Zenia [Terbit]

By NadyrPtr

99.6K 4.7K 569

Kenapa sulit sekali untukku melihat masa depanku? Aku bisa melihat masa depan orang lain yang berputaran deng... More

Abu-Abu dan Biru
Keberuntungan
Jangan Anggap Aku Berbeda
Indigo
Ada yang Tertarik Padaku
Mereka Si Penganggu dan Dia Si Tukang Ikut Campur
Bimbang
Benarkah Ini?
Kurindu
Indah
Rasa Takut
Mana Masa Lalunya?
Dinda
Apakah Aku Jatuh Cinta Padanya?
Kamulah yang Kubutuhkan
Bertanya
Kejujuran
Bersekutu
Ucapan Suka dan Sayang
Sepasang Jam Tangan
Semakin Dekat
Telah Kusampaikan Maafnya
Info Terbit
Info Diary Indigo
Kenal Lebih Dekat
Nongol Mulu
Info Pre-Order Bisakah Aku Bahagia?
Info Malam Lailatul Qadar
Masih Tanya-Tanya Sampai Akhir Hayat
Mohon Dukungannya
Ingin Bertanya Mohon Dijawab
Minta Sedikit Waktunya
Vote Cover
Info Tanggal PO
Info Unpublish dan Cover Yang Terpilih
Pre Order Zenia dan MLQ
Cerita Baru

Aku, Zenia ...

10.5K 364 126
By NadyrPtr

Tidak ada yang bisa percaya bahwa aku anak yang normal seperti anak-anak lainnya. Aku bisa dikatakan anak genius. IQ-ku tidaklah rendah. Bahkan di atas rata-rata. Tapi, kenapa aku dianggap aneh dan berbeda? Aku bukan anak bodoh apa lagi idiot. Aku berfisik normal seperti banyak orang. Tubuhku memiliki tinggi 150 cm, aku tidak bungkuk, aku pandai merawat diriku, aku tidak ada cacat. Komunikasiku dengan orang lain selalu lancar. Aku seperti anak normal lainnya. Tapi, kenapa semua orang menganggap aku berbeda.

Namaku Zenia Assyifa Mecca. Seorang anak perempuan dari pasangan dokter dan juga seorang pemilik penerbit dan toko buku terbesar di Indonesia. Aku selalu mengatakan pada mama dan papaku bahwa aku normal. Aku tidak gila ataupun aneh apa lagi berbeda. Aku hanya anak manusia biasa yang punya cita-cita tinggi seperti anak lainnya. Aku memang tidak pernah banyak bicara. Sama siapa pun. Seumur hidup, aku belum pernah memiliki sahabat sampai sekarang. Umurku saat ini adalah 17 tahun. Dan terakhir aku berinteraksi dengan orang luar rumah saat aku berumur 6 tahun. Sudah lama bukan? Saat aku mulai beranjak remaja bahkan aku sudah selesai Sekolah Menengah Atas, aku hanya seorang diri tanpa ditemani oleh seorang teman bersosok manusia. Ini kisah nyataku. Maka akan aku ceritakan bagaimana aku saat ini. Saat aku berumur 17 tahun ini. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di hidupku beberapa tahun ke depan. Dengan dimulainya cerita ini, aku menceritakan kisah baru saat aku lepas dari kandangku. Kandang yang sangat aku benci. Kandang dengan nuansa kayu yang berinterior Jawa klasik.

Aku menghentikan gerakan tanganku yang sedang mengepang rambut ikal cerlyku yang berwarna cokelat agak kemerahan. Kulangkahkan kakiku ke kamar mandi yang berada di sudut kamar untuk membersihkan tanganku dari segala kuman. Lalu aku kembali berdiri tepat di depan meja rias. Aku meraih sepasang botol soflen dan membukanya dengan cepat. Kuraih satu soflen yang ukurannya paling kecil senormal mata manusia biasa yang berwarna hitam pekat itu. Sengaja aku memilih soflen yang berbentuk mata manusia pada umumnya agar tidak ada yang mencurigaiku dan mengatakan aku centil di hari pertama aku di kehidupan baruku ini. Aku langsung mengenakannya dan menutup mata asliku. Aku tidak mau dikatakan aneh oleh semua orang.

