*****
Hinata membuka matanya dan melihat lampu kamar yang menyala di atasnya. Sudah malam, batinnya. Itu artinya sudah seharian Naruto menyekapnya.
Hinata menemukan dirinya masih ada di ranjang kamar Naruto sendirian, sedangkan pemuda pirang itu tidak terlihat, mungkin dia sedang keluar. Hinata akan menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri.
Hinata bangun dengan susah payah, tubuhnya terasa remuk setelah Naruto memaksa dan menggagahinya berkali-kali. Hinata melepaskan ikatan di tangannya kemudian mencari kimononya. Dia menemukannya terpuruk di lantai dalam kondisi basah dan lusuh dan segera memakainya.
Hinata membuka pintu dan bertemu Naruto yang baru saja akan masuk kamar.
" Minggir!!" teriak Hinata lalu mendorong Naruto sekuat tenaga hingga pemuda pirang itu terdorong mundur. Gadis itu berlari cepat ke arah pintu. Tapi sebelum Hinata sampai di pintu, Naruto sudah berhasil menangkap tangan gadis itu.
" Mau melarikan diri yaa? Berani sekali kau?!" teriak Naruto marah.
"Aku mohon biarkan aku pergi. Aku mohon.." Hinata menangis sambil meronta.
" Sudah kubilang aku menyukaimu Hinata dan kau harus jadi milikku!!" teriak Naruto murka.
Naruto menyeret Hinata masuk kembali ke dalam kamar. Hinata meraung dan meronta tapi sia-sia saja karena tenaga Naruto terlalu kuat untuk dilawan oleh tubuh mungilnya. Dengan mudah Naruto melemparkan Hinata kembali ke ranjang besarnya.
Naruto merenggut dan membuka kimono yang di pakai Hinata dengan sangat kasar hingga robek dan bahkan membuat beberapa bagian kulit Hinata terluka dan tergores kain robekan kimononya. Naruto mencampakkan kimono yang sudah hancur itu ke lantai. Pemuda pirang itu menerkam tubuh telanjang Hinata.
" Kau adalah milikku Hinata!! Jadi jangan coba-coba untuk lari dariku!! Kau mengerti!!" teriak Naruto.
" Aku mohon lepaskan aku. Aku mohon.. " tangis Hinata.
"PLAAK!" Sebuah tamparan yang sangat keras mendarat di pipi Hinata. Begitu keras hingga Hinata langsung pingsan.
Naruto menatap wajah putih Hinata yang sedang pingsan itu. Dibelainya wajah cantik yang memerah karena tamparannya itu dengan lembut.
" Kau milikku Hinata. Hanya milikku.." desisnya.
Naruto mencium wajah dan bibir Hinata lalu memeluk tubuh gadis itu posesiv.
Hinata bangun dengan kondisi tangan terentang dan kaki mengangkang terikat ke tiang-tiang ranjang. Selembar kain tipis berbahan sutra berwarna merah tua menutupi tubuh telanjangnya. Gadis itu berusaha melepaskan ikatan yang menahan dirinya tapi tali-tali itu terlalu kuat. Hinata menangis putus asa karena merasa tidak akan pernah bisa melepaskan dirinya.
" Kenapa menangis? Apa karena aku mengikatmu? Itu salahmu sendiri. Seandainya kau menurut, aku pasti akan memperlakukanmu dengan baik." kata Naruto yang baru datang.
" Kenapa.... Kenapa kau melakukan semua ini padaku? Aku bukan wanita penghibur... Aku hanya dipesan untuk menemani orang bermain igo..Tapi kenapa kau...Aku bukan wanita seperti itu.." Hinata menangis putus asa.
Naruto menatap Hinata yang sedang menangis. Pemuda itu lalu menghampiri Hinata lalu menindih tubuh Hinata dan memeluknya erat selama beberapa saat. Naruto mengangkat sedikit tubuhnya dan menatap wajah Hinata.
" Aku tahu kau bukan wanita seperti itu. Kau bahkan masih perawan saat aku mamasukimu pertama kali. Dan aku sangat bangga jadi yang pertama untukmu." ucap Naruto. Tangannya membelai wajah Hinata lembut.
"Tapi aku sangat menyukaimu Hinata dan tidak mau kau pergi.. Jadi maaf. Aku harus mengikatmu agar kau tidak meninggalkanku." kata Naruto lalu mencium bibir Hinata dan mulai mencumbu gadis itu.
