Underwater World: Gate of Ber...

By Dyah_putri19

33.2K 6.1K 535

[SEASON 1 EPISODE LENGKAP] [SEASON 2 SEDANG BERJALAN] Mauren tak menyangka hidupnya akan semenakjubkan ini. S... More

[1] Aqua City
[2] Berystone
[3] Di Bawah Rawa
[5] Occupants
[6] Menyusut
[7] Siren Liar
[8] Shimpony
[9] Pahlawan kesiangan
[10] Memahami
[11] Memahami (2)
[12] Tersudut
[13] Tersudut (2)
[14] Tersudut (3)
[15] Berangkat
[16] Bergerak
[17] Hati-hati
[18] Selamat
[19] Pertolongan
[20] Dorongan
[21] Kebersamaan
[22] Kebersamaan (2)
[23] Menyusut
[24] Siren Liar
[25] Terperangkap
[26] Penyelamat
[27] Sampai
[28] Berusaha
[29] Kembali
[30] Penyelesaian (Musim I - Tamat)
[1] Musim II: Memulai Kembali
[2] Musim II: Teman?

[4] Siren

1.6K 300 10
By Dyah_putri19

Tadi aku sempat mengatakan tentang surga?

Sekarang rasanya nyawaku sudah dibawa pergi ke suatu tempat. Aku selalu berharap akan masuk surga. Tubuhku mendarat lembut pada sesuatu. Hanya kaku yang kurasakan tanpa dapat menggerakkan tubuh. Sulit untuk membuka mata.

Di sini dingin sekali dan lembab. Ada pergerakan yang mendekat. Mungkin itu kakek?

Samar-samar kudengar sesuatu mengibas seperti ekor. Hanya saja jauh lebih besar.


***


Ethan keluar dari mobil kerjanya dengan pakaian rapi khas kantoran. Ia sudah tak sabar bertemu dengan keluarga terkasihnya. Tidak sabar melihat wajah gembira anak serta istri ketika mendapat hadiah darinya. Ia harap ini menjadi kejutan karena kepulangan yang lebih awal dari seharusnya.

Ethan berjalan memasuki pekarangan. Senyumnya merekah memperhatikan bunga lili putih yang dirawat oleh anaknya, Maureen. Ada pula mawar merah yang merona. Wangi semerbak dari bebungaan itu membuatnya tak sabar menemui anak tercinta.

Kreet.

Ethan membuka pintu rumah. Kesunyian melingkupi untuk sesaat. Suasana rumah tak seperti yang ia harapkan. Sasi berlari memeluknya dengan air mata.

"Tenanglah," ujar Ethan menenangkan istrinya. Pria itu sungguh kebingungan. Dia menoleh ke arah Richard-ayahnya sekaligus kakek Maureen. Namun, yang didapatinya hanya wajah cemas dan murung.

"Sebenarnya ada apa?" Ethan melirik ke arah Alex yang tidur terlelap di sofa. "Dan di mana Maureen?"

***

"... Sadar."

"Manusia itu sadar!"

Samar-samar aku dapat mendengar bisik-bisikkan di sekitar. Namun, kelopak mataku terlalu berat untuk terbuka, sepertinya tubuhku mengalami disfungsi.

Tubuhku terasa diangkat, lalu diletakkan pada permukaan yang lebih sempit. Itu terjadi hanya sesaat sebelum lagi-lagi tubuhku dipindahkan ke sebuah kasur empuk. Aku yakin itu kasur.

Sesuatu memaksa bibirku untuk terbuka, lalu benda seperti pipa masuk ke dalam mulutku, disusul aliran hangat seperti madu.

"Dia akan sadar dengan sari lilia."

Kehangatan menjalar ke setiap jengkal tubuhku, terasa seperti saluran energi yang besar. Kelopak mata ini akhirnya mampu terbuka. Pening hebat menyerang kepala, beserta sisa rasa perih saat menarik napas.

Kuedarkan pandangan ke sekeliling. "Bukan seperti surga."

Dingin. Di sini terasa dingin sekali. Kuperhatikan tanganku yang memutih dan basah. Aku menggerakannya, lalu muncul buih air.

"A-apa ini!? A-aku ada di air?" pekikku. Panik menyerangku, membuat tubuhku menegang saat menyadari bahwa diriku bernapas di sini. Tenggorokanku gatal. Aku terbatuk-batuk.

