Rain(y) Rei (COMPLETED)

By ruyithethinker

4.9K 414 61

Rainylia Lilian Putri tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan berubah setelah menabrak malaikat tak bersay... More

Prolog
Rain(y) Rei | -1-
Rain(y) Rei | -2-
Rain(y) Rei | -3-
Rain(y) Rei | -5-
Rain(y) Rei | -6-
Rain(y) Rei | -7-
Rain(y) Rei | -8-
Rain(y) Rei | -9-
Rain(y) Rei | -10-
Rain(y) Rei | -11-
Intermezzo
Rain(y) Rei |-12-
Rain(y) Rei | -13-
Rain(y) Rei | -14-
Author's Note (PENTING!)
Rain(y) Rei | -15-
Rain(y) Rei | -16-
Rain(y) Rei | -17-
Rain(y) Rei | -18-
Rain(y) Rei | -19-
Rain(y) Rei | -20-
Rain(y) Rei | -21-
Rain(y) Rei | -22-
Rain(y) Rei | -23-
Rain(y) Rei | -24-
Rain(y) Rei | -25-
Rain(y) Rei | -26-
Rain(y) Rei | -27-
Rain(y) Rei | -28-
Rain(y) Rei | -29-
Rain(y) Rei | -30-
Rain(y) Rei | -31-
Intermezzo
Epilog

Rain(y) Rei | -4-

178 15 1
By ruyithethinker

All i ever do is survive

Dirgatta Reihansel Wijaya


"

"Hajar La!" "Jangan kasih ampun!" "Dia ganjen banget!" dan berbagai bisikan lainnya.

"Oh, oh, oh! Jadi sekarang si ganjen ini ngedeketin kak Rei!"

'Plak!'

Satu tamparan keras mendarat dengan mulus di pipi kanan Rain.

"La tadi pagi gue liat dia ganjenin kak Rei di parkiran!"

Lala mengepalkan tangannya. Tangannya bergerak menjambak rambut Rain kuat dan menamparnya.

"Kak Rei cuma milik gue! Sadar diri dong! Berapa banyak lagi yang mau lo tikung?!"

Rain dibanting sampai menabrak tembok yang membuat punggungnya nyeri.

"Girls! Kasih dia pelajaran!"

Ia langsung diterjang oleh seluruh anak buah Lala yang daritadi sudah menunggu seperti singa kelaparan.

Tidak peduli lagi tubuhnya ingin dipukul seperti apa. Rain sibuk melindungi kakinya tanpa mementingkan tubuhnya yang lain. Yang penting kakinya terlindungi. Kalau kakinya terluka , ia tidak akan bisa berjalan.

'Brakk!'

Mereka semua berhenti memukuli Rain. Menoleh kebelakang melihat siapa yang menganggu aktifitas mereka dan hendak memakinya. Tapi sedetik kemudian, mereka semua menegang.

Sial!

Bagaimana bisa Rei berada di sini? Kamar mandi ujung lorong 12 IPA sama sekali tidak pernah terjamah oleh siapapun.

Rahang Rei mengeras. Wajahnya datar tapi terlihat sangat mengerikan. Ekspresi yang sangat mematikan.

"Sp satu buat kalian semua! Bubar!!!"

Rain membelakkan matanya. Baru kali ini ia mendengar seorang Rei yang emotionless marah dan membentak.

Teman-teman Lala sudah lama pergi karena ketakutan. Lala masih saja memandangi Rain yang berusaha duduk dengan sinis.

"Awas lo! Liat aja nanti!" Ia menghentakkan kakinya dan pergi.

Rei menghela nafas menghampiri Rain yang terduduk. "Hai kak!"

Cengiran lebar miliknya disambut gelengan kepala Rei. Saat ini pun anak ini masih bisa tersenyum.

Rei berjongkok melepas jaket hitamnya dan memberinya pada Rain. "Pake, tutupin luka kamu. Ayo ke UKS."

Rain mengambil jaket hitam itu dari tangan Rei dan memakainya. Ia terkekeh menyadari tubuhnya yang tenggelam dalam jaket hitam Rei yang kebesaran untuknya.

"Aku bisa ke UKS sendiri kak." Rei malah nampak tidak peduli dan membantu nya berdiri.

Seluruh siswa-siswi menatap mereka aneh. Keluar dari toilet yang tidak pernah terjamah oleh siapapun dengan keadaan Rain babak belur. Tatapan itu seolah bertanya. Mereka kenapa?