" Apa begini caramu memperlakukan orang yang kau sukai Naruto? Aku mohon hentikan.. Lepaskan aku.." mohon Hinata. Airmata gadis itu bercucuran membasahi wajah putihnya yang terlihat pucat.
Naruto menatap Hinata yang memohon dan menangis tapi bukan perasaan iba yang muncul dalam dirinya melainkan amarah yang meluap. Kenapa gadis itu tidak percaya pada ucapannya? Kenapa gadis itu tetap ingin pergi darinya? Naruto benar-benar marah.
" Kau!! Jangan harap aku akan melepaskanmu!!" teriaknya.
Naruto menarik kain yang menutupi tubuh telanjang Hinata dan melemparkannya ke lantai. Dengan kasar dia mencengkram wajah Hinata dan menciuminya lalu mencium leher dan pundak Hinata. Naruto menjilat leher putih Hinata kemudian menghisapnya kuat.
"Aaahh.." Hinata mengerang kesakitan sambil meronta hingga Naruto melepaskan leher Hinata.
Naruto menatap tanda merah bekas hisapannya di leher putih Hinata. Jadi begitu caranya menandai seorang gadis? Naruto baru mengetahuinya. Dia akan memberikan tanda di tubuh gadis di hadapannya ini sebanyak mungkin, pikirnya senang. Naruto mulai menjilat dan menghisap leher, pundak dan dada Hinata hingga membuat gadis itu mengerang dan menjerit karena Naruto terlalu kuat menghisapnya. Dengan cepat kulit putih mulus Hinata dinodai tanda-tanda merah buatan Naruto.
"Kau sudah kutandai sebagai milikku." ucap Naruto senang melihat tanda yang dibuatnya di leher, pundak dan dada Hinata.
" Kau brengsek!! Lepaskan aku!! " jerit Hinata.
" Diam! Atau aku akan menutup mulutmu dengan lakban!" ancam Naruto.
Hinata terdiam. Terikat tangan dan kakinya saja sudah sangat menyakitinya. Dia tidak mau ditambah lagi dengan lakban di mulutnya.
" Bagus. Sekarang kau harus menuruti semua perintahku." kata Naruto.
Naruto mencium bibir Hinata sambil meremas kedua payudara besar gadis itu dengan kuat. Hinata mengerang kesakitan. Air matanya kembali mengalir di wajahnya.
"Aahhh!" jerit Hinata. Naruto menghisap puting kanannya kuat, membuatnya merasakan nikmat dan sakit bersamaan. Hinata semakin menjerit keras saat Naruto memilin dan menarik puting kirinya juga.
"Aaahh!" Hinata menjerit kaget saat jari Naruto tiba-tiba menyentuh lubang vaginanya dengan jemarinya. Gadis itu menggeliat - geliat merasakan nikmat saat Naruto menggerakkan jarinya di lubang Hinata.
" Tidaaak!" Hinata klimaks akibat stimulan di kedua putingnya dan gerakan jari Naruto di kemaluannya. Tubuhnya menegang dan dadanya membusung dengan kedua putingnya kemerahannya yang mengeras. Cairan bening mengalir dari lubang Hinata membasahi tangan Naruto. Lalu tubuh Hinata terkulai lemas.
Melihat wajah klimaks Hinata selalu bisa membuat Naruto tegang. Naruto tersenyum lalu membuka celananya dan menampakkan penisnya yang sudah berdiri tegang.
" Jangan! Jangan lakukan itu lagi!! Aku mohon!! " jerit Hinata ketakutan melihat penis besar Naruto.
" Aaahh! Sakit!" Hinata menjerit saat Naruto memasukkan penis besarnya ke lubang vagina basah itu seluruhnya dalam sekali sentak. Meski sudah berkali-kali memasukinya, Naruto selalu membuat Hinata kesakitan. Entah karena caranya yang sangat kasar dan tidak berpengalaman atau hal lain, yang jelas Hinata merasa sangat tersiksa.
Hinata menggeliat kesakitan. Kepalanya menggeleng kuat, mencoba mengenyahkan rasa sakit yang dirasakannya. Airmatanya terus mengalir tanpa henti. Hinata hanya bisa menangis kesakitan saat Naruto mulai bergerak, membuat Hinata menderita dengan rasa sakit yang amat sangat di kemaluannya. Hinata akhirnya pingsan lagi setelah Naruto menggagahinya yang ketiga kalinya malam itu.
Hinata bangun dengan tubuh terasa remuk dan perut kelaparan. Sudah dua hari Naruto menyekapnya dan tidak memberinya air setetes pun. Gadis itu melihat sekitar ruang kamar dan tidak melihat Naruto di manapun.
