Bertemu lagi dengan saya, Author paling sering ngaret. maafkan untuk semuanya dan terima kasih untuk para pembaca yang setia pada cerita ini. silahkan dinikmati.
"George!" mendengar teriakan George Alex segera berlari meninggalkan Macareus yang sedang bercerita tentang masa lalunya. Dia tidak peduli lagi bagaimana konyolnya kisah Macareus saat sedang bermain dengan saudara-saudaranya, dipikirannya hanya ada George. Alex tahu George, adik bungsunya itu hanya akan berteriak ketika ia ketakutan. Saudara-saudaranya masih sering mengejek George karena sifatnya ini, kecuali Arthur dan Gia mungkin keduanya terlalu suka memanjakan George. Untuk kali ini Alex merasa teriakan George bukanlah karena alasan sepele.
Sejak keluar dari penjara Alex merasakan perubahan yang signifikan di tubuhnya. Dia merasa semua indra dan refleknya di-upgrade. Floga mengtakan jika itu semacam peningkatan kemampuan yang terjadi karena segel Alex sudah terlepas. Apapun itu Alex besyukur karena dengan itu Alex daat menentukan lokasi teriakan George. Suara George berasal dari lantai dua, arah timur. Kaki Alex melangkah cepat, rambutnya berantakan karena gerakannya yang terburu. Alex sempat melirik para pelayan dan pengawal, dia tidak menangkap satupun pelayan maupun pengawal bergerak dari tugas mereka. Apa maksudnya ini? Hati Alex bersuara. Alex menelan sebuah pemikiran aneh itu,George lebih penting.
Alex mencium bau laut yang samar, aneh seharusnya ini di tengah hutan. Semakin dekat Alex ke pusat suara George bau amis laut semakin kuat. Alex tidak menyukai ini, lebih jujur lagi dia membencinya. Alex tidak mengerti kenapa saudara kembarnya menyukai laut, yang Alex tahu laut itu cukup menjijikkan. Dia membayangkan Sungai East yang penuh sampah bermuara ke laut, dan itu baru satu sungai. Bagaimana sungai-sungai lainnya? Seberapa kotor laut hingga banyak hewan laut yang tanpa sengaja memakan plastik, memikirkannya membuat isi perut Alex bergejolak. Kepala Alex seperti ditusuk jarum, isi perutnya memberontak untuk keluar. Alex sudah berusahan menutup hidungnya dengan sia-sia, bau amis laut itu tembus ke pernafasan Alex. Alex tidak tahan lagi, pemuda itu segera berlari mencari kamar mandi. Sayangnya satu-satunya kamar mandi yang ia tahu ada di kamarnya dan kamar George, dan keduanya terletak di bagian barat.
Manik hijau Alex menangkap sosok mate-nya berlari dengan cemas ke arahnya. Alex ingin tersenyum lega, namun saat dia dia sudah dekat dengan Macareus, tubuhnya tidak dapat lagi menahannya, Alex muntah di depan mate-nya kemudian dia pingsan dalam lengan Macareus.
Ditarik dengan kecepatan mobil formula satu? George sedang merasakannya. Pasir itu tidak menyeretnya, melainkan membawanya dalam kecepatan yang mengalahkan mobilnya sendiri. Tubuh besar George diselimuti pasir di semua bagian kecuali wajahnya. Bibir seksinya terus melolong meminta bantuan pada Alex, tidak ada yang datang, teriakannya sia-sia. Kepalanya terlalu pusing untuk memproses panorama yang blur karena saking cepatnya pasir itu membawanya. Ketakutan George mulai membekukan pemikiran rasionalnya. Pada kondisi ini George tidak dapat mendengar ataupun melihat lagi, indranya mati, otaknya membeku.
Buukk, George mengerang pelan. Pemuda berbadan seksi itu menepuk bahu dan pantatnya. Pasir itu menariknya ke kegelapan. Bau laut menguar, samar-samar terdengar deburan ombak. Bagaimana mungkin di tengah hutan ada sebuah pantai? Sekelebat pemikiran George muncul ke permukaan. Manik hijau itu mulai kehilangan cahaya, pupilnya membesar mencoba mencari tahu apa yang ada di sekitarnya. Kegelapan, kegelapan menyelimuti penuh ruang itu.
