"Sebelum membaca part ini, spam emoji warna coklat disini!"
• Selamat Membaca •
•••
"Pinter anak Bunda. Tapi jangan terlalu kemalaman ya, Nak. Belajar boleh, tapi inget waktu. Biar besok badan sama pikirannya jadi fresh. Maaf, Bunda masih belum bisa kunjungin kamu di sana. Ayah lagi ada masalah di kantornya, doain biar masalah Ayah cepat selesai ya, Nak."
"Iya, Bunda, gapapa. Aku juga lagi sibuk-sibuknya sama UTS. Kalau Bunda kesini juga, nanti malah aku cuekin. Bunda di sana aja temenin Ayah. Amin, semoga urusan Ayah cepet selesai ya, Bun."
Arini kembali mengingat percakapannya dengan sang Bunda sehari setelah UTS-nya dimulai. Hari kedua, pada malam hari, ia memang menghubungi Bundanya, memberitahukan informasi bahwa dirinya sedang menghadapi ulangan tengah semester.
Awalnya Bunda protes, mengapa tidak memberitahukannya dari kemarin-kemarin. Namun Arini berkata bahwa ia terlalu fokus belajar, bahkan sampai tengah malam, jadi lupa untuk menghubungi sang Bunda.
Mendengar itu membuat Bundanya khawatir, takut jikan Arini seperti itu terus malah membuat sang anak malah jadi sakit. Namun Arini berkata, bahwa ia tidak apa-apa. Hanya kadang mengantuk menghampirinya tidak tau jam. Dan percakapan Ibu dan anak itu berakhir dengan nasihat dari sang Bunda.
Ini sudah hari keempat UTS dimulai. Tidak ada yang spesial, namun Arini senang bahwa dirinya bisa menjawab soal-soal yang diberikan dengan mudah, tidak kesulitan.
"Rin, mata panda lo makin lama makin keliatan gue liat-liat. Udah lah, Rin. Kita 'kan, udah belajar bareng satu minggu penuh, minggu kemaren. Gue juga yakin kok, lo nggak bakal lupa secepat itu sama apa yang udah kita pelajarin. Apalagi lo masih tetep belajar 'kan, pulang sekolah. Nah, sekarang mah lo tinggal baca-baca sekilas aja biar inget, nggak perlu belajar terus sampe tengah malem, kasihan badan lo," tutur Jemi panjang lebar.
Jemi dan Elena menatap kasihan pada Arini yang dari hari pertama mereka ulangan, selalu terlihat lemas. Tapi Arini selalu kekeh, bilang bahwa dirinya baik-baik saja, hanya kelelahan dan kurang tidur.
Saat ini sedang jam istirahat, hanya lima belas menit waktunya. Namun itu cukup untuk Elena dan Jemi berbicara pada Arini. Mereka kali ini sudah tak tahan melihat Arini yang terkadang hampir tertidur di kelas, padahal ulangan masih berlangsung.
Ketiganya sedang berada di depan kelas, duduk di bangku–yang menyatu dengan bangunan sekolah, untuk sekedar menghirup udara di luar. Ulangan Matematika barusan, membuat kepala mereka hampir pecah.
"Iya, Jemi. Gue juga udah nggak mau lagi kok. Gue mau tidur aja nanti pulang sekolah sampe besok pagi kalau perlu, biar tidur gue cukup," ucap Arini terkekeh ringan.
"Awas aja kalau besok gue liat lo masih lemes, ngantuk, nggak semangat pokoknya. Langsung gue suruh pulang, lo!" ucap Jemi.
"Kali ini gue setuju sama Jemi," timpal Elena yang sedari tadi hanya diam ditempatnya.
"Astaga, iya-iya gue serius. Besok bakal seger, nggak bakal ngantuk lagi, janji deh," ucap Arini tersenyum menatap keduanya. Namun itu terlihat kontras dengan tubuhnya yang terlihat lelah dan juga lemas.
Arini terus tersenyum menatap kedua sahabatnya ini. Dirinya juga tidak mau seperti ini. Namun, tidak ada pilihan lain, menurutnya.
Sebenarnya, ucapan Ragaz yang berkata bahwa ia tidak akan mengganggu Arini selama masa UTS berlangsung, hanya omong kosong.
Karena nyatanya, bahkan dari hari Minggu, malam Seninnya, cowok itu datang ke kosannya dalam keadaan mabuk. Mengetuk beberapa kali pintu kamar Arini, yang langsung dibukakan oleh sang pemilik kamar. Karena Arini memang belum tidur, dirinya masih belajar saat Ragaz datang.
Menatap heran dan terkejut saat melihat kedatangan Ragaz. Heran karena terakhir bertemu, pacarnya itu berkata bahwa ia ada acara keluarga. Terkejut karena melihat Ragaz yang mabuk. Selama mengenal dan dekat dengan Ragaz, Arini tidak pernah sekalipun melihat cowok itu mabuk. Walaupun ia tahu Ragaz terkadang meminum alkohol, tapi ia tahu, kalau cowok itu tak pernah sampai mabuk.