Aku sudah siap dengan mataku. Lalu kukerjakan hal yang lain lagi. Aku memasang pita kecil-kecil yang sudah dihias pada jepitan kecil. Pita-pita ini kupasangkan dirambutku yang sudah dikepang. Saat sedang asiknya aku bermain dengan rambutku, kurasakan seseorang berdiri di dekatku dan memilih duduk di sofa meja rias. Aku lirik dia sekilas dengan senyuman yang kuhadiahkan untuknya di pagi hari. "Hai," sapaku yang kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan awalku.

"Hai, Ze!" balasnya yang kini sedang meneliti gerakanku. "Kamu mau ke mana?" sambungnya dengan melontarkan sebuah pertanyaan.

Kulirik sekilas ia yang terus melihat gerak-gerikku dengan kuhadiahkan lagi senyuman yang menandakan aku sedang bahagia hari ini. "Mau ke kampus," jawabku singkat yang masih terus tersenyum. Senyuman bahagia ini menandakan aku bahagia karena bisa keluar dari rumah untuk berinteraksi jangka panjang. Jantung ini deg-degan saat mengingat kejadian apa yang akan terjadi nantinya. Dan aku mencoba menerawang seperti apa hariku ini. Akan terus bahagia, atau ... akan buruk! Apa pun itu, aku harus menikmati masa bebasnya aku dari kandang yang amat suram ini.

"Apa itu kampus?"

Aku menyudahi kegiatanku dengan pita-pita kecil. Kini aku sedang menyiapkan peralatan lainnya. Hari ini hari pertamaku menjalankan OSPEK. Aku tidak tahu seperti apa OSPEK itu di dunia nyata. Karena selama ini, aku hanya mengetahuinya melalui film dan juga berita. Sembari aku berjalan ke sana ke sini di dalam kamarku, aku meladeni setiap pertanyaan yang ia lontarkan untukku. "Kampus itu sejenis sekolah gitu. Tapi, kalau di sekolah kita belajar semua mata pelajaran yang ada di Indonesia, kalau kampus itu hanya mempelajari satu jenis mata pelajaran dengan keseluruhannya. Kita hanya fokus pada satu pembahasan saja," jelasku panjang lebar. Ah, kuharap dia mengerti.

"Kamu akan sekolah di tempat umum?"

"Iya!"

"Bagaimana dengan Miss Keysha?"

"Aku sudah lulus dari yayasannya dan tidak lagi belajar sama beliau. Aku sudah diperbolehkan sekolah di tempat umum oleh Miss Keysha."

Aku menyudahi segala persiapanku di pagi ini. Kini, aku berdiri tepat di hadapannya. "Mana anak-anak lainnya?" tanyaku mencoba mencari teman-temanku yang lainnya yang sekarang lebih sering kusebut anak-anak.

"Aish! Kamu tidak sopan, Ze! Dasar orang tua!" rutuknya yang bangkit lalu menghilang dari hadapanku. Aku terkekeh melihat tingkahnya yang menggurutu di pagi ini.

Kuraih tas ransel berwarna putih di atas meja belajarku. Tas itu sudah berisi segala peralatan yang kuperlukan selama di kampus nanti. Kuraih sepatu hitam dan langsung keluar dari kamar. Berjalan dengan riang menuruni tangga satu per satu sembari bersenandung lagu kesukaanku dan anak-anakku. Hanya lagu Belanda yang tidak kupahami artinya. Yang mengajariku adalah anak-anakku. Dia sendiri tidak tahu apa artinya. Yang ia ingat, dulu saat ia susah tidur, mamanya selalu menyanyikannya lagu itu. Dan saat aku kecil, kala aku susah tidur, ia selalu menyanyikan lagu itu untukku sehingga aku menghafalkan lagu itu kini.

Kuletakkan tas ranselku di atas sofa ruang keluarga. Di beberapa sofa yang ada di ruangan ini sudah diisi oleh tujuh anak dengan wajah yang berbeda-beda keturunannya. Aku kini berdiri tepat di depan mereka dengan senyum yang mengembang. Aku akan memberi beberapa perintah untuk mereka sebelum aku meninggalkan rumah hari ini.

