If We Were Destined : Forsake...

By Hunstuff

81.2K 12.4K 1.1K

{COMPLETE STORY} "Kesalahan terbesarku adalah mencintai orang yang tepat, di waktu yang salah." -Hanabi "Kala... More

Prolog and Cast
Trailer
Han Na Bi / Hanabi
Oh Sehun
No.1 - A Good Teacher
No.2 - Dreamer
No. 3 - Fall
No.4 - That Night
No. 5 - Songsaenim is a Bad Boy
No. 6 - Jealous
No. 7 - Bae Jinyoung
No. 8 - Son Wendy
No. 9 - They Never Know
No. 10 - I give my first love to you
No. 11 - Tinkerbell
No. 12 - Songsaenim and His Liar Girlfriend
No. 13 - Wedding day
No. 14 - Jinyoung's 비밀 (Secret)
No. 15 - Been Through
No. 16 - Bitter Sweet
Spin Off #1 : Oh Sehun, Bae Jinyoung dan Byun Ara
Spin Off #2 : Park Chanyeol
No. 18 - Famous
No. 19 - Problem
No. 20 - Caught
No. 21 - Irate
No. 22 - 少女 (Little girl)
No. 23 - We Broke Up
No. 24 - Rumors
No. 25 - Choice
Spin Off #3 : Lonely Woman
No. 26 - Sweetest Downfall [end]
Bonus!!
Epilog : Suicide Girl + Fmv
If We Were Destined Gallery's

No. 17 - The Moment

1.5K 298 32
By Hunstuff

Will you take a moment, promise me this, that you'll stand by me forever.

Talyor Swift - (Long live)

🌸🌸🌸🌸

"Aku ada di depan studio. Kau dimana? Cepat kemari temui aku."

Aku menghela napasku pelan. Mataku lalu melirik Jinyoung yang sedang menyetir di sampingku. Kami baru saja pulang dari mall dan mengantar Wendy ke rumahnya. Sekarang Jinyoung mengantarku pulang ke studio, sementara Sehun Saem menungguku disana.

"Jinyoung-ah, turunkan aku disana aku mau membeli camilan."

Jinyoung tidak banyak bicara dan menurunkanku di seven eleven yang letaknya tidak jauh dari studio. Aku turun dari dalam mobilnya sebelum melongokkan kepalaku dan berkata, "kau tidak perlu menungguku,pulang saja. Aku tinggal jalan kaki kesana."

"Kenapa? Aku bisa mengantarmu."

"Tidak perlu ini sudah malam, kau harus cepat pulang bukan?"

Jinyoung terlihat ragu sejenak sebelum menganggukkan kepalanya. Dia lalu menyalakan mobilnya. "Baiklah, sampai besok."

Aku baru bisa menghela napasku lega begitu mobilnya menghilang dari jarak pandangku. Sambil menggerutu pelan, aku berjalan cepat menuju studio.

Benar saja, disana sudah ada Sehun Saem yang bersandar di mobilnya. Wajahnya yang datar menatapku yang sedang berjalan mengahampirinya.

"Kau dari mana?"

Aku mendengus. "Mall."

"Dengan?"

"Jinyoung dan Wendy."

Dia menganggukkan kepalanya. Pria itu lalu membuka pintu mobilnya dan menyuruhku masuk.

"Kemana?"

"Pulang."

Tunggu, begini. Aku baru ingat jika bar akan buka sebentar lagi. Jam di tanganku menunjukkan pukul 8 malam. Seharusnya Jongin atau Minho sudah tiba disini. Meskipun hari ini aku libur, akan menjadi hal buruk jika mereka berdua melihatku bersama Sehun Saem.

"Rumahku disini."

Sehun Saem menghela napas pelan. "Mau sampai kapan kau tidur disana?"

"Sampai aku mampu menyewa apartement," ucapku.

"Tinggal saja di apartement-ku sementara, studio bukanlah tempat untuk ditinggali."

"Aku suka tinggal disini."

Pria itu meraih tanganku dan menggenggamnya. Dia menatapku sendu sebelum menghela napas pelan. "Aku tidak suka melihatmu tinggal disini, kau punya aku. Aku bisa memberikan segalanya untukmu, dan kau tidak punya hak untuk menolak."

"Hah? Aku bisa menolak jika aku mau," seruku.

Sehun Saem mendengus. "Tapi aku tidak menerima penolakan. Kau tinggal pindah ke apartemenku dan aku tidak akan menganggumu lagi soal pekerjaan paruh waktumu," terangnya.