"Kau datang juga, putra Zeus!" Suara itu menggema seolah datang dari sekeliling George. Nadanya dalam seolah berasal dari lautan sendiri, padat hingga mengertakkan tulang-tulang pemuda itu.
George mengedarkan pandangannya dalam kegelapan total itu tanpa berhasil menemukan sosok yang bicara padanya, "Tu-tunjukkan dirimu!" suara George terbata, kentara sekali jika ia takut.
"Terlalu lama menjadi orang buta membuatku lupa jika manusia butuh cahaya," setelah berkata demikian, George mendengar benda yang digesekkan, sedetik kemudian api mulai menerangi tempat itu. Butuh beberapa detik bagi manik hijau George menyesuaikan lingkungannya.
Mata George terbuka. Cahaya api unggun menerangi ruangan itu, atau lebih bisa George definisikan sebagai gua. Telinga George benar, di sekeliling gundukan pasir tempatnya jatuh terdapat air laut. Di kanannya sana terdapat bagian gua yang sangat gelap hingga cahaya api unggun tidak cukup meneranginya. Stalaktit dan stalakmit menghiasi gua itu seperti duri yang tumbuh dengan subur. Di depannya api unggun menerangi dan seseorang berdiri membawa obor kayu. Kakinya terlihat kotor tanpa alas kaki, dia memakai semacam tunik yunani yang harusnya berwarna putih namun sudah sobek sana sini dan berwarna coklat lusuh. Semakin naik George baru menyadari jika orang itu seorang wanita dengan rambut berantakan dan kulit kusam. Matanya dibelit sepotong kain kotor.
"Siapa Kau?"
Wanita itu mendekat pelan, matanya tidak menatap George tapi dia berjalan lurus ke arah George. George dapat merasakan tatapan tajam dari balik kain lusuh itu, "Aku adalah yang mereka lupakan, Aku adalah pemberi dan pengambil," wanita itu kini berjarak lima kaki dari George. George membeku di tempat sekali lagi, entah bagaimana wanita itu menguarkan aura mendominasi, "diberkahi oleh Gaia dan Rhea Aku yang menuntun juga menjerumuskan manusia pada sang takdir, ditakuti sekaligus dipuja, dikurung di kedalaman bumi oleh Menestheus."
Dengan jarak sedekat itu George dapat melihat detil wajah wanita itu. Tidak ada kerutan pada wajah, mungkin wanita itu dipertengahan duapuluhan. Manik George menangkap beberapa butir pasir dan lumur yang tumbuh di sela-sela rambut wanita itu. George begidik jijik.
Jari wanita asing di depan George terangkat. Berusaha menyentuh wajah George, George sedikit mundur, namun tidak cukup cepat hingga jari kurus itu menyentuh pipinya. Detik itu juga George seolah diteleportasikan ke tempat lain. Di depannya sebuah singgasana bertahtakan rubi dan safir diduduki oleh seorang pria bermahkota, rambutnya coklat gelap dan matanya menatap malas ke depan. Di sampingnya seorang gadis muda mengenakan tunik ungu dengan sebuah kain menutupi matanya. Kejadian itu hanya berlangsung sebentar, George kembali ke gua dalam hitungan detik. Apa itu tadi?
Kain yang menutupi mata wanita itu terbuka. Garis putih pucat terlihat melingkari kulit wajah wanita itu. Di tempat yang harusnya mata berada, di situ kosong. Tidak ada apapun. Gelap, seolah menelan George. Tubuh wanita itu mulai berpendar dalam cahaya hijau neon yang lembut. Bibirnya mulai bergerak-gerak aneh, suaranya kali ini terdengar seperti gaung dan gema yang menjadi satu, tapi cukup jelas untuk George dengar.
Bulan merah menyinari langit
Lautan darah membasahi bumi
dua dari tujuh menuntun kedamaian
satu dari tujuh menjemput kematian
"Putra Zeus, tiga dari kalian membawa bencana, tiga dari kalian membawa cahaya, dan satu dari kalian adalah penunju jalan. Aku Oracle Menestheus, telah ribuan tahun mengabdi pada Gaia dan Rhea, kini saatnya Aku melaksanakan tugas terakhirku."
"Tunggu! Apa Maksudmu?"
