~Happy Reading~
***
"Sha... banguuun...!!!" Alarm alami itu kembali mengaung setiap pagi.
"Mampus! Kesiangan again!" Dasha menyibak selimutnya dan bergegas ke kamar mandi setelah mendengar alarm alami dari teriakan mamanya.
Dasha Alexandra. Sosok gadis keras kepala dan tidak menyukai peraturan-peraturan dalam keluarganya. Karena itu ia cenderung melanggar peraturan.
Dasha memiliki sikap dingin dan acuh namun dibalik semuanya itu ia sangat sayang dan peduli pada kakak perempuan satu-satunya.
"Pagi.. Ma.. Pa...!" Sapa Dasha sambil mencomot roti tawar milik kakaknya yang akan mau dimasukkan ke rongga mulutnya.
"Kebiasaan deh kamu, Sha!" Gerutu kakaknya--Stacey Caroline, memutar bola matanya ke atas.
"Udah telat, Kak. Dosen killer menanti, takut kena semprot lagi." Jelas Dasha mengecilkan suaranya saat mengatakan kata lagi agar tak terdengar oleh Stacey.
"Apaaaa?!" Stacey membulatkan kedua bola matanya.
"Nggak.. nggak apa-apa, Kak. Ya udah aku berangkat ya. Dahh semuanya," tak lupa Dasha cipika cipiki dulu sama mama, papa, dan kakaknya sebelum berangkat ke kampus.
Dasha segera menaiki dan men-starter motor Ninja-nya. Ia lebih suka naik motor daripada mobil. Alasannya lebih santai.
***
Setelah menempatkan motornya di parkiran, Dasha bergegas menuju kelas. Berlali kecil di koridor dan akhirnya sampai di kelas.
"Hampir telat lo, Sha!" Ucap Stevany. Sahabat Dasha sejak SMA. Hanya Stevany yang Dasha percaya sebagai sahabatnya.
Stevany Claudia. Cewek feminim, memiliki paras cantik dengan rambut lurus panjang. Iris mata berwarna coklat dan bulu mata lentik. Sangat berbeda dengan Dasha. Penampilan mereka kelihatan mencolok sehingga mereka kerap menjadi bahan pembicaraan di kampus. Dasha dengan penampilannya bisa dibilang seperti cowok. Kaos oblong dibalut kemaja, celana jeans dan sepatu kets. Walaupun gaya tomboy, ia tak berniat memotong rambutnya. Rambut panjang berwarna coklat dan bergelombang. Ia juga cantik tanpa polesan kosmetik.
"Kesiangan gue bangunnya," jawabnya malas.
"Oh iya kelas selesai kita kumpul bareng temen-temen gue yuk?" Ajak Dasha.
Stevany ragu untuk menjawab.
"Temen lo kan cowok semua, gue malu ah!" Jawabnya.
"Kan ada gue, emang lo anggap gue berkelamin apa?"
"Iya... iya deh," ucap Stevany.
***
"Lama nggak bro nungguin gue?" Tanya Dasha pada salah satu temannya.
"Lumayan," jawab temannya dan melirik Stevany.
Dasha duduk disusul Stevany disebelahnya.
"Sha, gue nggak nyaman disini," bisik Stevany agak risih.
"Tenang aja, mereka jinak-jinak kok." Dasha terkekeh, membuat Stevany tersenyum.
Tiba-tiba serangga kecil melintas di depan Dasha.
"Aaaaa.... kecoak!! I...tu.. kecoak! Musnahin.. buruan!!" Teriak Dasha panik, ia segera naik di kursi. Takut.
"Lo takut kecoak, Sha?" Tanya Stevany polos.
"Gu..gue nggak takut...cuma jijik gue!" Sahut Dasha terbata-bata.
"Hahahaha...." tawa teman-teman Dasha terbahak-bahak.
"Sama kecoak aja lo sampai naik ke kursi gitu. Gue kira kecoak itu cemilan lo sehari-hari, Sha." Ledek Kevin salah satu dari ketiga temannya.
Wajah Dasha merah padam menahan malu. Ia sangat kesal dengan ledekan si Kevin.
"Udah hilang, Sha. Ayo turun!" Ajak Stevany memegang tangannya.
"Sabar-sabar, Sha!" Batin Dasha dalam hati. Dasha menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia menahan rasa kesalnya.
"Pada puas lo semua ledekin gue! Terusin ketawa sepuasnya sampai gigi kalian kering!" Jelas Dasha rada emosi.
"Wuidihh... sorry... sorry..." Kevin menghampiri Dasha dan mencakup kedua tangannya.