"Oke, guys! Dengar aku baik-baik, jangan ada yang berani memotongnya," ujarku membuka pembicaraan antara kami. Aku berdiri dengan berlagak seperti bos yang sedang memberi peringatan pada pegawainya yang berbuat salah. Kulihat mereka satu per satu dengan senyuman yang masih mengembang. "Hari ini aku akan memulai hidup yang berbeda seperti biasanya. Mulai hari ini, aku akan jarang di rumah. Aku akan sekolah di sekolah umum. Aku tidak akan sekolah di rumah lagi dengan Miss Keysha. Jadi, kalian jangan pernah muncul di dekatku saat aku di sekolah atau pun di mana saja. Kecuali, aku memanggil kalian. Kalian mengerti?" tanyaku di akhir penjelasanku tentang peringatan yang kuharap mereka memahaminya.

"Kenapa kami tidak boleh muncul? Kami 'kan teman-teman kamu, Ze," protes pertama keluar. Protes itu keluar dari mulut anak lakui-laki tampan yang tinggi sekitar 147 cm di atas normal tinggi anak-anak Indonesia. Anak laki-laki itu berparas bak anak Belanda yang sangat tampan. Dia lebih tampan dibandingkan dengan anak-anak lainnya yang berjenis kelamin laki-laki. Dengan rambut perang keemasannya semakin membuat ia mempesona.

Aku melirik jam tangan berwarna putih yang sudah melingkari tanganku. Waktuku masih panjang. Jadi aku masih bisa meladeni mereka. "Kalian memang teman-temanku. Tapi yang bisa melihat kalian itu hanya aku. Ayolah, kalian pasti paham. Kalian tahu segalanya, bukan?"

"Sudahlah, Ze! Biar saya yang akan menjelaskannya pada mereka."

Sebuah suara yang menyejukkan terdengar dari belakangku. Kulihat semua wajah jahil teman-temanku menciut. Aku tahu, mereka paham dengan maksudku. Hanya saja, anak-anak tetaplah anak-anak. Mereka akan jahil karena ingin bermain dan juga tidak mau disingkirkan dalam prioritas hidupku. Bagaimana tidak, sudah 14 tahun kami bersama dan bermain bersama. Aku tahu mereka pasti takut aku tidak punya waktu lagi untuk mereka.

Aku memandang mereka dengan wajah kesalku. Mereka hanya cengengesan melihat aku tahu maksud mereka saat ini. "Kalian sangat jahat! Kalian menjahiliku," rutukku pura-pura kesal yang dibalas dengan tawa yang menggelegar dari mereka. Jika saja aku tidak terbiasa, mungkin aku sudah lari terbirit-birit. Untunglah ini hal yang wajar untukku. Ini sudah menjadi makanan sehari-hariku.

"Ini tidak lucu!" rutukku lagi yang kini membalikkan badanku. "Hukum anak-anakmu, Bunda. Mereka sungguh jahil," lanjutku dan seketika, mereka semua terdiam. Aku tertawa puas melihat wajah ketakutan mereka. Aku tak menyangka dan masih tidak habis pikir, kenapa mereka bisa takut dengan Bunda yang sangat menyayangi mereka.

Aku berjalan ke arah ruang makan. Di sana, sudah terlihat Bi Nimas yang sedang menghidangkan nasi goreng yang menggiurkan. Aku langsung duduk di kursi makan utama dan kini, Bi Nimas dengan sangat sabar melayaniku. Selalu seperti ini. Aku tuan putri di rumah ini. Bi Nimas yang menyayangiku selalu ada di dekatku kapan saja. Ah, andai mama yang seperti ini, aku sangat bahagia.

"Pagi, Bi," sapaku begitu aku sudah duduk di kursi kebanggaanku.

