Twinkle-Twinkle Little Star [...

By aftershadow

10.6K 2K 3.6K

Genre: Family, Romance, Crime, Police Procedural. . Suatu hari Anggi memutuskan untuk kabur bersama putri kec... More

Prolog
TTLS 1
TTLS 2
TTLS 3
TTLS 4
TTLS 5
TTLS 6
TTLS 7
TTLS 8
TTLS 9
TTLS 10
TTLS 11
TTLS 12
TTLS 13
TTLS 14
TTLS 15
TTLS 16
TTLS 17
TTLS 18
TTLS 19
TTLS 20
TTLS 21
TTLS 22
TTLS 23
TTLS 25
TTLS 26
TTLS 27
TTLS 28
TTLS 29
Epilog

TTLS 24

167 29 13
By aftershadow

Malam semakin pekat dan hujan belum juga reda. Bahkan tak ada sedikit pun tanda-tanda langit akan berhenti mengguyurkan air.

Sementara itu, dua orang remaja sejak dua setengah jam yang lalu berteduh di depan sebuah ruko. Pengendara motor yang tadinya berhenti untuk alasan yang sama, pada akhirnya nekat menerobos hujan.

"Sebenernya kita mau ke mana, Kak?"

Rani hanya terdiam memandangi deraian hujan yang jatuh di depannya.

"Aku udah ngantuk, Kak."

"Tidur aja, Fer. Nanti Kakak bangunin kalo hujannya udah reda," ujar Rani memberikan alas sebuah kardus yang dari semalam juga mereka gunakan.

"Kita tidur di sini lagi?"

"Semalem ini aja." Rani berdiri dari posisi jongkoknya. Ia menggerakkan kakinya yang terasa kesemutan.

Sementara itu Ferdi menurut saja pada sang kakak. Ia merapikan alas tidurnya, lalu berbaring menghadap ke arah pintu ruko, membelakangi hujan yang tak kunjung reda.

Waktu berlalu hingga Ferdi terlelap, tapi tidak dengan Rani. Gadis itu duduk di alas kardus dengan menekuk kaki. Perlahan menangis di atas kedua lutut. Sesekali ia menyebut ayah atau ibu dalam tangisnya.

Gerakan Ferdi yang secara tiba-tiba, membuat Rani menoleh. Gadis itu mengira Ferdi terbangun karena suara tangisnya. Untuk yang ke sekilan kali, ia tak ingin terlihat lemah di depan Ferdi.

Rani mendekati Ferdi, memakaikan jaket merah muda miliknya pada sang adik yang tampak menggigil kedinginan.

Namun tiba-tiba, saat Rani tak sengaja menyentuh leher Ferdi, ia mendapati suhu tubuh adiknya yang cukup hangat. Rani kemudian mencoba meletakkan telapak tangan di atas dahi Ferdi, lalu ke dahinya sendiri. Dan apa yang ia khawatirkan beberapa waktu ini, akhirnya menjadi nyata. Sebab, mereka makan terakhir kali adalah dua hari kemarin. Tidur pun di sembarang tempat. Bahkan sempat terkena hujan saat mencoba mencari tempat nyaman untuk berteduh.

Rani tampak gelisah memandangi Ferdi. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan. Yang jelas, ia yakin kalau sekarang Ferdi harus segera mendapat makanan dan obat. Tapi masalahnya, sepeser uang pun ia tak punya.

Lalu, sebuah ide muncul begitu saja.

Gadis itu berlari menerobos hujan. Kemudian berhenti tepat di tengah jalan. Berniat mencegat apa saja yang lewat.

Untuk pertama kalinya setelah Rani berdiri selama tujuh menit, sebuah motor lewat dengan kecepatan sedang. Rani merentangkan kedua tangan dan berdiri dengan yakin. Tapi tak sesuai dengan harapannya, pengendara itu hanya membunyikan klakson dan malah menambah kecepatan motor.

Rani tetap berdiri di tengah jalan dengan kegelisahan. Sesekali melihat adiknya dari kejauhan. Sementara hujan, belum juga berhenti.

Tak berapa lama, tampak sebuah sedan hitam meluncur dengan kecepatan tinggi. Ia berharap, kali ini upayanya akan berhasil.

Suara decitan mobil di antara derai hujan, terdengar cukup nyaring. Rani mengernyitkan pandangan akibat cahaya lampu mobil yang terlalu dekat.