****

Sehun Saem bilang, dia akan mendukung apapun yang mau kulakukan dan yang kusuka, asalkan aku pindah ke apartement-nya.

Jadi pada akhirnya aku setuju dan segera mengemasi barangku untuk pindah. Yoona eonni sempat menelpon dan bertanya dimana aku akan tinggal ketika aku mengiriminya pesan, lalu kukatakan padanya bahwa aku dan orang tuaku telah berdamai. Jadi dia menyetujuinya tanpa curiga.

Sebagai jaga-jaga kukatakan pada Jinyoung dan Wendy jika aku telah pindah ke sebuah apartement kecil yang cukup jauh dari sekolah agar mereka tidak mencariku.

Awalnya mereka menentangku dan marah atas keputusan yang mendadak itu. Tapi aku menenangkan mereka dengan alasan bahwa keluargaku kini sudah tahu keberadaanku.

Tentu saja aku mengatakan hal itu setelah menceritakan peristiwa ditamparnya aku oleh Bora eonni. Tanpa embel-embel Sehun Saem yang datang membantuku.

Pada akhirnya mereka setuju dan berjanji akan mengunjungiku suatu hari nanti. Sekali lagi kubohongi mereka dengan alasan bahwa tidak ada banyak waktu bagi kami untuk bermain, ujian semester ada di depan mata.

Sehun Saem tentu saja senang, dia bahkan sudah membelikan seluruh keperluanku tanpa diminta. Kamarnya yang semula hanya ada ranjang dan lemari kini bertambah dengan adanya meja belajar serta lemari tambahan.

Kulkas yang semula kosong melompong kini berisi banyak bahan makanan serta camilan. Tidak lupa beberapa botol bir dan soju, dia mungkin membeli itu untuk dirinya sendiri.

Pokoknya hidupku benar-benar dijamin oleh Sehun Saem. Dia bahkan menawarkanku sebuah mobil agar memudahkanku untuk bepergian.

Sayangnya, usulnya itu langsung kutolak mentah-mentah. Enak saja dia mau membelikanku mobil, masalahnya aku ini tidak bisa menyetir!

Untuk berjaga-jaga, Sehun Saem mengganti password apartement-nya karena Jinyoung tahu password yang sebelumnya. Katanya Ara Saem hanya tahu jika apartement ini telah di jual, jadi tidak ada alasan baginya untuk datang kemari. Aku bisa tenang.

"Aku mau tidur," kataku setelah sekian lama menyaksikan Sehun Saem berkutat dengan laptopnya.

Dia menganggukkan kepalanya. Ini sudah tiga minggu lebih aku tinggal disini, dan untungnya tidak ada masalah sama sekali. Ujian kenaikkan kelas juga sudah selesai dilaksanakan.

Waktu liburan kuhabiskan dengan menjalani pemotretan disana-sini. Kini aku juga sudah menanda tangani kontrak dengan sebuah agensi model yang cukup terkenal. Yoona eonni juga memutuskan untuk menjadi manajerku, dia bilang potensiku untuk menjadi supermodel sangat besar. Tapi aku tidak berharap banyak, masalahnya aku tidak terlalu berminat untuk menjadi supermodel, aku cukup senang dengan diriku yang sekarang.

Aku juga terkadang bertemu dengan Chanyeol untuk makan siang bersama atau menonton film di bioskop. Tentu saja dengan sepengetahuan dan ijin Sehun Saem. Jika tidak, wah aku bisa mati.

Aku meringkuk di atas kasur dan mulai memainkan ponselku, melupakan niat awalku untuk tidur. Wendy bilang, anak remaja jaman sekarang memang seperti itu, tidak pernah lepas dari ponselnya sekalipun hendak tidur. Aku setuju dengan pendapatnya.

Tidak lama kemudian pintu kamarku terbuka bersamaan sosok Sehun Saem yang masuk sambil menghela napas lelah. "Kukira kau sudah tidur," ujarnya sambil berlalu menuju kamar mandi.

"Tidak bisa tidur," sahutku.

Selang beberapa menit kemudian pria itu kembali lagi dengan wajah yang basah habis cuci muka. Dia lalu meraih handuk yang menggantung di pintu kamar mandi untuk mengelap wajahnya.

Sekon berikutnya Sehun Saem merangkak naik ke atas tempat tidur dan mulai memejamkan mata.