Kedua tangan kurus wanita itu memaksa George bertatapan dengannya. rongga kosong itu kini kembali bertatatapan dengan manik hijau George. Si bungsu hampir tersedak, kali kedua rongga itu lebih menakutkan dari sebelumnya. George tidak bisa berpaling maupun menutup mata, kekuatan wanita itu tidak seperti kekuatan manusia. George mulai menyadari jika tubuh wanita itu mulai menyusut dan menua, keriput mulai muncul, rambutnya mulai memutih, bibirnya mengering dengan cepat. Waktu berlalu mungkin 2 sampai 3 menit, kulitnya mulai mengelupas, perlahan menjadi seperangkat tengkorak, dalam detik selanjutnya tubuh wanita itu menjadi seonggok pasir berwarna putih yang jatuh di dekat kaki George. Untuk beberapa saat George berdiam diri, tubuh dan akalnya sedang mencerna apa yang terjadi.
"Apa sudah selesai?"
Kenapa ada orang sing lagi? Hati kecil George mengeluh. George mempersiapkan mentalnya, kemungkinan besar dia akan bertemu wanita tanpa bola mata lagi. Atau lebih menakutkan, mungkin ia akan zombie pemakin organ manusia. George tidak bisa melanjutkan lagi, baru saja beberapa hari ia hidup dengan tenang, sekarang dalam sehari dia terus diteror dengan pegalaman-pengalaman tidak menyenangkan.
"Apa wanita itu sudah pergi?"
"Ya?"
"Jangan takut, Aku bukan makhluk seperti wanita yag baru saja Kau lihat, paling tidak."
Frasa terakhir terdengar seperti bisikan, namun cukup kuat untuk di dengar si pemuda bungsu, "Kau malah terdengar lebih buruk dari itu, seperti pedophile."
"Aku buka pria seperti itu, lagi pula Kau bukan anak kecil," pria di belakang George terdengar tidak terima di stampel dengan kelainan tersebut.
"Tetap saja aku ini mesih belum legal, Kau akan berurusan dengan polisi jika Kau mendekatiku."
Sebuah tangan menyentuh bahu George. Sejak tadi memang George berusaha menghindari apapun yang ada di belakangnya, apapun itu. George terlalu takut untuk mengetahui kebenarannya, dan sekarang kebenaran itu menggigitnya, "Bukankah tidak sopan berbicara tanpa menatap lawan bicara?"
Tubuh George dibalik paksa. Mau tidak mau George berbalik, manik hijaunya meneliti lagi pria di hadapannya. Otak George bekerja, manusia serigala, Macaerus, dendam dengan Zeus, entah kenapa mulutnya berbisik secara reflek, Nyctimus.
Pria di depannya mengernyitkan dahinya, "Bagaiman Kau tahu namaku?"
Pria di depan George saat ini mengingatkannya pada pria asap yang bertarung dengan kakaknya beberapa hari yang lalu di penjara. Dia jakung dan kurus, namun lebih berwarna dibanding pria asap tempo hari.
"Aku tidak tahu," George mengedikkan bahu, tidak merasa ancaman sedikitpun dari pria yang lebih tinggi darinya itu, "Aku rasa semacam insting."
"Setidaknya Aku tidak perlu memperkenalkan diri," Pria itu kemudian menatap George dari atas ke bawah, "Setelah Aku bertemu langsung denganmu, apa yang dikatakan kabar burung itu tidak berlebihan, dan kalian ada bertujuh. Aku penasaran apakah ada makhluk yang bisa menahan dirinya ketika kalian bertujuh dalam satu ruanganyang sama."
Senyuman pria itu menjijikkan, "Kau menjijikkan!"
"Kau seharusnya tidak memaki satu-satunya orang yang bisa membawamu keluar dari sini," balas Nyctimus dengan senyum mesumnya, maniknya menatap George menantang.
"Nah, jika Kau benar-benar tidak ingin membawaku keluar, Kau pasti tidak berada disini," entah keberanian dari mana hingga George berani bicara seperti itu pada orang asing.
"Mulutmu tajam juga anak kecil," Nyctimus tertawa kecil sebelum rautnya berubah serius, "Kita tidak punya banyak waktu, Kita harus segera keluar dari sini sebelum para bawahan Macareus menangkap kita dan menguliti Kita hidup-hidup."
