Happy reading
Mengetahui respon Jimin. Dokter tersebut hanya bisa menghembuskan nafas kasar. Dan memerintahkan perawat untuk mengurus Jiyeon dan membawanya ke kamar inap.
Perawat tersebut masuk kedalam ruang bersalin.
"Mian. Tuan. Bisakah tuan menyingkir sebentar saja?" tanya perawat wanita kepada Jimin.
Jimin yang sudah putus asa hanya bisa pasrah dan sedikit menjauh dari Jiyeon tanpa sepatah kata pun.
Memgetahui itu. Perawat tersebut dengan cekatan membersihkan tubuh Jiyeon dan memasang alat alat di tubuh Jiyeon. Tak lupa juga dia memasangkan alat pembantu pernapasan.
Melihat itu Jimin heran.
"Mian. Apa yang kalian lakukan?" tanya Jimin
"Kami akan memindahkan Nyonya ke ruang rawat tuan." ujar salah satu perawat kepada Jimin.
"Maksud kalian Jiyeon tidak meninggalkan ku? Dia hanya tidur?" tanya Jimin dengan wajah polosnya.
"Ne. Nyonya Park koma. Tuan."
Deg..
"Koma?" ulang Jimin.
Perawat tersebut hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Silahkan tuan mengurus administrasinya. Saya akan membawa Nyonya ke kamar inap." kata perawat
"Bawa dia ke kamar VVIP." ujar Jimin.
Perawat tersebut hanya mengangguk dan membawa Jiyeon ke kamar rawat seperti yang Jimin minta.
.
.
.
Disinilah Jiyeon sekarang. Di ruangan yang lumayan besar, di dominasi dengan dinding berwarna biru pucat.
Dilengkapi dengan sofa, kamar mandi, nakas, dan juga kasur king size.
Dan dikasur itulah Jiyeon berbaring dengan nyamannya. Tanpa mengetahui Jimin yang menunggunya untuk membuka kelopak mata indahnya.
Cklekk..
Seorang perawat masuk kedalam ruang Jiyeon dengan membawa dua bayi yang memiliki gender berbeda.
"Tuan. Mulai sekarang. Bayi tuan akan disini. Dan jika ada sesuatu yang tuan dan bayi tuan butuhkan. Silahkan tekan tombol hijau itu. Dan jika ada sesuatu dengan nyonya Park. Tuan bisa menekan tombol merah." jelas perawat tersebut.
Jimin hanya bergumam sebagai jawaban.
Tak berselang lama.
Cklek..
Lagi, ruang Jiyeon di buka oleh seseorang.
"Jimin ah..." panggil orang yang membuka ruang inap Jiyeon.
"Appa." Panggil Jimin.
Yaa... Yang membuka pintu ruang inap Jiyeon adalah ayah Jimin. Ayah Jimin masuk di susul dengan sahabat Jimin dan Jiyeon.
Ayah jimin langsung saja memeluk putra tunggalnya. Dan tak lupa memberikan selamat serta semangat. Disusul dengan sahabat sahabatnya.
.
.
Hari hari terus berlalu. Namun, Jiyeon enggan untuk membuka mata indahnya.
Sahabat serta ayah Jimin selalu mengunjungi Jimin, Jiyeon, dan juga anaknya saat mereka memiliki waktu luang.
Dan selama itu pula. Jimin terus melamun, berdoa, dan merawat putra putrinya. Dengan harapan Jiyeon segera bangun dari mimpi indahnya.
Saat ini putra dan putri Jimin sedang berada di ruang rawat bayi untuk di berikan asupan gizi.
Dan Jimin kembali dalam mode melamunnya. Dengan menggenggam erat tangan Jiyeon.
Jimin terisak.
"Chagiya.. Jebal.. Iroena... Jebal.. Hikss... Kasian anak kita... Iroenaaa... Hikss.." ucap Jimin di sela sela tangisnya.
Tanpa sepengetahuan Jimin. Jiyeon telah membuka matanya. Perlahan, tangan Jiyeon mengusap surai Jimin lembut.
Jimin yang merasakan usapan lembut tersebut mematung. Dan dengan cepat dia mendongakkan kepalanya untuk melihat apa yang terjadi.
"Chagiya.." kata Jimin tidak percaya.
Jiyeon hanya membalas dengan senyuman lembutnya.
Jimin yang bahagia karena Jiyeon telah siuman. Langsung saja memencet tombol merah di samping tempat tidur Jiyeon.
Tak berselang lama. Dokter serta perawat datang untuk memeriksa keadaan Jiyeon.
"Syukurlah. Keadaan nyonya semakin membaik tuan. Tinggal menunggu perawatan satu sampai dua hari. Nyonya Park sudah bisa pulang." kata dokter seusai memeriksa keadaan Jiyeon.
Mengetahui itu. Jimin tak henti hentinya berterima kasih kepada dokter tersebut.
Sepeninggalan dokter. Jimin langsung saja mendekap tubuh Jiyeon erat.
"Op.. Paahh.. Aku.. Tidak bisa bernafas." kata Jiyeon susah payah.