Sesekali Rei menahan punggung Rain yang oleng dengan telapak tangannya. Walaupun kakinya dilindungi, tapi tetap saja terluka. Ditambah luka kemarin dan juga luka ditubuhnya sekarang. Rain sama sekali tidak bisa berjalan dengan benar saat ini.

"Kamu jalan aja mau jatoh terus. Gimana jadinya kalo tadi aku biarin sendiri?" bisik Rei. Rain diam tapi cengirannya kian melebar.

Rei menarik Rain masuk kedalam dan menuntunnya untuk duduk di blankar. "Duduk."

Rei mendengus kesal menatap sekelilingnya. Lagi-lagi dokter jaga tidak ada. Kalau begitu pecat saja.

Tadinya Rain ingin mengambil obatnya sendiri. Tapi tatapan tajam serta nada bicaranya tadi benar-benar membuat nyali Rain ciut. Jadi lebih baik ia duduk dan melepas jaketnya.

Rei menghampiri Rain dengan sekotak obat ditangannya. Menarik kursi dan duduk dihadapan Rain.

"Tahan sebentar." Rei mengobati Rain dengan telaten. Terkadang Rain meringis kecil ketika memar ditubuhnya disentuh kapas.

Luka dan memarnya sangat banyak. Ada yang bekas kemarin-kemarin. Hari ini Lala dan anak buahnya lebih brutal dari sebelumnya.

Pipi dan kepala Rain sampai berdenyut nyeri karena jambakan dan tamparan dari Lala.

"Aw!" Rain menepis tangan Rei yang menyentuh pipinya. Rasanya sakit, sangat sakit.

"Maaf, tahan sebentar." Rei kembali mengobatinya. Ia menurunkan tangannya. Selesai sudah dirinya mengobati Rain.

"Makasih kak." Rain mengelus kepalanya yang berdenyut.

"Hmm." Rei duduk lagi di hadapannya setelah mengembalikan kotak obat itu di tempat semula.

"Kepalamu kenapa?" Rain menurunkan tangannya. "Sakit, dijambak tadi," cengirnya.

Rei menyentil kening Rain. "Kamu gaada niatan untuk ngebales gitu? Ngelawan? Atau pernah gak kepikiran untuk ngelapor?"

Rain mengerutkan keningnya. "Kenapa aku harus?"

Rei menyentil kening Rain lagi. "Ini udah kekerasan. Gabisa dibiarin lagi."

Rain malah tersenyum. "Aku sama sekali gamau ngebales, ngelawan, atau ngelapor. Pernah kepikiran gak kak? Aku deket sama kakak aja udah begini. Apalagi kalo aku ngelapor atau ngebales? Bisa-bisa tinggal nama doang," ia terkekeh kecil.

"Kalaupun aku lawan, mungkin emang bisa. Tapi mereka itu segerombolan. Aku kan bukan Bruce Lee."

Sejauh ini alasan yang diberikan oleh Rain masih terdengar sedikit masuk akal bagi Rei.

Tapi tetap saja...

"Lagipula kalo aku lapor, aku punya bukti apa? Selama ini yang tau cuma aku dipukulin ya cuma aku. Eh, sekarang kakak tau."

Rain tetap tersenyum. Ia tidak apa-apa. Semuanya baik-baik saja. Pasti, semuanya pasti akan baik-baik saja.

"Aku tetep gaakan bales mereka. Biarin aja nanti mereka dibales Tuhan. Kalo aku ngebales, aku sama aja dong kayak mereka."

...Rain itu terlalu baik.

Ini yang tidak masuk akal bagi Rei
"Kamu tuh bego beneran atau gimana sih?"

Rain tergelak, tertawa renyah mendengar ucapan Rei. "Jahat banget, aku dikatain bego." Pikirannya melayang pada masa kecil.

Rain 7 tahun,

"Ayah..."

Pria berumur yang dipanggil Ayah itu menoleh. Menatap gadis kecilnya yang menangis sesegukan. "Kenapa?"

Rain menghampiri Ayahnya. "Rain dibully. Mereka bilang Rain gak pantes punya temen," katanya sesegukan.

Ayah mengusap kepala Rain. "Rain tau kenapa Ayah namain Rain?" Ia menggeleng pelan.

"Rain bahasa inggrisnya hujan. Hujan itu kuat. Dia tidak pernah mengeluh walaupun jatuh berkali-kali. Makanya Rain harus kuat kayak hujan."

"Lagian kata siapa Rain gapunya temen? Ayah kan temen Rain," ujar Ayah menoel hidungnya.