"Hei, Nak, tenanglah," ujar seseorang yang membuatku terperanjat. Aku baru menyadari ada seseorang di sini.

Kepalaku menoleh. "Nyonya, ini di mana?"

Setelah menyelesaikan perkataan itu, barulah aku tertegun, terpaku pada tubuhnya yang tidak berkaki. Ada ekor berwarna hijau yang dipenuhi sisik.

"Monster!" Aku memekik, lalu bergerak menjauh.

"GGRRrrr ... Rrrrggg."

Makhluk lainnya muncul. Pekikanku semakin keras terdengar. Aku mengucapkan semua doa-doa yang kuingat. Kakiku merangsek mundur hingga punggung ini terpojok di sudut ruangan. Ini berbahaya.

Terdengar sentakkan keras. "Diam, Gred. Kembali ke sarangmu!" ujar monster itu. Tatapannya beralih kepadaku. "Nak?"

Aku menutup wajah, tubuhku menggigil hebat.

"Jangan takut, Gred memang begitu ke makhluk asing. Dia anjing yang baik jika kamu mengenalnya."

Satu hal yang pasti, aku tidak ingin bertemu anjing itu kembali, apalagi untuk mengenalnya. Tidak karena monster itu sudah mengatakan, bahwa anjing itu membenci makhluk asing.

"Ah, aku sudah menyiapkan makanan untukmu di atas nakas. Makanlah jika keadaanmu telah membaik."

Sosok itu bergerak menjauh. Mataku mengintip untuk memastikan bahwa dia sungguhan pergi. Akhirnya aku dapat mengembuskan napas. Buih-buih keluar dari mulutku.

Kupandangi tumpukan daun di nakas yang berisi benda berwarna hijau. Mungkin itu yang dia maksud makanan tadi.

Sepertinya aku berada di kota kumpulan monster. Astaga! Jadi, cerita kakek itu sungguhan! Aku harus segera pergi dari sini. Tapi, bagaimana caranya keluar dari sini kalau aku bahkan tidak tahu di mana ini?

Aku tidak menyentuh makanan itu sama sekali, yang benar saja, aku bisa keracunan. Kuputuskan untuk pergi mengendap-ngendap. Aku berdoa, semoga dihindarkan dari kemungkinan terburuk bertemu kembali dengan anjing itu.

Aku belum terbiasa dengan buih-buih yang muncul saat bergerak di air. Apalagi soal diriku yang bisa bernapas dalam air.

Aku merasa seperti tokoh utama dalam Aqua City. Dalam buku itu, diceritakan bahwa si tokoh utama terjebak dalam kota dalam air. Berbagai spesies air disebutkan di dalam sana. Kuda laut, hiu, lumba-lumba, dan tentu saja penghuni utamanya, yaitu manusia berekor. Sayangnya, aku belum selesai membaca buku itu yang sekarang entah berada di mana.

Aku menepuk pipiku cukup keras dan menyebabkan rasa sesal karena nyeri yang cukup sakit. "Ternyata bukan mimpi."

"GRRrrrr."

Aku terperanjat dan merapat ke dinding. Tubuhku bergetar hebat. Jangan tanyakan jantungku karena mungkin sebentar lagi akan copot!

Kuberanikan diri untuk mengintip. Itu dia anjingnya. Memang mirip dengan wujud anjing, tetapi berukuran lebih kecil dengan telinga yang lancip.

Ada pintu keluar tepat di samping anjing itu.

Bagaimana sekarang?

Otakku memikirkan sebuah ide gila yang patut dicoba. Aku harus mengambil resiko jika ingin keluar dari tempat ini. Pandanganku menjalari sekitar, lalu kutemukan vas logam di atas meja.

Aku melemparnya dengan keras.

Byar ....

Vas itu tidak pecah, tentu saja. Namun, cukup berisik untuk menarik perhatian anjing itu. Aku buru-buru berlari ke tembok satunya untuk bersembunyi. Terdengar geraman yang semakin jelas. Anjing itu masuk dalam jebakanku.

Aku melirik ke pintu keluar yang kosong. Ini kesempatanku untuk bebas. Aku tidak percaya akan semudah ini. Kakiku berlari dengan kencang yang tentu merupakan kesalahan terbesarku.