Dasha melipat tangannya di perut. Ia menoleh ke samping, tidak menghiraukan Kevin.
"Jangan ngambek dong, Sha." Bryan dan Jhon menimpali.
Melihat tingkah mereka, Stevany tersenyum geli.
"Udah ah... kita pulang Van!" Dasha menyeret Stevany. Dan mau tidak mau Stevany hanya menurut, mengikuti langkah cepat Dasha, hingga jalan Stevany terseok-seok.
"Pelan-pelan dong jalannya, gue hampir jatuh nih, Sha!" Protes Stevany.
Dasha menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah Stevany.
"Habisnya gue kesel banget sama mereka!"
"Oh iya ikut gue yuk?" Lanjut Dasha.
"Kemana?"
"Ayolah!"
***
"Gilaa..! Lo bawa motor? Gue pake rok, mana motor lo tinggi banget, susah naik gue, Sha!" Gerutu Stevany.
Dasha mendengus dan memutar bola matanya. "Lo bawa mobil?"
"Bawa kok,"
"Pake mobil lo aja kalau gitu," ujar Dasha polos.
"Trus motor lo gimana?"
"Udah tenang aja, pasti aman kok. Nanti gue bilang sama security-nya," ujarnya memastikan.
"Gini nih ujung-ujungnya gue juga, ganti bensin!" Keluh Stevany.
"Iya.. iya.. gue ganti, noh air sungai gartis, ganti pake air sungai aja!" Dasha terkekeh melihat Stevany melotot ke arahnya.
"Peace," Dasha mengangkat tangannya, mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya.
"Buruan, lo yang bawa!" Menyodorkan kuncinya ke Dasha.
***
Mereka hanya keliling-kelilung di jalan. Nggak jelas mau kemana.
Tiba-tiba matanya tertuju ke arah seseorang. Tepat di Taman Kota.
Dasha mengenalnya. Sangat.
"Ngapain lo berhenti disini?" Tanya Stevany, ikut menoleh ke arah yang dilihat Dasha.
"Lo kenal mereka?" Lanjut Stevany.
Dasha tidak menjawab pertanyaan Stevany, ia mengeratkan cengkeraman tangannya di kemudi. Nafasnya berburu. Ia sangat marah melihat pemandangan itu.
"Gue mau pulang!" Ucap Dasha datar.
"Tapi-"
Belum sempat Stevany menyelesaikan kalimatnya. Mobil sudah melaju dengan kecepatan di atas rata-rata.
"Anjir... kesambet lo!" Stevany kaget, mengeratkan genggamannya pada seat belt.
"Pelan-pelan, Sha! Mobil gue belom lunas!" Bentaknya.
Dasha tidak menghiraukan, ia tetap mengemudi dan hanya fokus ke depan. Malah ia menambah kecepatannya. Stevany memejamkan matanya, bibirnya komat-kamit nggak jelas. Pasrah. Mungkin itu yang ada di pikiran Stevany.
***
Mobil berhenti. Mereka sampai di rumah Dasha. Dasha segera keluar dari dalam mobil.
"Besok jemput gue!" Ucapnya sebelum menutup pintu mobil Stevany. Ia hanya menggangguk-angguk, ia masih shock dengan perjalanan tadi. Tidak, balapan liar tepatnya.
Dasha melangkah cepat menuju pintu, ia menggedor pintu dengan kasar.
"Bi... Bibi... bukaaa!!! Dasha sudah tak sabar.
"Iya... iya sebentar, Non!" Akhirnya suara dari balik pintu terdengar oleh Dasha.
Ceklek
"Lama banget sih!" Bentaknya.
"Tadi lagi di-"
"Mana kakak?" Potong Dasha tidak ingin mendengarkan penjelasan Ranty. Bibi Ranty sudah cukup lama bekerja di rumah keluarga Wilson. Ia tahu betul kalau saat ini majikannya sedang marah. Ranty hanya menundukan kepalanya, tidak berani menatap wajah Dasha.
"Nona Stacey di kamarnya, Non." Ucap Ranty masih menunduk.
Dasha berlalu tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Ia menuju kamar kakaknya yang sedari tadi ingin dicari sejak melihat pemandangan memuakkan di taman tadi.
Braakkk
Stacey terkejut dan langsung mendongakkan wajahnya ke arah suara tersebut. Ia menutup buku yang dibacanya.
"Bisa nggak sih sopan sedikit, ketok pintu dulu kek. Jangan kasar gitu buka pintunya!" Ucap Stacey ketus.
"Jauhi Richard, Kak! Dia itu brengsek!"
Tbc.
Jangan lupa vote & comment-nya ya.. makasi yang uda mampir baca cerita ini:)