Hinata mencoba melepaskan diri dari tali-tali yang mengikatnya tapi tidak bisa. Tubuhnya terlalu lemah hingga Hinata hanya bisa berbaring kembali.
Hinata menatap jendela besar yang memperlihatkan pemandangan langit yang biru. Dia ingat, apertemen ini ada di lantai empat. Gadis itu bahkan baru sadar ada jendela di kamar itu karena jendela itu selalu tertutup tirai. Dan kini jendela itu terbuka lebar, membuat angin bebas masuk dari balkon dan membuat tirai putihnya berkibar. Semilir angin membelai tubuh telanjang Hinata yang terikat di ranjang tanpa ditutupi apapun. Hinata sangat malu menyadari keadaannya hingga gadis itu mulai menangis lagi.
" Kenapa kau suka sekali menangis? Apa itu hobimu?" tanya Naruto yang masuk. Hinata hanya diam sambil terisak. Gadis itu merasa bahwa bicarapun tidak akan didengar oleh pemuda pirang di depannya. Naruto membawa segelas teh. Dia menghampiri Hinata lalu menyodorkan sedotan ke bibir gadis itu.
" Minumlah. Kau pasti haus." katanya sambil memegangi gelas teh dan sedotan ke dekat mulut Hinata. Hinata meminum teh yang terasa sangat manis itu dengan rakus. Dia begitu haus dan lapar hingga teh itu habis dalam beberapa detik saja. Naruto meletakkan gelas teh itu di meja lalu kembali duduk di samping Hinata.
" Wow. Kau sangat haus rupanya. Apa kau mau meminumku juga?" ucap Naruto sambil tersenyum mesum.
Naruto segera membuka seluruh celananya lalu naik ke ranjang. Dia berdiri di atas tubuh Hinata yang terbaring di antara kedua kakinya. Dia lalu berlutut dan menyodorkan penis besarnya yang sudah tegang ke mulut Hinata. Hinata mendelik.
" Tidaaaak!" jeritnya. Naruto langsung memasukkan penis nya ke mulut Hinata.
"Hisap dan jangan menggigitku atau aku akan mencekikmu." ancam Naruto sambil mencengkeram leher Hinata. Hinata mulai menghisap penis besar itu dengan mulutnya. Airmatanya mengalir deras. Hinata merasa sangat malu dan terhina.
" Jilat! Cepat jilat lalu hisap!" perintah Naruto. Hinata hanya bisa menurut sambil terus menangis. Naruto sangat kesal melihatnya. Dia mencengkram kepala Hinata lalu menggerakkan pinggangnya, memperkosa mulut kecil Hinata dengan penis besarnya. Berkali-kali Hinata tersedak dan hampir muntah namun tidak bisa karena penis besar Naruto memenuhi rongga mulutnya. Hinata menggeliat dan meronta, nafasnya tersengal-sengal.
" Hahhh Hinata!" Naruto mengerang saat berhasil klimaks dan menyemburkan spermanya dalam mulut Hinata. Hinata langsung muntah seketika lalu pingsan, tidak kuat menahan rasa malu dan tersiksa yang dirasakannya.
"Dasar bodoh! Harusnya kau menelan semuanya! Sekarang wajahmu jadi kotor kan?!" Naruto marah lalu membersihkan wajah Hinata yang belepotan spermanya dengan tissue.
" Hey! Kau pingsan lagi?" Naruto kaget. Biasanya Naruto membiarkan gadis itu pingsan tapi entah kenapa kali ini dia merasa cemas dengan keadaan gadis itu. Naruto menepuk pipi Hinata untuk menyadarkan gadis itu tapi tidak ada reaksi. Bahkan saat Naruto mengguncang tubuh mungil itu kencang Hinata tetap diam. Naruto lalu mencoba menyentuh bagian tubuh Hinata yang sensitif seperti puting dan kemaluannya, tetap tidak ada reaksi.
"Kau tidak mati kan?! Kau tidak boleh mati! Kau tidak boleh meninggalkanku!! Kau dengar Hinata?!", Naruto mengguncang tubuh Hinata dengan perasaan cemas dan ketakutan.
"Teeeet!" bunyi bel pintu mengagetkan Naruto. Cepat-cepat dia membenahi celananya lalu menuju pintu depan.
" Siapa?" tanyanya.