Tangan George ditarik pria itu ke arah lorong yang entah sejak kapan ada di sana. George hanya menurut, tidak mungkin juga dia terus berada di dalam gua seram itu, ditemani pasir bekas tubuh gadis tanpa bola mata.
"Bisa Kau katakan padaku apa yang Kau maksud dengan Macareus akan menguliti Ita hidup-hidup? Karena terakhir kuingat Macareus sangat dimabuk oleh cintanya pada kakakku, dan Aku percaya Kakakku tidak akan membiarkan apapun membunuhku."
Tanpa melihat wajah pria itu, George tahu pria di depannya sedang mencibirnya, "Kalian terlalu naif untuk makhluk yang bahkan tidak tahu sebenarnya mate itu sendiri. Secara politik Kau memang akan mendapatkan kekebalan hukum werewolf jika kakakmu benar-benar menjadi mate Macareus. Yang harus ditekankan disini adalah mate seutuhnya, karena meskipun kakakmu mate kakakku, bukan berarti kakakku tidak bisa membuangnya atau bahkan membunuhnya selama kakakku belum menandai kakakmu."
"Apa maksudmu?" George bertanya, namun matanya tidak terlepas dari sekelilingnya, lorong yang dilaluinya sangat gelap, membuat ia bertanya bagaimana bisa Nyctimus dapat menuntunya tanpa tersandung atau terantuk apapun.
"Sederhananya, selama mereka belum melakukan itu, kakakmu adalah tahanan Macareus. Dan satu perintah dari ayah kami, kakakmu bisa saja sudah tidak bernyawa lagi."
'
George mencengkeram erat tangan pria di depannya. Nafasnya terasa berat, "Tidak mungkin, terakhir Aku ingat mereka saling memakan wajah di depan kamarku. Dan Kau terdengar sangat membenci Macareus! Seolah dia telah melakukan dosa besar terhadapmu."
Nyctimus berhenti berjalan, badannya berbalik, manik birunya menatap George tajam, "Itu benar, dia–seluruh saudaraku–bahkan ayahku adalah monster! Mereka–" Kalimat pria itu terhenti, tubuhnya bergetar. Pada titik ini George mulai merasa bersalah. Dia ingat Nyctimus, pada cerita lama dia dipersembahkan sebagai makanan kepada Zeus oleh ayahnya sendiri. Zeus yang murka mengutuk ayahnya mejadi serigala dan membakar seluruh saudaranya, sedangkan Nyctimus dihidupkan kembali.
"Maaf, Aku tidak bermaksud–"
"Lupakan! Itu sudah cerita lama, sekarang Kita harus fokus keluar dari sini."
Kini mereka berdua berjalan dalam diam. tangan George masih digenggam Nyctimus, memimpinnya melewati loron gelap, sesekali pria di depan George itu menyuruhnya mengambil langkah panjang atau menunduk, menghindari lubang, stalaktit, maupun stalakmit yang ada. George? Dia tenggelam dalam pemikirannya, otaknya memilah-milah informasi. Cetius bilang padanya untuk tidak percaya pada mereka, disini Nyctimus berkata jika Macareus bukanlah seperti yang terlihat, meskipun sejak awal George memang curiga dengan konsep mate. George benar-benar butuh Leon untuk saat seperti ini. Jika saja ia bisa menghubungi kakaknya itu.
"Apa Kau punya telepon atau apapun untuk berkomunikasi?"
Nyctimus terdiam sejenak, rambut platinanya berkibar ditiup angin, "Aku punya sesuatu, tapi Kita harus mencari air dan cahaya terlebih dahulu."
George mengangguk pelan. Dengan begini dia punya harapn untuk berkomunikasi dengan Leon. Dia ingin menceritakan semuanya pada Leon, dan George benar-benar butuh pelukan saat ini. Dia tidak peduli jika ia terdengar seperti anak kecil saat ini.
Cahaya jingga kemerahan mulai terlihat di ujung depan. Jalan keluar tidak jauh lagi, namun George merasakan bahaya di ujung jalan itu. Mengesalkan, tetapi dia tetap harus berhati-hati. sesuatu menunggu mereka, perasaannya kali ini sama seperti yang dirasakannya sebelum ia dan Alex tertangkap. Apapun yang ada di depannya, kabar buruk menanti.