"Gue mau ngentot, nggak usah protes, jangan berisik. Buruan nungging di kasur."
Sejak hari itu, setiap hari, sampai kemarin tepatnya, Ragaz tidak pernah membiarkan Arini beristirahat dengan tenang. Cowok itu seolah tak kenal lelah, seolah tak puas, terus 'mengerjai' Arini yang mau protes pun, takut. Kemarin bahkan mereka selesai jam setengah empat subuh.
Setelah melempar dengan asal 'pengamannya' yang sudah terisi penuh dengan 'sesuatu', cowok itu hanya melemparkannya dengan asal pada tubuh Arini yang terlihat sudah sangat kelelahan diatas kasurnya. Lalu pergi tanpa mengucapkan apa-apa pada Arini yang sudah ketiduran.
Bahkan dengan gilanya, cowok itu sempat memotret beberapa kali tubuh naked Arini yang sudah berantakan dengan 'pengaman' cowok itu yang ternyata mendarat ditengah-tengah payudara Arini. 'Isinya' terlihat berceceran keluar.
Ragaz hanya menyeringai melihat hasil fotonya sebelum pergi dari sana. Ragaz memang gila. Entah apa yang membuatnya seperti itu.
Namun, saat di sekolah, cowok itu terlihat segar. Kadang bermain di lapangan saat pulang sekolah tiba, tertawa bersama teman-temannya. Seolah tak ada beban. Seolah tak pernah melakukan hal yang bahkan membuat seseorang sampai tidak bisa tidur. Sedangkan Arini yang melihat bagaimana pacarnya tertawa bersama teman-temannya, hanya tersenyum dari jauh. Senang karena Ragaz terlihat bahagia.
Cinta membuat seseorang menjadi bodoh memang nyata adanya.
---
"Gue nginep di rumah lo aja gimana, Na? Gue kalau di kos sendirian, malah takut mau belajar aja," ujar Arini. Terdengar tak masuk akal, namun saat Arini yang berbicara seperti itu, Elena dengan cepat menganggukkan kepalanya.
"Boleh. Lebih bagus malah, gue jadi bisa mantau lo buat nggak belajar lagi sampai tengah malam," ucap Elena terdengar semangat, membuat Arini terkekeh mendengarnya.
"Ih gue juga mau nginep dong, Na," timpal Jemi menatap Elena.
Ketiganya sedang berjalan di koridor sekolah untuk pulang. Sekarang jam satu siang. Sekolah memang pulang cepat selama masa UTS berlangsung.
"Nggak ada, nggak ada. Mau ngapain lo nginep?" protes Elena. Arini terkekeh, tau kalau Elena hanya bercanda.
"Ya, nanti gue takut mau belajar aja, kayak Arini, gimana? Lebih parah malah nggak tidur sama sekali nanti gue gara-gara belajar. Lo mau gue–"
"Bisa banget mulut lo ngomong," ucap Elena memotong ucapan Jemi yang kini terlihat kesal.
"Ya bisa lah, terus mulut bisa apa kalau nggak ngomong?" ketus Jemi sembari memutar kedua bola matanya kesal.
Sedangkan Arini hanya terus tertawa, menikmati perdebatan kedua sahabatnya.
---
"Dimana? Aku di kosan kamu"
"Jangan buat aku nunggu lama"
"Kemana sih? Oh, kamu sengaja ngehindar dari aku?"
Arini menghela nafasnya kasar setelah melihat kembali beberapa pesan WhatsApp dari Ragaz yang muncul di layar lock screen ponselnya, dengan berbeda-beda waktu dikirim.
Itu pesan tadi siang. Namun, dirinya sengaja tidak membaca bahkan membalas pesan itu. Arini bahkan tidak membuka handphonenya sama sekali sejak pesan itu muncul di layarnya.
Ia memang sedang menghindari cowok itu. Sengaja. Setelah memikirkan dan menimbang-nimbang, akhirnya ia memilih untuk menjauhi dulu sang pacar. Tubuhnya semakin hari semakin lemas dan tak bertenaga. Capek.
Takut makin drop, hingga membuat ulangannya terhambat, ia akhirnya dengan berat hati memutuskan hal itu. Sebenarnya dirinya takut. Takut kejadian Ragaz yang hampir memutuskan hubungan mereka kembali terulang.
Namun sepertinya ia sudah menyiapkan banyak alasan. Sekarang mengarang bukanlah hal yang susah lagi ia pikirkan. Terlalu terbiasa berbohong dan mengarang banyak hal, itu seperti sudah menjadi keahliannya sekarang.
Dan hanya itu satu-satunya yang membuat Arini nekat mengambil keputusan menjauhi Ragaz untuk sementara sampai UTS selesai.