Ah! Ada yang perlu kuluruskan, aku memang satu apartement dengan Sehun Saem. Tapi tidak pernah sekali pun kami melakukan hal 'itu'. Lagi pula aku tidak mau, maaf saja.

Dan juga Sehun Saem tidak ada disini setiap harinya. Mungkin hanya seminggu atau beberapa hari dan berikutnya dia akan pulang ke rumah. Rumahnya dan Ara Saem.

"Hey letakkan ponselmu dan pergi tidur, bukannya besok pagi kau ada jadwal pemotretan?"

Ahh iya...

Aku meletakkan ponselku di atas meja yang terletak di sebelah kasurku dan berguling tidur menghadap Sehun Saem.

"Menyenangkan sekali rasanya," gumam Sehun Saem.

Aku menaikkan sebelah alisku bingung. "Apanya yang menyenangkan?"

"Tidur berdua denganmu seperti ini."

Aku tersenyum tipis. Tanganku terulur mengelus pipi Sehun Saem dengan lembut. "Saem kau tidak keberatan berpacaran dengan anak SMA sepertiku?"

Dia tertawa pelan. "Aku tidak keberatan. Kenapa? Kau merasa risih jatuh cinta pada pria tua sepertiku?" tanya Sehun Saem dengan nada yang terkesan sinis.

Aku menggelengkan kepala. "Tidak kok. Jatuh cinta itu tak peduli usia, maupun status sosial, itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah."

Sehun Saem menatapku sebentar sebelumnya meledak dalam tawanya. Aku merenggut dan mengerucutkan bibirku. "Kenapa kau tertawa?!" seruku kesal.

"Habisnya kau mengatakan hal yang dewasa sekali, aku sampai harus berpikir dua kali apakah itu kau atau bukan yang mengatakannya. Kau tidak mengutipnya dari buku'kan?"

Aku mendengus. "Aku mengutipnya dari manga yang kubaca!" seruku jujur.

"Sudah kuduga, pantas saja ucapanmu bisa bijak begitu."

Lama kelamaan aku sadar jika Sehun Saem ternyata orang yang cukup imut. Dia bahkan pernah membuat rekaman video ucapan semangat ketika aku hendak ujian.
Kalo tidak salah dia sedang ada pekerjaan di luar negri hingga tidak bisa mengatakannya langsung. Pada saat itu aku senangnya bukan main. Aku sampai memukul-mukul meja perpustakaan saking gemasnya.

Oh iya, setelah dia keluar dari sekolahku. Sehun Saem berhenti menjadi guru dan memutuskan untuk bekerja di perusahaan Bae's Grup, sebagai wakil presiden. Tentu saja ketuanya adalah Ayah Jinyoung.

Aku tidak terlalu mengerti, tapi Sehun Saem bilang jika suatu hari nanti perusahaan itu akan di pimpin oleh Jinyoung. Jadi dia hanya membantu saja.

"Sudah-sudah ayo kita tidur!" serunya setelah melihatku cemberut.

Tapi aku menolak untuk tidur. Jadi aku beringsut bangun dan duduk bersila sambil menatap Sehun Saem yang tiduran. Berniat menggodanya.

"Saem... Kau seorang pria bukan?" tanyaku.

Mata yang semula terpejam langsung terbuka begitu pertanyaan aneh itu keluar dari mulutku.

"Kau pikir aku transgender? Wah wah wah, semakin hari kau semakin kurang ajar saja ya?"

Aku terkekeh kecil. "Bukan begitu, aneh saja rasanya melihatmu tidak pernah menyentuhku selama ini, padahal aku tidak keberatan kok," ujarku santai, terlampau santai karena aku hanya bercanda. Sudah kubilang bukan, jika aku juga tidak mau melakukannya.

Tapi nampaknya Sehun Saem menganggap hal itu serius. Wajahnya terlihat kaget bukan main, dia langsung ikut duduk bersila sambil menatapku galak.

"Hey,  jaga bicaramu Hanabi. Bukannya aku tidak mau menyentuhmu, sangat mau malah. Tapi masalahnya kau ini masih SMA dan belum selesai sekolah, jadi jangan pernah mencoba menggodaku atau menanyakan hal seperti ini lagi."

****

Aku terbangun oleh suara getaran ponselku yang tidak mau berhenti. Mataku mengerjap cepat sebelum meraih ponselku dan mengangkat telponnya.

"Jangan bilang jika kau baru bangun?"

"Memang," sahutku.

"Cepat bangun, aku dan Wendy akan mengunjungi apartement-mu. Kami juga akan bawa banyak kue."