"Apapun yang ada di depan, ketika Aku menyuruhmu untuk lari, segera lari secepat yang Kau bisa! Bau ini, tentara Haemon sudah mengepung pintu keluar."
George mengangguk, menyetujui perkataan Nyctimus. Bukan karena dia percaya, lebih pada karena perasaanya mengatakan hal yang sama.
Nyctimus menghentikan langkahnya, begitu juga George. Pria itu mengambil nafs seolah berusaha berkonsentrasi. George yang tidak tahu apapun hanya diam di belakang, mencoba tenang tanpa mengganggu Nyctimus. Manik rumputnya berharap cemas dengan apa yang akan terjadi. Pasir di bawah kaki George mulai bergetar, bergerak ke depan membuat rasa geli di kaki-kaki George.
Pasir? jadi Nyctimus orang yang menyeret George ke gua tadi. George sangat lambat, tentu saja seua ini terjadi karena Nyctimus, seharusnya George sadar sejak Nyctimus menanyakan keberadaan wanita tadi. Jika demikian apa tujuan pria di depannya?
"Sekarang Lariiiii!!!!"
George terkejut, pikirannya memcoba untuk fokus,"Tunggu, Apa?" melihat Nyctimus berlari, George melakukan hal yang sama. Dia berlari sekuat tenaganya, sayangnya ia lebih cepat dibanding Nyctimus, membuat badan besar George bertabrakan dengan Nyctimus yang ada di depannya. Mereka berdua terjerembab tepat di mulut gua.
"Tangkap mereka berdua!" Suara itu, Haemon, George medesis tidak suka.
Tombak-tombak pasir muncul dari bawah. Para penjaga yang tidak siap banyak yag tertusuk hingga menembus tubuhnya. George menyadari hal itu segera berdiri, mencoba pergi dari tempat itu namun dihalangi oleh Hemn sendiri.
"Mau kemana Kau Anak Kecil?" Asap mulai menyelubungi George, membuatnya putra bungsu itu tidak bisa bergerak.
"Lawanmu adalah Aku Haemon!"Asap terbuyarkan oleh pasir Nyctimus. George segera berlari, menghindar dari tempat itu. Pemuda bersurai hitam itu tidak ingin terlibat dengan pertarungan orang-orang gila itu. Sayangnya jalannya dihadang oleh orang-orang Haemon.
Kedua putra Lycaon bertarung sengit. Haemon maupun Nyctimus tidak ingin kalah, keduanya menyerang dan bertahan disaat bersamaan. Ketika Nyctimus membuat tombak denganpasirnya, Haemon akan menahan tombak Nyctimus degan pedang asapnya.begitu pula sebaliknya.
George di sini yang di ujug tanduk. Dia tidak tahu sedikitpun tentang seni bela diri. Bahkan dia sering dibanting saudari kembarnya saat dia mencuri roti babka milik Gia, tidak ada penyesalan karena roti itu enak. Tapi intinya George menyesal tidak mengambil kelas bela diri seperti Gia.
Sebuah tombak diarahkan pada George. Tombak itu hampir mengenai perutnya jika saja pemuda atletis itu tidak terjerembab oleh pasir. Sial memang, George segera berdiri. Semakin lama di tempat ini, semakin besar peluang dia untuk mati.
Para pnjaga masih mengejarnya, mengacungkan dan melempar senjata mereka ke arah George. George melompat, kadang menghindar ke samping. Dia harus menghentikan mereka bagaiamanapun caranya. George melirik ke arah dua saudara yang sedang bertarung, jika saja ia bisa membuat mereka meledakkan tempat ini, atau paling tidak membuat sesuatu yang cukup kuat untuk mengalihka perhatian tiap orang.
"Nyctimus!!! Buat badai pasir!!" Fokus Nyctimus teralihkan, membuat asap yang berbentuk martil menghantamnya telak. George berusaha menangkap Nyctimus, "Sekarang buat badai pasirnya!"
Nyctimus melakukannya. Kesadarannya yang masih setengah mengikuti perintah George membuat badai pasir. Nyctimus menggunakan semua kekuatannya untuk membuat badai pasir yang cukup kuat untuk mengubur sebuah kota. Teriakan dan raungan penjaga Haemon tidak terdengar sedikitpun, kesempatan, batin George. George segera membawa Nyctimus yang setengah sadar ke hutan.