"Kenapa lo? Si Jemi nyariin di grup, katanya lo kemana, kenapa nggak bales chat grup." Celetukan Elena membuat Arini refleks mengalihkan pandanganya pada ponselnya. Netranya menatap Elena yang kini duduk disebelahnya.
Arini dari tadi memang sedang berada didepan rumah Elena. Duduk di kursi yang tersedia di sana. Niat awalnya, cewek itu hanya ingin melihat bintang di langit. Berpikir, siapa tau hal itu bisa membuatnya mengalihkan pikirannya sejenak dari pacarnya yang saat ini mungkin sedang marah.
Mereka akhirnya memutuskan tidak membuka buku malam ini. Tadi siang setelah sampai di rumah Elena, keduanya langsung belajar, membaca dan menghafal kembali pelajaran yang akan dijadwalkan besok. Dan Elena yang meminta untuk tidak lagi ada belajar malam itu. Arini hanya mengangguk menyetujuinya. Ia juga sedang tidak ada pikiran untuk membaca apalagi menghafal.
"Lagi nggak mau diganggu dulu. Gue nggak buka HP dari tadi siang malah," ucap Arini pelan. Matanya hanya menatap ke depan. Suasana sudah terlihat sepi, karena jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Bahkan suara-suara serangga sudah terdengar jelas.
"Lo ada masalah sama Ragaz?" tuding Elena menatap menyelidik pada Arini.
Arini menggelengkan kepalanya pelan, "Nggak, gue cuma lagi capek aja. Gara-gara kebanyakan belajar kali, gue jadi muak sendiri." Balasan Arini serta merta tidak membuat Elena percaya begitu saja.
"Tapi lo nggak biasanya gini. Gue perhatiin badan lo lemes udah lumayan lama, nggak tau berapa lam, tapi gue sadar kalau itu bahkan sebelum UTS dimulai," tutur Elena.
"Emang lagi capek aja, Na." Arini bersikeras menjawab itu.
"Tetep aja gue nggak percaya. Tapi ya udah, terserah lo mau cerita apa nggak ke gue, gue nggak bisa maksa," balas Elena, membuat Arini hanya tersenyum tipis mendengarnya.
"Yah, nggak mungkin juga gue cerita," lirih Arini, amat pelan. Elena bahkan sampai tidak mendengar lirihan itu.
---
"Arini emang lagi nggak megang HP, Bunda. Lagi nginep di rumah Elena."
"Gapapa, Bun. Elena katanya lagi sendirian di rumah, nggak ada temen. Ya udah aku nginep disini."
Elena melototkan matanya menatap Arini yang kini meringis menatapnya. Cewek itu menundukkan kepalanya beberapa kali, meminta maaf karena menyeret nama Elena tanpa izin.
"Iya, Bunda. Sekalian belajar bareng kok, hehe."
"Siap, Bunda. Ini kita udah mau tidur, lampunya udah dimatiin malah. Eh Bunda nelpon, aku angkat telepon Bunda dulu deh."
"Elena-nya udah tidur."
Arini mengusap lengannya yang baru saja di pukul oleh Elena yang berada disampingnya. Mereka memang sudah mau tidur tadi, namun saat bersiap ingin tidur, ponsel Arini bersuara. Membuat keduanya mengurungkan niat mereka untuk tidur.
Arini sempat deg-degan tadi, takut kalau itu Ragaz yang meneleponnya. Namun menghela nafas legas saat tau sang Bunda yang meneleponnya.
"Iya, Bun, banyak nyamuk, AC-nya baru dinyalain soalnya. Jadi belum terlalu dingin."
"Iya, Bunda. Bunda juga, aku tutup, selamat malam, Bunda."
"Jangan bawa-bawa nama gue kalau mau bohong sama orang tua." Arini meringis mendengar Elena langsung menudingnya dengan suaranya yang terdengar ketus.
"Sorry, Na. Nanti makin lama, makin ribet. Bisa sampe jam dua belas, atau bahkan langsung kesini Bunda gue kalau tau gue lagi gini," ucap Arini.
"Aneh, lo lancar banget bohongnya, kayak udah sering. Gue sampe speechless dengernya." Arini terdiam mendengar ucapan Elena.
• To be continued •
•••
GIMANA SAMA CHAPTER 6??
SPAM KOMEN "NEXT" DISINI!
Suka nggak si sama ceritanya?
Kalau ada typo atau salah penulisan kata, tolong ingatkan aku yaa!
Jangan lupa untuk vote dan komentarnya yaaa!!
Promosikan cerita ini di semua platform yang ada!! (TikTok, Instagram, Twitter, Facebook, dll.)
JANGAN LUPA JUGA UNTUK FOLLOW AKUN WATTPAD AKU!
Follow my Instagram @yeremisaragih
SEE YOU IN THE NEXT PART!
Tertanda,
Emi