Call Me Vin

By zeaale

567 116 79

"Kenapa sih bingung gitu? Panggil ya panggil aja, gausah ragu. You can call me Vin, like my family" "Of cours... More

Prolog
Satu
Zee's Note
Dua
Tiga
Zee's Note
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
SEPULUH

SEMBILAN

15 6 0
By zeaale

"Jangan ribut, ini rumah sakit." Ace mengingatkan kakak-adik itu.

Vin mendelik tajam, keluar dari ruang rawat dan berkata, "Huh, dasar!" sebelum dia menutup pintu dengan sedikit keras.

"Pubertas? Ah garing banget~" cecarnya dalam hati.

🍁

Vin terduduk di bangku kantin rumah sakit. Memikirkan perkataan Nic yang benar-benar aneh dan tak masuk akal. Puber? Emang aku remaja labil yang baru ngerasain cinta? rutuknya pelan.

Vin tersentak, menegakkan punggungnya. Tapi aku emang masih bocah sih, sebelas tahun. Tapi aku kan bukan remaja labil yang lagi jatuh cinta, lagian buat apa suka sama Ace yang lebih dingin dari es? Tapi emang sih, katanya kalo lagi jatuh cinta suka deg-degan gitu. Tapi semua orang deg-degan kan...soalnya kalo ga deg-degan berarti mati. Pikirannya saling berbantahan, berdebat tentang penyebab jantungnya berdegup kencang.

"Ah~pokoknya jangan deket-deket sama Ace. Lagian ngapain gitu kan suka sama Ace? Ale lebih keren kok. Yang saking kerennya sampe gabisa nolak cewe dan akhirnya malah masuk rumah sakit, nyebelin banget. Hm..sarkas."

Itu Vin, bicara pada diri sendiri seolah dia memiliki beberapa jiwa dalam satu raga. Kadang memuji diri sendiri, atau bahkan memarahi diri sendiri. Beberapa perawat yang melihatnya hanya menggelengkan kepala. Mungkin berpikir bahwa Vin itu agak gila, atau yang lebih baik adalah menganggap Vin dapat melihat sesuatu yang tak terlihat.

"Tidur, Vin." Suara rendah Ace menyela pikirannya yang masih berlari entah kemana.

Vin meliriknya sekilas "Udah"

"Ish, bocah" Ace bergeser, mendekat ke arahnya.

Vin melotot, wajahnya panik, "Jangan deket-deket, mesum!"

"Mesum apaan coba.." sanggah Ace tak terima. Sungguh, di antara semua sebutan untuk laki-laki, Vin memilih kata 'mesum' untuknya?

"Leher sampe lutut itu cuma boleh dipegang diri sendiri, ibu, sama dokter. Dan dokter juga kalo bener-bener harus, jadi itu termasuk terpaksa."

Ace menaikkan sebelah alisnya, namun mempertahankan wajahnya agar tetap datar tak berekspresi. "Yang tadi?"

"Iya! Jangan deket-deket! Nanti aku bilangin ke Vic!" Vin beringsut mundur sambil mengacungkan tangannya.

"Biasanya juga bilangin ke daddy, tumben ngadunya mau ke Nathan."

"Biarin! Bentar lagi Vic bakal pulang!" Balasnya berapi-api, bahkan dia sendiri tak sadar jika suaranya bergema.

"Jangan teriak, bodoh!" Ace membekap mulutnya, menatapnya tajam tapi tetap tak merubah ekspresinya.

Vin meronta, berusaha melepaskan dekapan Ace di bahunya, "Masih gelap, balik ke ruangan Aleasem."


Vin merutuk dalam hati, harusnya pergi ke toilet, bukan ke kantin.

"Jangan alesan ke toilet, di ruangannya ada toilet"

Oh oke, ketauan. Sial banget bareng si panda kampret, gada lucu-lucunya kayak panda apalagi gemesin kayak panda. rutuk Vin dalam hati

Sekarang giliran tangannya yang tak bisa lepas dari Ace. Dia menggenggam tangan Vin erat, seolah menggenggam anak kecil di kerumunan pasar. Dan sialnya, jantung Vin berdegup lagi. Degupan yang baru pernah ia rasakan selama hidupnya.

Flashback off 🍃

"Cewe~"

"Apaan lo Cule bau?" Balas perempuan itu dengan tatapan sangar.

Ale terkikik kecil "Emang aku udh nyule apa? Nyule hati kamu?"

"Nic, tolong dong urusin temennya. Vin belum selesai nyampulin buku. Nanti keburu males."

Nic hanya menatap malas, menoyor kepala Ale depan kepalan tangannya. Dia tak bisa menikmati film action di hadapannya jika Ale terus mengganggu adiknya dan adiknya terus melaporkannya.

5 menit kemudian, kegiatannya selesai. Vin terlalu kesal untuk meladeni jailnya Ale, dan Nic sudah bosan melihat tingkah temannya.

Vin merapikan buku-bukunya, naik ke lantai dua untuk menyimpannya di kamar. Lalu kembali dengan coklat di tangannya. Ia pergi ke dapur dan sedikit bereksperimen membuat pizza dengan banyak irisan daging dan dipenuhi keju. Dia memakannya sendiri setelah menghabiskan cokelatnya.

"Rasanya benar-benar enak. Tidak sia-sia aku belajar memasak." gumamnya di sela potongan pizza.

"Cuma bikin segitu?" tanya Ace saat melihat Vin menikmati makannya sendirian.