Rain menyeka hidungnya dan tersenyum. "Kalo gitu Rain harus kuat terus," katanya pada diri sendiri.

"Nah begitu, Rain mengerti kan?"

"Ngerti, Yah!" Rain kecil tersenyum pada Ayah.

"...in. Rain..." Rei menyentil kening Rain sekali lagi.

"Kak, kenapa sih seneng banget sih nyentil jidatku?" Rain mendengus, mengusap keningnya yang sudah disentil 3 kali hari ini.

"Pertama, karena kamu jenong. Kedua, jidat kamu kayak ikan louhan. Ketiga, karena suka aja."

Rain mencibir. "Idih, nyebelin."

Rei mengangkat bahunya tak acuh dan menyentil kening Rain sekali lagi. 4 kali sudah ia menyentil kening Rain hari ini.

"Tapi, kakak baik kayak malaikat," celetuk Rain. "Hah?" Rei mengerutkan keningnya.

"Iya, kakak baik kayak malaikat. Buktinya kakak nolongin aku." Ia tersenyum.

"Hh..." Rei benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Rain.

"Kak..." panggilnya. "Nanti kalo ada Lana, jangan kasih tau kalo aku dipukulin ya kak."

Rei mengerutkan keningnya lagi. Akhir-akhir ini dia jadi suka mengerutkan keningnya tanpa sadar karena ucapan Rain. "Lana siapa?"

"Sahabatku."

Tuh kan, jalan pikiran Rain sama sekali tidak bisa ditebak. Masa sahabatnya sendiri tidak diberi tahu.

"Kenapa gak dikasih tau?" tanya Rei bingung.

Rain menghela nafas. Tidak biasanya Rei jadi secerewet ini. "Belum waktunya kak. Ntar juga aku kasih tau."

Rei menghela nafas berat. "Gak janji." Ia bangkit dari duduknya dan bergegas meninggalkan UKS.

"Rain..."

"Ya?" Rain menoleh melihat Rei di depan pintu.

"Selalu pura-pura keliatan kuat itu sakit lho."

Perkataan Rei membuatnya tersentak pelan. Sebelum akhirnya Rei menghilang dibalik pintu.

'Blaamm.'

Ia tertunduk, tersenyum memandangi cincinnya. "Masalahnya aku masih kuat untuk terus pura-pura."

"Astaga! Rain!!!" Lana membuka pintu UKS dengan kasar. Teriakan Lana berhasil membuat kepala Rain tambah berdenyut.

"Jelasin kenapa lo bisa gini!" tuntut Lana.

Rain menoyor kepala Lana. "Berisik Lan. Sumpah lo toa banget, ini UKS."

"Kasih tau gue lo kenapa!" Walau tidak berteriak sedikitpun, suara Lana tetap menggelegar dan terdengar nyaring.

"Iya gue jelasin tapi jangan teriak ya Lan," bujuk Rain. Lana mendengus pelan dengan tatapan meminta jawaban.

"Kan lo tau gue ceroboh. Tadi gue jatoh dari tangga. Nih jadi memar sama luka. Untung kepala gue gak kenapa-napa."

Rain memang dari dulu pintar membuat alibi. Dan 100% akan membuat orang yang mendengarnya percaya.

Sorot mata Lana yang penuh pertanyaan menatap Rain tajam. "Lo serius?"

Rain sedikit cemas. Jangan sampai Lana mengetahuinya. "Iya Lana. Cewek yang paling cantik kedua di dunia setelah Mama."

Lana duduk di sebelah Rain. "Makanya kalo jalan tuh yang bener!" Ia menoyor kepala Rain.

"Ish, Lana mah. Lagi sakit juga," rengek Rain.

Lana cekikikan. Terkadang sahabatnya ini memang sangat manja.
"Cup, cup, cup. Tayang, tayang, mana cini yang cakit?"

Rain menoyor kepala Lana pelan. "Sana, hush. Geli tau."

Lana mendadak cengo. Sesaat kemudian ia kembali menoyor kepala Rain. "Rain pe'a!"

Rain menyengir lebar. "Lan. Gue gak masuk kelas ya. Tolong ijinin, lukanya masih sakit."

Lana mengacungkan jempolnya. "Tenang aja. Sama gue mah semuanya beres. Ntar gue bilang lo memboloskan diri."

Rain terkekeh dan menggeleng. "Dasar."

Langit yang menggelap menarik perhatian Rei. Matahari sengaja menyembunyikan dirinya dibalik tebalnya awan hitam.

Padahal ini baru jam 3 sore, tapi sekarang sudah sangat gelap.