Mataku langsung melotot mendengar ucapan Jinyoung. Wah gawat! Gawat sekali ini!

"Eh? Tapi aku ada jadwal pemotretan hari ini!" seruku begitu teringat oleh jadwalku.

Kudengar dengusan napas Jinyoung. "Bagaimana jika nanti sore?"

"Wah, maafkan aku Ji. Tapi aku mungkin baru akan selesai nanti malam. Jadwalku padat sekali."

"Hhh, yasudah kapan-kapan saja kami memgunjungimu. Ngomong-ngomong aku tadi melihat fotomu di salah satu toko pakaian, di COEX."

Aku tertawa lebar. "Bagaimana? Apa menurutmu aku cantik? Apakah fotoku terlihat bagus disana?"

"Ya bagus sekali sampai-sampai Wendy tidak berhenti berdecak kagum. Dia juga bilang jika kau sekarang sudah mengalahkan Ara Saem."

"Wah aku tersanjung."

Jujur saja aku tidak tersanjung. Aku malah merasa bersalah pada Ara Saem si jelmaan medusa itu. Apalagi ketika melihat sosok Sehun Saem yang tertidur di sebelahku.

"Hey nanti kutelpon lagi, sepertinya Woojin sudah datang."

"Kau masih bergaul dengannya?!"

"Tentu saja! Kau pikir aku akan terus bergaul denganmu dan Wendy saja?!"

Tut.. Tut.. Tut..

Wah wah wah, sekarang Jinyoung sudah semakin berani memutuskan sambungan telpon secara sepihak. Kuduga sih ini adalah akibat terlalu lama bergaul dengan Woojin dan kawan-kawan. Aku harus melaporkan hal ini pada Wendy agar bisa ditindak lanjuti.

"Jinyoung?"

Aku menoleh sebelum tersenyum tipis menyambut Sehun Saem yang baru bangun. "Begitulah," kataku sambil mengangkat bahu acuh.

Aku tidak mau mengatakan apapun lagi dan beringsut pergi dari kamar. Semalam Sehun Saem sempat marah besar padaku karena mengungkit-ngungkit hal yang tidak senonoh di depannya. Padahal kan aku cuma bercanda.

Karena jam di dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi aku segera bergegas mandi dan mengganti pakaianku. Pukul delapan nanti aku harus sudah ada di studio.

Setelah selesai berpakaian aku segera membuat roti panggang untuk sarapan dan menyisakannya beberapa potong untuk Sehun Saem.

Tepat ketika aku hendak pergi. Sehun Saem ke keluar dari dalam kamar dengan pakaian yang sudah rapih.

"Kuantar," ucapnya.

Aku membulatkan mataku terkejut. "Tidak! Bagaimana jika Yoona eonni melihatmu?" aku bicara seperti itu bukan tanpa alasan. Masalahnya Yoona eonni ini ternyata teman kampus Ara Saem dulu. Pantas saja waktu itu dia pernah menatapku aneh ketika melihatku bersama Sehun Saem.

"Tidak apa-apa aku tidak akan keluar dari mobil. Dia tidak akan melihatku bukan? Lagi pula ini sudah jam berapa? Katamu Yoona noona tidak suka orang yang lelet."

Jadi kubiarkan diriku diantar oleh Sehun Saem menuju studio. Sesampainya disana aku langsung buru-buru turun dan menyuruh Sehun Saem pergi secepat mungkin sebelum ada yang melihat.

Aku baru bisa menghela napas lega ketika mobil Sehun saem menghilang di tikungan jalan. Saat itu Yoona eonni dan tim sudah menungguku di dalam studio.

Pemotretanku benar-benar berlangsung seharian. Yoona eonni bilang pemotretanku kali ini di lakukan secara bersamaan dengan merek pakaian Cy'l. Ah iya, perusahaan itu jugalah yang telah membawa namaku menjadi semakin melejit di dunia modelling.

Terima kasih pada perusahaan keluarga Chanyeol. Dan juga pria itu yang sudah sudi mempromosikanku pada keluarganya.

Aku baru menyelesaikan pekerjaanku tepat pukul 9 malam. Aku bahkan keluar dari studio tanpa menghapus make up-ku dan pergi ke bar bersama dengan Yoona eonni.

Sekarang aku sudah tidak bekerja di bar lagi karena terdesak jadwal pemotretanku yang semakin padat saja. Untungnya Jongin mengerti ketika aku mengundurkan diri, tapi aku berjanji padanya bahwa aku akan sering berkunjung.

