mengerutkan keningnya dalam karena ia mengatakan bahwa Jimin mengesalkan.
Adanya lo bang yang ngeselin, batin jimin.
"Tapi setelah beberapa hari disini, saya perhatikan kamu memang serius sama Yoongi—" menjentikan jarinya guna membuang abu rokok di asbak diatas meja.
"—saya mulai percaya sama kamu Jim."
Hoseok melempar senyum pada Jimin, sedangkan yang mendapat perlakuan hanya diam menatap tembok dibelakang Hoseok dengan pandangan kosong.
Kening Hoseok berkerut, "Kok kamu diem aja? Gak seneng saya percaya kamu?"
"B-bukan gitu bang." Jawab Jimin terbata, buru-buru memperbaiki posisi tubuhnya yang terkesan seperti orang bodoh.
"Trus gimana? Reaksi kamu gak sesuai ekspetasi saya." Hoseok menedikkan bahu, kembali menghisap rokoknya sambil menikmati.
"Maksud bang Hoseok?"
"Ya, saya pikir kamu bakal jingkrak-jingkrak trus bilang 'makasih bang, gimana kalo saya lamar yoongi aja sebelum bang hoseok balik Australia?' Gitu." Jelas Hoseok enteng, membuat Jimin semakin terlihat seperti orang bodoh.
"E-eh sebenarnya saya senang bang, tapi kalau untuk jingkrak-jingkrak enggak deh, hehe—" cengir Jimin sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"—apalagi soal lamaran itu—" lanjutnya, lalu dipotong oleh Hoseok.
"Kenapa? Kamu gak serius sama Yoongi?"
"B-bukan gitu bang. Ya, saya mau lah pasti ngelamar Yoongi. Tapi, saya kan masih kuliah belum ada kerjaan juga. Mau beli cincin lamaran duit darimana bang." Nada bicaranya mengecil di akhir kalimat, namun masih bisa ditangkap oleh pendengaran Hoseok.
"Eh, iya juga." Hoseok mengiyakan, sambil menganggukan kepalanya.
"Iya bang. Tapi kalau soal serius atau gaknya sama Yoongi, saya serius pake banget bang." Ucap Jimin mantap. Lebih menggebu-gebu.
Hoseok tertawa renyah, menepuk-nepuk bahu Jimin yang terduduk masih tegang.
"Iya iya, saya ngerti. Besok, saya mau balik ke Australia. Bakalan kangen sama bunda apalagi Yubie. Gak kerasa udah lama saya pulang kampung." Helaan napas terdengar dari bilah bibir Hoseok, tatapan menerawang pada langit yang semakin gelap.
"Biasanya saya pantau Yoongi dari Australia, saya khawatir banget sama dia. Adik paling lucu yang saya punya. Sekarang, saya percayain dia sama kamu Jimin. Tolong jagain Yoongi. Jangan buat dia nangis, saya gak segan-segan ngabisin kamu kalau setetes air mata keluar dari matanya karena ulah kamu." Hoseok menoleh pada Jimin, menatapnya tajam yang membuat Jimin merinding disko. Mengangguk dengan gerakan patah-patah pada Hoseok.
"Jangan macem-macem, apalagi mesumin dia. Itu kamu bakal saya potong habis kalau sampai ada laporan kamu mesumin dia." Hoseok mendelik, tatapan mautnya lagi-lagi membuat Jimin meringis.
Aset berharganya habis ditangan Hoseok?
Pft, membayangkannya saja Jimin ingin pingsan.
"Intinya saya ngomong gini, karena saya cuma gak mau Yoongi rusak dan sakit. Katakan lah saya over protektif, tapi ini buat kebaikan Yoongi. Sebagai kakaknya saya harus lindungin dia dari dunia luar yang jahat ini. Maaf kalau saya buat kamu kesal selama saya disini, saya gak bermaksud." Tatapannya melembut, terkekeh geli, memikirkan bisa saja Jimin buang air kecil saat ini karena ancamannya.
"Udah saya masuk dulu. Kamu jangan lama-lama nanti masuk angin." Hoseok mematikan rokok didalam asbak, menepuk bahu Jimin halus lalu beranjak untuk masuk kedalam.
Jimin diam, masih mencerna kata-kata Hoseok tadi. Lalu air matanya tak terasa jatuh, membuat ia kembali sadar dari lamunan.
"Gue gak nangis kok, huft." Gumamnya, menghapus setitik air disudut matanya kemudian menyusul Hoseok masuk kedalam rumah.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hujan semakin deras mengguyur jalanan kota Seoul. Udara tentu lebih terasa dingin dari biasanya.
Jimin pulang saat hujan sedang deras-derasnya turun. Mengetuk pintu rumah Yoongi yang terkunci dengan keadaan basah kuyup. Membawa sekantung makanan siap saji yang Yoongi pesan.