Bi Nimas meraih piringku dan menuangkan sesendok nasi goreng yang lezat. Tidak lupa sepotong telor dadar dengan dicampuri kentang di dalamnya. Ia menuangkan susu putih ke dalam gelas dengan senyuman yang terus merekah. Aku tidak pernah melihat ia cemberut ataupun lelah. Asisten rumah tanggaku sangat hebat. Ia tak pernah terlihat lelah dengan kesibukannya di rumah ini. Aku mulai makan. Ia pun ikut duduk di kursi lainnya yang ada di meja makan. Ia selalu setia menungguku selesai makan. Ia hanya duduk sambil tersenyum melihatku dan sesekali mengelus rambutku. Sering kuajak ia makan bersamaku, selalu ditolaknya. Ia pengganti sosok nenek yang sudah lama meninggalkanku.

Aku mengedarkan pandanganku ke arah ruang keluarga yang tidak dibatasi apa-apa dengan ruang makan. Di sudut ruang keluarga itu, ada sebuah kamar yang sangat kurindukan dua orang muncul dari balik sana. Jika mereka muncul, itu sebuah keajaiban yang luar biasa. "Mama sudah pulang?" tanyaku pada Bi Nimas yang raut wajah senyumnya berubah sendu saat melihat raut wajahku yang sendu.

"Ibu piket malam, Non."

"Papa?"

"Keliling kota untuk periksa perkembangan cabang toko buku dan penerbit, Non."

Aku menghembuskan napasku dengan berat. Selalu seperti ini. Walaupun sebelum hari ini tiba aku sering di rumah, kedua orang tuaku akan sangat jarang muncul di rumah ini. Kalau Mama, ia akan ada waktu untukku jika ia piket malam. Tapi, itu pun tidak akan lama. Ia pasti akan kembali masuk ke kamar atau ruang kerja Papa dengan alasan bahwa ia membuat laporan atau mengecek laporan keuangan rumah sakit. Aku jengah! Mama pemilik rumah sakit. Tapi entah kenapa ia masih saja menjadi dokter di rumah sakitnya sendiri. Tidak bisakah ia diam di ruang kerjanya di sana hanya untuk mengecek rumah sakit saja? Atau ... cari pekerja di bidang itu. Ah, entahlah! Aku pasti hanya anak-anak. Aku tidak akan bisa mengerti jalan pikiran mereka. Aku hanya bisa diam walaupun aku lelah dikacangkan oleh kedua orang tuaku. Kukira, pemilik itu akan duduk-duduk saja menghabiskan hari di rumah bersama keluarga, ternyata tidak!

Kuteguk susu hingga habis setengahnya. Lalu kuraih serbet dan mengelap sudut bibirku. Aku mengecup pipi Bi Nimas tanpa kata. Moodku sudah hilang saat melihat kedua orang tuaku tidak ada di kehidupan baruku ini. Aku berjalan ke arah ruang keluarga yang di sana masih ada anak-anak. Kuraih tas dan berjalan keluar rumah. Begitu aku menginjak teras, sebuah mobil terpakir indah dengan pintu mobil yang terbuka lebar. Aku masuk ke dalamnya dan duduk di bagian penumpang. Aku pergi dari rumah memulai hidupku tanpa kata.

Aku, Zenia ...

Si gadis aneh yang akan terus aneh sepanjang masa.

Kenapa seperti itu?

Lihat saja! Bahkan orang tuaku bukan lagi menatapku aneh seperti orang-orang. Malah mereka menganggapku tidak ada! Mereka lebih memilih pekerjaan bukan diriku. Ah, aku tidak tahu apa yang akan terjadi di kehidupanku nanti. Andai aku bisa melihat masa depanku sendiri, aku akan bisa menghindarinya dan membuatnya menjadi indah.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 87.7K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
69.6K 9.6K 55
Tak ada yang paling mengerikan selain suara jeritan permintaan tolong di saat mereka sudah hampir di ambang Kematian. Bisikan-bisikan itu membuatku t...
822 310 39
{Buku Pertama: Sekolah Aneh Buku Kedua: Misteri dan Memori Buku ketiga: Black Hawk Buku keempat: Kembali SA Buku Kelima: Penggila Cinta} [Di tulis:...
163K 15.8K 40
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...