Kedatangan kami di bar langsung di sambut oleh Jongin dan Minho. Aku berpelukan dengan mereka sebelum memutuskan untuk memesan jus jeruk pada Minho.

"Kurasa kau sudah cukup umur untuk minum alkohol," komentar Minho.

Aku meraih segelas jus jeruk yang dia berikan. "Yah, aku juga ingin mencicipi alkohol tapi seseorang akan marah jika tahu aku akan meminumnya."

Sebelah alis Minho terangkat bingung. "Siapa? Jangan-jangan kekasihmu ya?"

Wah Minho ini peka sekali. "Begitulah," jawabku ambigu.

Aku lalu melirik Yoona eonni yang nampak duduk di kursi yang letaknya cukup jauh dari tempatku, dia duduk bersama dengan Jongin. Mereka nampak sedang membicarakan sesuatu yang serius. Kelihatan dari cara mereka mengerutkan dahi.

"Hey, itu Chanyeol hyung."

Aku baru mau bertanya 'dimana' pada Minho ketika sebuah tangan melingkar di bahuku. "Kau kemari tanpa mengabariku," keluhnya sebelum duduk.

"Aku baru selesai bekerja."

Chanyeol mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Dia lalu memesan minuman kesukaannya dan mulai terdiam. Kulihat ada lingkaran hitam di sekitar matanya.

"Sudah berapa hari kau tidak tidur?" tanyaku.

Dia menoleh padaku dan bertopang dagu. "Hhh, kau satu-satunya orang yang selalu perhatian padaku."

Aku tersenyum kecil. "Benarkah? Aku jadi merasa kasihan padamu."

Dia tertawa. "Siapa lagi wanita yang kukenal selain ibuku, adikku, Yonna noona, Ara dan kau."

Aku tidak sempat menjawab karena Minho datang dengan segelas minuman pesanan Chanyeol.

"Jadi, kapan kencan selanjutnya dilakukan?"

Pertanyaan tersebut nampaknya langsung menarik perhatian Minho. "Jangan bilang padaku jika kalian pacaran," katanya dengan nada tidak menyangka.

Chanyeol tertawa kecil. "Tidak tahu, coba kau tanyakan pada Hanabi."

Minho mentapku menuntut jawaban. Aku yang tidak tahu harus menjawab apa hanya tersenyum simpul sambil mengangkat bahuku.

"Wah tidak pernah kusangka jika kalian akan menjadi pasangan kekasih." Minho mengoceh.

Sementara aku mendengarkan ocehan Minho, diam-diam kusadari bahwa Chanyeol sedang menatapku intens. Seperginya Minho untuk melayani pelanggan, tangan Chanyeol terulur menyentuh pipiku.

Meskipun terkejut. Aku menolehkan kepalaku sambil tersenyum. "Kau tidak mabuk bukan?" tanyaku.

Chanyeol menggelengkan kepalanya. "Tidak, memangnya aku terlihat sedang teler ya? Minum saja belum," ucapnya sambil melirik gelasnya yang masih penuh.

"Habisnya apa-apaan tanganmu ini."

Dia mengangkat bahunya acuh. "Aku senang karena kau tidak menyangkal pertanyaan Minho tadi."

Aku terdiam merasa bingung dengan apa yang dimaksud Chanyeol memangnya pertanyaan yang mana? Minho kan pria yang banyak tanya.

"Kau tidak menyanggahnya ketika Minho bertanya apakah kita ini sepasang kekasih," terang Chanyeol seolah sadar akan kebingunganku.

Wah nampaknya aku salah bicara. Tapi lagi-lagi aku tersenyum. "Bukankah kau juga tidak menyangkalmya?"

Senyuman di mulut Chanyeol semakin melebar. "Jadi... Apakah hubungan kita ini bisa dikatakan sepasang kekasih?"

Aku kembali terdiam. Bayangan Sehun Saem yang sedang tersenyum kembali berputar-putar di kepalaku. Namun sekon kemudian, bayangan dia yang berdiri di altar bersama Ara Saem membuatku kesal. Jadi aku menganggukkan kepalaku dan mengulum senyum.

"Baiklah Hanabi, jadi hari ini adalah hari pertama kita."

Aku tersenyum sebelum mengulangi perkataannya. "Hari pertama kita."

Chanyeol lalu menarikku ke dalam pelukannya dan memelukku erat-erat. Hangat, tapi tidak sehangat pelukan Sehun Saem.