Pikiran George saat ini hanyalah bersembunyi dari Haemon dan bawahannya. Pemikiran tersebut tersampaikan pada pepohonan, pohon-pohon menggerakkan akar dan rantingnya, menutupi jalan dimana George masuk, tumbuhan merambat dan semak-semak tumbuh cepat menjalin dan menebal membuat sebuah dinding tanaman. George tidak menyadari itu semua, baru setelah dia sampai di mata air dia sadar, jalur yang dilaluinya sudah tidak ada, tertutup.
George membaringka Nyctimus diatas rumpus yang tebal dekat dengan mata air kecil. Nyctimus tidak sadarkan diri, "Jika begini, bagaimana Aku menghubungi Leon?"
George menatap mata air itu dengan senyum nakal. Menangkupkan kedua tangannya, dia mengambil air itu. Tepat di atas wajah pucat Nyctimus, George membuka lengannya. Air itu membasahi wajah Nyctimus, membuatnya terkejut, dia berdiri memasang posisi siaga. George tertawa, cukup keras hingga membuat Nyctimus kesl dengan tawa makhluk yang lebih muda darinya itu.
"Apa yang Kau lakukan?"
George mencoba meredam tawanya, yang terlihat hanya sedikit berhasil, "Mencoba membangunkanmu. Kau harus lihat reaksimu tadi."
Nyctimus memasang raut kesal. Dia mendekati George, Memukul perut George dengan cukup keras hingga George berhenti tertawa dan mengaduh pelan, "Rasakan itu!!"
George memegangi perutnya, berujar dengan pelan,"Sial, pukulanmu keras sekali, padahal Aku hanya inin minta tolong unuk menghubungi saudaraku."
Nyctimus berjalan ke mata air. Dia memfokuskan dirinya membuat sebuah model air mancur yang cukup tinggi dengan pasir. Air mulai bergerak memasuki bagian yang seperti selang, dalam hitungan detik, semburan air keluar cukup deras hingga membuat pelangi mini yang diterangi matahari sore.
Nyctimus memberikan George sebuah koin emas, "Lemparkan dan pikirkan orang yang ingin Kau hubungi!" George menurutiNyctimus. Dia melemparkan koin emas itu dan memikirkan Leon.
"Ulangi ucapanku! Oh Iris Dewi pelangi yang murah hati, kirimkn pesanku pada orang yang sedang memenuhi pikiranku !"
Sekejap setelah George mengikuti kalimat Nyctimus, manik hijau rumput itu mendapati citra Leon yang sedang mandi di pelangi, "Leon!"
Leon mengumpat pelan, segera menutupi bagian tubuh privatnya dengan tangan, "Demi dewa-dewi, apa yang Kau lakukan George? Tungggu, bagaimana Kau tahu pesan Iris?"
"Aku–" pelangi hilang, air berhenti keluar, air mencur yang teruat dari pasir itu hancur, "Apa yang terjadi?" tanya George pada satu-satunya orang lain yang berada di situ.
Nyctimus menunduk, suaranya melemah, "Maafkan Aku, sepertinya kekuatanku belum pulih."
Pernyataan Nyctimus terdengar jujur. Keadaannya saat itu benar-benar mendukung. Namun George merasakan ketakutan di dalam suara itu."
Pojok HGHV
Ganti Cast untuk Leon, Keon, dan Reon
Nama: Leon Luminous Diavol
Tanggal Lahir: 11 November XXXX
Panggilan: Leon, Ley, Bocah Sialan, dan banyak lainnya.
Warna Kesukaan: Putih, Biru safir, dan emas
Makanan Kesukaan: Pancake dan Sphagetti
Makanan yang tidak disukai: -
Hobby: Membaca buku, membuat orang lain kesal (jika itu bisa dikategrikan hobi)
Tempat yang disukai: Perpustakaan
Fun Fact:
- Paling licik diantara saudara-saudaranya
- Meski terlihat seperti bad boy sebenarnya kutu buku akut.
- Pernah diculik oleh pamannya sendiri ketika berumur 8 tahun
- Paling suka berimprovisasi dalam memasak
- Paling pandai membuat orang lain kesal padanya
- Pernah menggigit tangan pamannya di depan para bangsawan vampir
- Pernah hampir membunuh seorang vampir ketika 8 tahun
- Sangat suka memanjakan George