Setelah aku dengan berisiknya berlari, di mana menimbulkan bunyi kecipak-cipak seperti saat bermain di pantai, dan berusaha mendorong tubuhku melawan tekanan air, dapat kudengar gonggongan anjing itu.

Sial.

Aku tidak peduli jika harus mengepak-ngepakkan tanganku untuk segera sampai. Kakiku berlari sekuat tenaga.

Nyaris sampai, tinggal sedikit lagi. Aku merasa seperti seorang atlet lari profesional.

Nah, ini dia pintunya. Berhas-

Gubrak!

Monster berekor tadi muncul secara tiba-tiba. Kami bertubrukan dengan keras. Aku jatuh terduduk. Pantatku rasanya sakit sekali.

"Nak, apa yang kamu lakukan? Bukannya aku sudah menyuruhmu istirahat tadi?" ujar sosok itu antara kaget dan kesakitan. Tubuhku kembali bergetar. Ini bahaya, aku sudah membuatnya marah.

Dia menatap ke arah anjing itu yang tiba-tiba bertingkah manis. "Gred, kejar apa, huh?"

Aku bingung harus bagaimana dan melakukan apa, ketika monster itu mengusir anjing peliharaannya, lalu membantuku berdiri. Kepalaku menunduk, lebih takut menatap matanya daripada ekor ikannya.

"Hei, Nak, kenapa kamu diam saja?"

Suaranya lembut. Aku merindukan ibu.

Atas rasa penasaran, kuputuskan untuk mendongak. Aku dapat melihatnya lebih jelas dari jarak dekat. Tak ada taring seperti drakula, telinganya lebih runcing, kulitnya sepucat tembok. Jangan lupakan kakinya yang bersirip.

"Ada apa, Nak? Kamu mau ke mana tadi?" tanya sosok itu kembali.

Aku berani bertaruh, suaranya indah sekali.

Aku bergumam, "Aku ... aku ...."

"Mari kuantar ke kamarmu. Kamu perlu istirahat ..., eh, siapa namamu?"

"Eh? M-Maureen." Terdengar jelas suaraku bergetar dan tergagap.

"Baiklah, Maureen. Mari kuantar ke kamarmu. Jangan bergetar, seperti aku akan memakanmu saja." Sosok itu terkekeh, sedangkan aku bergidik ngeri karena dia membahas makan-memakan.

"Kamu benar-benar takut? Jangan khawatir, lagi pula aku tidak selera memakan daging."

"Eh, dia herbivora?" gumamku pelan agar tidak terdengar, lalu teringat dengan makanan yang dia berikan memang tumbuhan.

"Apa itu?" tanyanya. Dia mendengarkan.

"Pemakan tumbuhan," jawabku yang seketika risih. Bukankah seharusnya dia yang takut padaku? Maksudku, manusia memakan daging. Yah, meskipun aku tidak akan mau memakan para monster ini, walau dibayar sekalipun.

Dia tertawa. "Ya, begitulah .... Manusia memiliki sebutan yang unik, ya."

Beberapa saat kemudian, dia terdiam. Wajahnya memperlihatkan raut aneh.

"K-kenapa?" Aku bertanya dengan ragu.

"Tidak, Nak, hanya saja aku melupakan sesuatu. Kutinggal sendiri tak apa?" ujarnya

Aku mengangguk. Dia hendak pergi, tetapi suaraku menahannya. "Aku harus memanggil Anda siapa?"

Dia tersenyum menatapku. Aku melihat ketulusan di sana. Hatiku mengatakan, tidak ada yang perlu ditakutkan. "Panggil saja aku Bibi Deana."

To be continued.
1241 word.

⚪Dyahputri⚪
(05/08/2018)
17:13

Continue Reading

You'll Also Like

190K 18.6K 29
Karel terjebak dalam sebuah novel remaja dan harus memerankan sosok penjahat berusia 18 tahun. Namun, ia merasa bersyukur karena karakter penjahat ya...
133K 15K 46
Seorang pria yang bertransmigrasi di dalam novel yang terakhir ia baca. Dunia dimana sihir adalah hal normal di sana. Terlahir kembali menjadi orang...
112K 3.5K 54
Bagaimana rasanya menikah dengan iblis? Kenyataan itu benar benar gila DEVIL Denial Villen adalah nama siluman yang menjadi pengantar dongeng anak-an...
1.1M 72.8K 46
Daddyyyyyy😡 "el mau daddy🥺"