Aku baru bisa pulang ke apartement dua jam kemudian karena harus mendengarkan ocehan Chanyeol yang mulai mabuk. Lalu tuduhan-tuduhan dari Minho, Jongin dan Yoona eonni yang melihatku dirangkul oleh Chanyeol. Jadi terpaksa kukatakan pada mereka bahwa Chanyeol memang kekasihku.

Untungnya di tengah-tengah kegalauanku ketika Chanyeol mabuk, Jongin dengan baiknya menawarkan diri untuk mengantar Chanyeol pulang. Jadi aku bisa pulang menggunakan taksi dengan tenang tanpa harus mengkhawatirkan Chanyeol.

"Hari ini kau pulang terlambat sekali." Sehun Saem menyambutku di ruang tamu dengan laptop di pangkuannya.

Aku menghampirinya dan duduk di sampingnya sambil menghela napas. "Jadwalku padat sekali hari ini. Aku baru selesai pukul sembilan tadi dan mampir ke bar dulu bersama Yoona eonni."

Mendengar penjelasanku Sehun Saem meletakkan laptopnya dan menarik kakiku untuk diletakkan di pangkuannya. "Berapa lama kau berdiri di studio?"

"Hampir dua belas jam. Aku hanya sempat duduk saat di rias saja, sisanya aku berdiri." keluhku sambil cemberut.

"Hhh, kau mau kubuatkan coklas panas?"

Aku menggelengkan kepalaku. "Aku mau tiduran disini saja." masalahnya untuk kembali melangkahkan kakiku ke dalam kamar saja rasanya aku tidak sanggup.

Sehun Saem beringsut bangun dan meletakkan kakiku di atas sofa. Dia berlalu ke dalam kamar dan membawakanku baju piyama dan pouch kecil berisi pembersih wajahku.

"Gomawo," kataku dengan suara yang kubuat seimut mungkin.

Inilah yang kusuka dari Sehun Saem. Dia selalu tahu apa yang kubutuhkan disaat seperti ini. Aku lalu duduk di atas sofa dan mengganti pakaianku. Sehun Saem sudah pergi lagi ke dalam kamar, dia juga mungkin mau mengganti kemejanya.

Aku lalu membersihkan make up-ku menggunakan micellar water dan kembali tiduran di sofa.

Namun baru saja kupejamkan mataku semenit. Kurasakan tangan Sehun Saem yang sedang mengusap rambutku. Aku menatapnya bingung. "Ada apa?"

Lalu baru kusadari jika Sehun Saem tidak mengganti pakaiannya. Dia malah melengkapi kembali pakaiannya menggunakan jas hitam dan telah memakai sepatunya.

"Kau mau pulang?"

"Sudah hampir seminggu aku tidak pulang."

Benar juga.

"Yasudah, selamat malam Saem."

Sehun Saem mengangguk dan mengecup dahiku sebelum berlalu pergi. Diam-diam aku merasa kesal ketika mendengar suara pintu yang terbuka dan tertutup kembali.

Mau sebesar apapun cintanya padaku. Tetap saja Ara Saem adalah istrinya, prioritas utamanya. Malam itu aku malah berakhir dengan tidak bisa tidur.

Biarkan saja. Jika Sehun Saem bisa bersama dengan istrinya. Kenapa aku tidak bisa bersama Chanyeol?

🌸🌸🌸🌸

Emang ya si Hanabi ini makin ngeselin. Tapi emang gitu ceritanya, plis jangan berpikiran negatif sama cerita ini.

Meskipun Hanabi ini bisa di sebut sebagai pelako*r atau lebih halusnya, sugar baby kali ya. Tapi ada beberapa hal positif yang ada di diri Hanabi. Kaya betapa kuatnya Hanabi hidup sendirian tanpa mama sama papanya.

Tapi gausah terlalu dipikirin manteman. Ini cuma cerita / fiksi. Semoga aja orang kaya Hanabi gini gaada ya.

Minho, kekasih gelapQ.

P.s yang ngira kalo Minho suka Hanabi itu engga bener ya, doi cuma baik doang. Doi sukanya sama author seorang wqwqwq

Bye~
Xoxo,

Continue Reading

You'll Also Like

9.8M 184K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
8.7M 527K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
2.4M 447K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
30.9M 1.8M 67
DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 3 SUDAH TAYANG di VIDIO! https://www.vidio.com/watch/7553656-ep-01-namaku-rea *** Rea men...