Sementara itu, pengendara mobil di balik kemudi terdengar menyumpah karena terlampau kesal.

Pengemudi yang berusia sekitar dua puluhan tahun itu baru akan membuka pintu mobil, ketika penumpang di kursi belakang tiba-tiba mencegahnya.

"Biar aku saja," ujar pria berkumis itu. Sementara remaja lelaki yang duduk di sampingnya kini memilih bersandar dan memerhatikan apa yang akan terjadi.

Pria berkumis itu membuka payung, lalu segera menutup pintu mobil. Ia kemudian berjalan ke arah Rani.

"Adek ngapain hujan-hujan begini berdiri di tengah jalan?"

Ragu-ragu Rani bicara, "T-tolong kami."

"Apa?" Pria berkumis itu mengernyitkan dahi, tak mengerti.

Rani menunjuk ke arah Ferdi yang berbaring di depan ruko.

Menit-menit berlanjut, Rani penuhi dengan ucapan terima kasih dan rasa syukur. Tapi masalahnya kemudian, apa yang harus ia bayar adalah di luar dugaan.

"Itu pilihanmu. Tapi yang jelas, ga ada yang gratis di dunia ini. Om akan bayarin pengobatan adik kamu. Setelah sembuh, kamu bisa tinggal di salah satu rumah yang Om punya buat sementara waktu."

Rani tak punya pilihan. Tidak, ini sebenernya bukan pilihan. Kalau hanya satu, apa pula yang harus dipilih? Pada akhirnya, itulah yang harus ia jalani. Lupakan tentang kehidupan yang baik di kota. Ia harus menghadapi kenyataan yang ada.

Gadis itu melihat ke arah ruangan Ferdi dirawat. Ia kemudian berkata pada pria berkumis, "Baik. Saya akan melakukannya."

"Bagus, gadis pintar. Kalau gitu, Om mau mengurus administrasinya dulu." Pria berkumis itu melangkah pergi, tapi berhenti di langkah ke tiga. Ia menoleh pada sosok remaja yang tak lain adalah putranya. "Ray, kamu tunggu sini dulu sama ... siapa nama kamu tadi?"

"Rani."

"Oh, iya. Kamu tunggu sini aja sama Rani," ujarnya pada Ray.

Sosok remaja berbama Ray itu duduk di kursi yang ada di depan ruang rawat Ferdi. Tepat di samping Rani yang hanya berdiri.

"Dasar cewek murahan."

Rani mengerutkan kening. Ucapan remaja seusia adiknya itu cukup jelas. Apalagi suasana rumah sakit yang tengah lengang.

"Kamu ngomong apa tadi?"

"Kamu. Mu-ra-han." Ray bicara menghadap ke sembarang arah, yang jelas tak menghadap ke arah Rani.

"Apa?!" Rani hampir berhasil melayangkan tamparan, yang kemudian ditangkis dengan sigap oleh Ray.

"Ayahku menolong kalian. Terus ini balasannya?"

Rani melepas kasar cengkeraman tangan Ray. Sosok di depannya itu kemudian tersenyum miring. Membuat Rani semakin geram. Meski begitu, ia tak bisa melakukan apa-apa.

Kesan pertama antara Ray dan Rani memang tak begitu baik. Namun seiring berjalannya waktu, keduanya bisa menjadi teman. Bahkan tanpa sepengetahuan Ferdi.

Seiring berjalannya waktu pula, pilihan sulit yang harus dihadapi Rani berubah menjadi pilihan tetap di hidupnya. Bersamaan dengan perubahan nama yang kemudian menjadi Clara.

🌟🌟🌟

Jam menunjukkan pukul delapan lebih lima belas menit. Ferdi baru saja menyelesaikan laporannya tentang penangkapan remaja SMA sore tadi.

Kali ini ia harus menerima kegagalannya lagi. Sebab, remaja SMA itu tak terbukti menggunakan narkoba. Juga tak ada bukti kalau siswa itu berada di sana untuk melakukan transaksi seperti dugaan. Ditambah dengan datangnya tiga pengacara sewaan sang orangtua yang tengah sibuk di luar negeri. Lagipula, apa alasan anak dari keluarga kaya untuk berjualan obat terlarang?

Ferdi memijit pelipisnya, teringat akan ucapan Arya beberapa waktu lalu.