Yoongi pulang lebih dulu, Jimin ada kegiatan tambahan yang ia lakukan hingga pulang terlambat. Mampir sejenak untuk membelikan pesanan Yoongi, dan terjebak hujan saat dalam perjalanan.
Khawatir akan Yoongi yang mungkin kelaparan menunggunya dirumah, Jimin nekad menerobos hujan.
Sampai pun kena ocehan dari si manis karena dirinya yang benar-benar basah dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Saat ini Jimin sudah selesai mandi air hangat. Menghampiri Yoongi di dapur yang sudah selesai mencuci piring.
"Heh sayang, ngapain?" Ucap Jimin yang mengagetkan Yoongi.
"Apaan sih, kak." Balas Yoongi, tersipu karena dipanggil sayang. "Ini teh hangat buat kak Jimin."
Yoongi menyodorkan secangkir teh yang telah ia buat kehadapan Jimin. Si tampan menarik kursi meja makan.
Meniup teh yang dibuat Yoongi sejenak, sebelum menyesapnya sedikit.
"Hm, manis banget." Komentar Jimin.
"Masa sih kak? Gulanya aku kasih pas kok."
"Bukan teh, kamu yang manis." Balas Jimin, mengerling sambil terkekeh kecil.
"Basi ih." Yoongi memukul bahu Jimin, kemudian berjalan pergi dengan wajah yang sudah memerah malu. "Abisin tehnya."
"Iya sayang."
"Diem, kak."
.
.
.
.
.
Si tampan sudah menghabiskan teh yang dibuatkan si manis. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar hendak tidur. Hujan belum berhenti, masih stabil tidak mereda ataupun semakin deras.
Dirinya sudah berbaring dikasur saat petir menyambar dengan suara yang menggelegar. Disusul dengan ketukan pintu kamarnya dan suara kucing kecil yang ketakutan.
Maksudnya, suara Yoongi yang memanggil.
"Masuk aja Yoon." Sahut Jimin masih berbaring. Malas sekali beranjak.
Pintu kamarnya terbuka, menampakkan Yoongi yang memegang erat boneka kumamonnya. Jelas, ia takut akan suara petir tadi.
"Takut ya? Sini." Jimin membuat gestur agar Yoongi mendekat. Si manis berlari kecil hingga melompat ke sebelah Jimin. Meringkuk lucu masih memeluk erat boneka kumamon miliknya.
Jimin menarik tubuh kecil si manis, mendekat pada dirinya kemudian merengkuh si manis. Berusaha menenangkan.
"Tumben mau begini." Goda si tampan, mencolek dagu si manis.
"Diem kak. Kalau ada bunda, mending aku sama dia." Sungut si manis.
"Eh bunda kapan pulang?" Tangannya ia bawa untuk mengusap pelan helai halus milik Yoongi.
"Katanya besok sore." Balas Yoongi sambil menguap lucu, mengucek matanya yang mulai berat pengaruh afeksi yang Jimin berikan.
"Dah tidur, manis. Mimpiin aku ya." Bisik Jimin dibalas dengan anggukan lemah dari si manis yang mulai hilang kesadarannya.
.
.
.
.
.
Jika kalian bertanya-tanya, apa mereka sudah jadian?
Jawabannya sudah.
Yoongi kasih jawaban tepat setelah bang Hoseok berangkat ke Australia.
Dengan Jimin yang senang luar biasa hingga tanpa sadar mengangkat Yoongi dan memutar-mutarnya di bandara.
Seperti yang di film-film, mengundang perhatian dari orang-orang disana yang menatap sambil tersenyum kearah mereka.
Yoongi malu, sangat. Ingin menenggelamkan dirinya di laut saja saat itu.
Jimin benar-benar memalukan, tapi Yoongi sayang.
.
.
.
The End.
Fin.
Tamat.
Dan ini malam senin gengs :)
seharusnya aku up kemaren, lupa kalo malam minggu ehehe
Akhirnya selesai juga work satu ini^-^ uwu
Makasih banyak buat para readers yang udah setia dari awal sampe akhir. Udah kasih vote dan komen yang membuat saya terharu :"
Dont touch me, i'm soft stan :" /paansi wkwk
Maap kalo ada typo, karena malas untuk mengkoreksi ehe
Sekali lagi thank you so much for all your support(╯✧∇✧)╯
Tanpa kalian ff ini hanya serpihan bawang goreng :"
Salam cinta dari istrinya Jung Hoseok xoxo
Ps: aku shook sama sesuatu yang baru diupload bighit :) thanks pd-nim remixnya sangat bermanfaat dan membuat saya tak bisa tidur untuk beberapa jam kedepan :)