" Ini aku Naruto! Cepat buka pintu atau aku akan menyuruh satpam membukanya paksa!" suara mengancam yang sangat dikenalinya terdengar. Suara ayahnya.
Naruto berjengit panik. Naruto segera berlari ke pintu kamarnya dan menguncinya lalu berlari kembali ke pintu depan dan segera membukanya. Seorang lelaki tampan berambut pirang bermata biru dan berwajah mirip dengan Naruto berumur empat puluhan masuk lalu menatap wajah Naruto.
" Sudah dua hari kau mematikan ponselmu dan tidak membuka emailmu dan kau juga tidak bisa dihubungi lewat telpon rumahmu. Kau membuat ibumu sangat cemas dan menyuruhku mengecek keadaanmu. Sekarang katakan apa masalahmu hingga berbuat seperti itu?! Kau marah karena kami tidak bisa datang saat ulang tahunmu? Tapi kau sendiri yang bilang tidak ingin merayakannya." kata Namikaze Minato, ayah dari Naruto itu sambil memandangi anaknya.
" Maaf. Aku hanya sedang tidak ingin diganggu saja." kata Naruto tersenyum gugup.
Pemuda pirang itu menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal untuk menutupi kegugupannya.
Tapi Minato yang hafal tabiat anak tunggalnya itu langsung tahu Naruto sedang menyembunyikan sesuatu.
" Ada apa? Apa yang kau sembunyikan?" tanya Minato curiga.
" Tidak ada Pa. Aku tidak menyembunyikan apa pun." jawab Naruto gugup. Minato menatap Naruto lalu melihat sekeliling ruang tamu lalu ruang makan dan dapur lalu matanya melihat pintu kamar Naruto yang terkunci.
"Ada apa dalam kamarmu?" tanya Minato curiga pada Naruto yang berdiri di depan pintu kamarnya.
" Tidak ada. Hanya saja aku belum sempat membereskannya jadi sebaiknya Papa tidak usah masuk. " Naruto tersenyum gugup. Minato makin curiga dengan sikap Naruto.
" Buka atau aku akan menghancurkan pintumu dan tidak akan menggantinya." ancam Minato.
Dengan perasaan cemas dan ketakutan, Naruto membuka pintu kamarnya. Minato terbelalak kaget melihat seorang gadis terikat dalam keadaan telanjang di ranjang anaknya.
" Ya Tuhan! Naruto! Apa yang kau lakukan pada gadis ini?!" teriak Minato. Dia segera mengambil kain yang tergeletak di lantai dan menutupkannya ke tubuh telanjang Hinata.
" Dia pacarku Pa! Dan kami sedang melakukan semacam permainan!" bohong Naruto.
" Hentikan kebohonganmu Naruto!! Cepat lepaskan talinya!!" teriak Minato. Naruto segera melepaskan semua ikatan Hinata. Minato memeriksa nadi gadis itu dan merasa sangat cemas mengetahui nadi gadis itu terasa sangat lemah.
" Kita harus segera membawanya ke rumah sakit! Cepat kau telpon ambulance!" teriaknya panik. Naruto segera menyambar ponselnya lalu menelpon ambulance.
" Apa yang telah Naruto lakukan padamu Nak?" kata Minato miris melihat keadaan Hinata.
" Teeet!" suara bel pintu mengagetkan Naruto dan Minato.
" Itu pasti petugas ambulance!" seru Naruto lalu membuka pintu. Seorang pria dengan rambut berkuncir seperti nanas masuk.
"Maaf, saya dari Nara All In Service ingin mengecek keberadaan staff kami karena bekerja melebihi batas waktu tanpa melapor. Apakah dia masih di..." pria berambut nanas itu tidak bisa melanjutkan ucapnya. Dia terbelalak kaget melihat Hinata yang ada di gendongan Minato.
" Mana ambulancenya Naruto? Dan siapa pria ini?" tanyanya.
" Hinata!! Apa yang terjadi padanya?! Apa yang kalian lakukan pada Hinata?! " teriak pria itu panik.
" Entah apa yang dilakukan anakku yang bodoh itu tapi yang pasti gadis ini perlu pertolongan dokter sesegera mungkin. " ucapnya sambil menatap tajam wajah Naruto. Naruto hanya bisa melihat Hinata yang terlihat sangat menyedihkan dengan perasaan bersalah.
Hinata dibawa dan dirawat di rumah sakit. Selama gadis itu pingsan, Naruto selalu menjaga di sampingnya. Naruto bertekad akan bertanggung jawab atas perbuatannya pada Hinata.
TBC
*******