"Omo.. Mianhae.. Aku terlalu bahagia. Gomawo chagi.." kata Jimin sambil mengecup kening Jiyeon lama.
Jiyeon hanya bisa tersenyum mendapat perlakuan manis dari Jimin. Tak lupa juga untuk mengusap sayang surai Jimin.
.
.
Waktu terus berlalu begitu cepat. Detik, menit, jam, hari, minggu, bahkan bulan.
Dan tidak terasa putra putri Ny.Park dan Tn.Park sudah memasuki bulan ke tiga.
Dengan kehadiran keluarga baru. Memberi warna indah bagi kehidupan Jiyeon dan Jimin.
Tidak ada lagi pertengkaran. Walau pertengkaran kecil sekalipun. Kehadiran buah hatinya membawa keharmonisan dalam rumah tangga mereka dan juga membawa dampak bagi pemikiran mereka. Dimana mereka mulai memiliki pemikiran yang semakin dewasa. Memikirkan masa depan putra dan putrinya.
Disinilah Jimin dan Jiyeon sekarang. Berdiri di tepi balkon kamar dengan pagar besi sebagai pegangannya. Dan Jimin yang memeluk hangat istrinya dari belakang dengan menopang dagunya di pundak istri tercintanya.
"Chagi.." panggil Jimin memecah keheningan yang sedari tadi tercipta di antara mereka.
Buah hati mereka telah terlelap dalam mimpi indahnya sejak satu jam yang lalu di kamarnya. Tepat disebelah kamar Jimin dan Jiyeon.
Sejak pasca melahirkan. Jimin membawa Jiyeon tinggal di kediaman keluarganya bersama dengan ayahnya.
"Hmmm..." Jiyeon hanya berguman menanggapi panggilan dari suaminya. Dia hanyut dalam kenyamanan pelukan hangat Jimin.
"Aku tidak akan memaksakan anak kita untuk meraih cita-citanya. Karena aku tidak ingin dia merasakan tekanan seperti yang pernah aku rasakan. Aku akan membebaskannya untuk memilih apa yang di inginkannya selagi itu yang terbaik untuknya." kata Jimin sambil menghirup aroma tubuh istrinya yang selalu menjadi candu baginya.
"Namun, aku juga bersyukur dengan tekanan yang pernah kurasakan. Karena aku bisa bertemu denganmu dan mempunyai buah hati dari rahim mu." lanjut Jimin.
Jiyeon yang mendengar penuturan Jimin merasakan panas di sekitar pipinya. Ohh... Ayolah... Itu kata terlalu manis yang membuat Jiyeon merona.
Jiyeon memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Jimin. Dengan mengalungkan lengannya di leher Jimin dan mengecup kilat bibir penuh Jimin.
"Sejak kapan suamiku semanis ini?" tanya Jiyeon dengan nada menggoda.
"Sejak aku mencintaimu chagi." jawab Jimin santai.
Lagi. Jiyeon bersemu.
"Chagiya." panggil Jimin
"Ne?"
"Saranghae." kata Jimin dan menghapus jarak antara mereka.
Mengecup lembut bibir Jiyeon, menyalurkan rasa cintanya yang mendalam. Melumatnya kecil.
"Nado oppa. Nado saranghaeyo." ucap Jiyeon saat pangutan itu terlepas.
"Jangan tinggalkan aku. Karena aku tidak akan sanggup hidup tanpa mu" kata Jimin sambil memeluk erat tubuh Jiyeon.
Jiyeon tersenyum di dalam dekapan Jimin.
"Tidak akan oppa. Sekarang, esok, dan seterusnya aku akan bersamamu. Hingga kau yang memutuskan untuk membuatku pergi." kata Jiyeon.
"Itu tidak akan pernah terjadi." kata Jimin dan semakin mempererat pelukannya.
'Karena cinta bisa datang kapan saja. Dan pergi kapan saja. Bagaikan sebuah novel-novel romance. Di mana semua diawali dengan prolog dan akan berakhir dengan epilog. Juga bagai kebersamaan, dimana ada pertemuan dipastikan ada perpisahan. Dan juga bagai makhluk hidup. Dimana ada kehidupan maka akan ada kematian'
Thanks for everything. Thanks for reading, vote, and comment.
MBB udah FIN.
Semoga tidak mengecewakan endingnya.
Dan maafin kata mutiara yang aku buat di atas kalau kurang bagus. Itu murni dari otak aku😂😂
Dan aku punya rencana untuk buat ff baru. Jangan lupa mampir😅
Ff ini asli dari otak. Kalau kurang puas mohon dimaklumi, lagi belajar. Dan aku juga pengen ucapin terimakasih buat temen ku (Alfi) yang selalu nanyain plus kasih ide buat bikin ff ini..
Hehehe....
Thanks for everything all.
[예고장] 아미들 여기야 여기~💜 오늘은 #방탄소년단 과 함께 회식이닭! #방탄회식 은 12일 0시부터 시작됩니다🍻 #2018BTSFESTA