"Persiapkan dirimu di rapat minggu depan. Satu kesempatan terakhir, jangan coba sia-siakan."

"Belum pulang, Pak?" Reza yang sedari tadi juga belum pulang, kini mengenakan jaket hitamnya.

"Oh, bentar lagi."

"Kalau gitu, saya pulang duluan, Pak."

Ferdi mengangguk sekenanya.

Beberapa saat kemudian, Ferdi juga memutuskan untuk pulang. Mengistirahatkan fisik dan mental di rumah.

Untuk sejenak, Ferdi ingin mampir ke kafe. Jadi ia mengendarai motornya sebentar, lalu parkir di sebelah motor milik pengendara lain.

Ketika memasuki kafe, Ferdi menghela napas berat. Ia kemudian berbalik, hendak membatalkan diri meminum secangkir kopi. Tapi tiba-tiba Friska berdiri di tengah perbincangannya dengan Arya.

"Ferdi?" Friska berjalan cepat menuju pintu masuk. "Mau latte, kan? Duduk dulu, aku bikinin."

"Nggak, aku mau pulang aja."

Arya yang sedari tadi duduk di tempat kesukaan Ferdi, kini bangkit berdiri. Ia juga berjalan menuju pintu masuk, mendekati Ferdi.

"Aku udah mau pulang." Arya tersenyum aneh pada Ferdi, kemudian tersenyum lebih lebar ke arah Friska. "Aku pulang dulu ya, Fris."

Friska mengangguk dan tersenyum sekadarnya. Sementara Ferdi sudah cukup sebal untuk menanggapi Arya. Entah kenapa, hanya dengan melihat sosok Arya, membuat Ferdi kesal.

Ferdi tak jadi duduk di posisi yang biasa ia tempati. Ia lebih memilih duduk di dekat jendela, terpisah tiga meja dari tempat yang ia suka.

Dalam beberapa saat, Friska sudah kembali dengan membawa secangkir latte.

"Ada masalah?" Friska meletakkan latte di depan Ferdi.

"Masalah kecil," sahut Ferdi lalu menyeruput kopinya.

"Tapi aku rasa masalahmu besar," ucap Friska yang terdengar ragu-ragu.

Ferdi mengerutkan kening lalu memandang ke arah Friska. "Arya yang bilang?"

Lebih ragu lagi bagi Friska untuk menjawab pertanyaan Ferdi.

"Huh." Ferdi tersenyum kesal. Tak percaya dengan apa yang baru saja ia ketahui.

"Sejauh mana hubungan kalian?" Satu lagi pertanyaan tak masuk akal yang meluncur dari mulut Ferdi. Tapi baginya, ini masuk akal. Sebab, tak mungkin Arya menceritakan banyak hal pada Friska kalau tak ada apa-apa di antara mereka.

"Hubungan apa maksudnya? Dia justru ngira kalau kita dekat, dan pengen suapaya aku hibur kamu."

"Omong kosong!" Ferdi sedikit kasar saat meletakkan camgkir di atas tatakan. Membuat beberapa pelanggan lain sedikit kaget dan menoleh ke arah keduanya.

Tapi belum sempat Friska membuka mulutnya lagi, Ferdi sudah bangkit berdiri dan meninggalkan kafe.

Ana yang sejak tadi hanya memerhatikan, kini menyerang Friska dengan berbagai pertanyaan saat wanita itu kembali ke balik meja kasir.

"Kalian pacaran?"

Friska menggeleng pelan.

"Tapi udah kayak orang pacaran yang hobi berantem. Kamu nggak merasa dia makin aneh, sejak ada ... siapa itu namanya? Arya?"

Friska mengangguk, membenarkan soal nama Arya. Tapi Ana mengira, Friska membenarkan kalimat sebelumnya.

"Iya, kan? Kamu juga merasa aneh sama sikap Ferdi belakangan ini, kan?"

"Dia lagi tertekan sama pekerjaannya." Cukup singkat, padat, dan jelas bagi Ana untuk mendengar ucapan Friska. Tapi tetap saja, Ana berbicara lebih lanjut. Sampai akhirnya, seorang pelanggan datang menghentikan ocehan Ana.

🌟🌟🌟

Jangan lupa vote dan comment!
Thank u 😊

Malang, 1 Agustus 2018

Continue Reading

You'll Also Like

724K 67.6K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...
15.5M 876K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
9.8M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
973K 25.9K 61
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...