"Ndra, tukeran dong," katanya. "Tukeran apaan?" tanya Andra. "Mobil. Lo naik motor gue dulu ya. Gue pinjem mobil lo."

Andra melempar kunci mobilnya pada Rei. Untung semuanya sudah pulang. Rei melempar kunci motornya pada Andra.

"Hari ini doang. Besok pagi di sekolah kita tukeran lagi. Thanks Ndra, duluan yo."

Andra mendengus. Sahabatnya satu itu kadang memang suka aneh tiba-tiba.

Andra adalah sahabat Rei, mereka bersahabat sejak kecil. Hanya Andra seorang. Hanya ia yang tau bagaimana hidup Rei saat masih ada si tua satu itu.

Perawakan Andra sama seperti Rei. Bedanya rambut Andra hitam dan matanya abu-abu pekat. Satu tim basket dengan Rei, juga most wanted ke-2 di sekolah.

Ia memandang langit yang menggelap. "Dih bocah!"

Rei membuka pintu UKS perlahan lalu masuk. Rain tertidur di blankar menggunakan jaket hitam Rei.

Dokter jaga sama sekali belum datang. Rei berfikir untuk benar-benar memecat dokter jaga itu besok.

"Rain..." Rei mendekati Rain dan mendapati nya tertidur. Tasnya ada di bawah blankar, sepertinya diantar tadi.

Sebuah notes tertempel disana.

Rain maaf ya gue gak bangunin dan nganterin lo. Lo pules banget, gue gak tega banguninnya. Gue ada acara keluarga. Hp lo udah gue pasangin alarm jam 15.30. Bu Meta udah gue kasih tau kok kalo lo masih di UKS. Ntar dia yang bakal bangunin dan nganterin lo pulang. Disekolah masih banyak orang kok karena masih ada yang ekskul. Jadi lo gak sendiri. Sekali lagi maaf yaa. Cepet sembuh.

-Lana-

Rei mengambil handphone Rain dan mematikan alarmnya. Ia menyelempang tas Rain. Dengan sigap ia menggendong Rain keluar dan pergi menuju parkiran.

Sama seperti Lana, Rei juga sama sekali tidak tega untuk membangunkan Rain.

Rei tersenyum melihat Rain yang tampak lucu karena tubuhnya tenggelam dalam jaket hitamnya yang kebesaran.

Setelah memastikan Rain duduk dengan benar, Rei masuk dan memacu mobilnya.

Ditengah jalan, hujan turun dengan deras. "Untung tadi tukeran." Rei tetap memacu mobilnya sampai di depan rumah Rain.

Hujan kini menyisakan rintik. Rei menyelempang tas Rain dan kembali menggendongnya.

Bi Mun yang kebetulan sedang di depan pintu langsung membiarkan Rei masuk.

"Bi, kamar Rain dimana?" tanya Rei. "Diatas den. Ntar ada tulisannya, Rain."

"Makasih Bi." Rei melenggang pergi ke atas. Kamar Rain cukup dekat. Pas disebalah tangga.

Ia masuk ke kamar Rain. Kamar ini membawa aura yang ceria. Dinding dengan warna biru langit dan foto yang menggantung di setiap sudut.

Ia meletakkan Rain diatas kasur dan menaruh tasnya. Sepertinya jaketnya harus direlakan. Rain pasti akan lupa mengembalikannya dan ia malas untuk meminta.

Sebelum keluar, Rei sempat memandangi foto Rain dan Ayahnya. Rain kecil memegang balon menggandeng Ayahnya di depan biang lala.

"Lucu..."










Haiiii!!!

Maapkeun untuk keterlambatan update. Heheh, aku sedang sibuk karena minggu pertama masuk sekolah.

Beberapa waktu lagi jadwal update bakal kembali lancar seperti sedia kala sebelum yang sekolah menyerang. (Udah kayak negara api yang menyerang😂)

Jangan lupa untuk VOTE dan comment yaa.


Kak Rei potonya ntaps banget yak .

See you guys on the next chapter! Bubyeee....

-Felicia-

Continue Reading

You'll Also Like

8.8M 529K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
4.3M 518K 80
Pembelian Novel Version bisa di shopee momentous.publisher❤ Elbiana Angelista Dewaga, siswi cantik SMA Cendrawasih yang terkenal bersikap dingin dan...
2.1M 332K 67
Angel's Secret S2⚠️ [cepat, masih lengkap bro] "Masalahnya tidak selesai begitu saja, bahkan kembali dengan kasus yang jauh lebih berat" -Setelah Ang...