"Masih di oven, tunggu aja. Aku bikin 3, di sana 2" ucapnya sambil menunjuk kotak itu

Ace melirik oven, terlihat ada dua loyang di dalamnya "20 menit lagi." ucapnya

Ace duduk di sebelah Vin, ikut melirik layar hp di hadapannya yang menampilkan film horror. Pizza di piringnya tinggal setengah, yang artinya dia sudah cukup lama menonton sendirian.

Vin terlihat sangat serius, walau tangannya memegang potongan pizza. Dia menggigitnya, tanpa mengalihkan pandangan sedetikpun, "Shit! Don't look at mirror!!!"

"Bego! Udah dibilangin jangan liat ke kaca!! Terus kenapa tirainya ga dibuka?? Buka, bego, masih siang. Kalo lo hemat listrik, kan bisa dibuka tirainya biar terang!!"

Vin mengambil potongan baru, melahapnya dengan rakus. Namun dia berhenti, benar-benar berhenti. Mulutnya berhenti mengunyah, bahkan dia menahan napasnya.

"Tadi pizzanya belum dipotong, siapa yang motongnya?" cicitnya takut, sambil melirik pizza di tangannya. Dia menoleh, terlihat Ace yang menatapnya aneh.

"Haah, untung Ace." desahnya lega, "What?! Wait, Ace??" Vin menjerit, meletakkan pizzanya di piring dan berdiri, mundur menjauh dari laki-laki di sampingnya.

"Apaan sih, ga jelas banget" cecar Ace sambil meliriknya

"Sejak kapan lo ada di situ, panda buluk??"

"Dari tadi, bego"

Nic datang, matanya terbuka sedikit lebih lebar dari biasanya, "Bisa ga sih gausah teriak-teriak?! Gw lagi nonton!"

"Sorry, ga sengaja" balas Vin pelan

"Vincensia Allard!!" Bentak Nic

"I-iya" cicit Vin semakin menundukkan kepalanya. Jika Nic sudah memanggilnya dengan nama belakang, berarti dia benar-benar serius.

"Lo bikin pizza dan ga bagi-bagi?! Adek macam apa lo???"

"What?" balas Vin tak kalah kencang

"Lo bikin pizza ga ga bagi-bagi??" Ulang Nic dengan nada tak percaya

"O-oh, itu punya Vin. Dua lagi masih di oven."

"Udah mateng, adekku. Kenapa ga diambil??" nada Nic terdengar santai, seolah dia tak pernah teriak memarahi Vin yang ribut di dapur atau teriak karena Vin tak berbagi makanan dengannya.

Vin mendengus kesal. Kakaknya benar-benar menyebalkan. Detik yang lalu, dia membentaknya, tapi sekarang mukanya berseri-seri setelah melihat makanan yang dibawanya.

"Kalian tujuh orang kan? Aku bagi 8 potongan untuk satu pizza. Jadi setiap orang kebagian dua. Dan dua potongan yang lebihnya buat aku karena Nicholas Luvino Allard udah bentak aku dua kali." ucap Vin saat memotong pizza.

"What? Lo udah punya satu, lingakaran sempurna, dan masih mau ngambil yang ini?"

"3, Nic. Jatah kamu jadi satu."

"No no nooo. Maafin aku Vincy...kamu boleh ngambil dua potong soalnya ukuran pizza kamu ga lebih dari setengah ukuran pizza yang ini."

"Ya, bener. Lebih tepatnya satu perempat. Dan jangan protes. Masih untung aku inget dan bikinin buat kalian juga."

Ace hanya diam menatap temannya -dan adik temannya juga- yang membicarakan potongan pizza.

"Bawa sana. Aku nyusul setelah ngabisin yang di sini." Perintah Vin pada dua laki-laki yang berada di dapurnya.

Dua orang itu pergi, meninggalkan Vin yang melanjutkan potongannya tadi.

Dia mencuci loyang, membersihkannya seperti semula. Setelah memastikan tangannya kering, dia mengambil potongan terakhir. Bersandar dan menatap langit-langit ruangan.

Ternyata degupan itu bukan suka. Apalagi sayang dan cinta. Kalo suka, aku pasti salah tingkah dan tetek bengeknya. Lagian ngapain juga punya perasaan kaya gitu? Nanti aku jadi kaya Kiki yang heboh pas doinya lewat? Kaya Hanny yang senyumnya lebar banget pas dia nonton sama doinya? Kaya Faiq yang mukanya selalu merah pas ngajak ngobrol doinya? Kaya Ayu yang teriak ga jelas pas disenyumin doinya? Kaya Ica yang ngoceh sendiri pas digandeng doinya? Kaya Ali yang suka gombalin aku dan bersikap seolah dia satu-satunya? No.

Vin menggeleng pelan, menyelesaikan kunyahan terakhirnya dan mencuci piring. Memasukkan hpnya ke saku dan melangkah ke ruang keluarga untuk mendapatkan dua potong pizzanya.

Dia duduk bersandar ke sofa, di antara Ace dan Nic, dan Ale duduk di dekatnya. Dia kembali memakan pizzanya, menatap tv yang menampilkan film action Amerika.

Dia melirik Ace yang ada di samping kanannya, lalu berfokus pada suara detak jantungnya. Tak ada yang berubah, ritmenya normal.

Dia menatap Ale yang duduk di depannya, di antara Ace dan dirinya. Ale menoleh, mungkin kebetulan atau menyadari ada yang menatapnya. Ale tersenyum, dengan lesung di pipi kanannya, terlihat sangat manis. Benar-benar manis.

Vin memalingkan wajahnya, memutuskan kontak mata dengan Ale. 'Apa senyumnya memang manis dari dulu?' tanya hatinya

'Mengapa aku baru sadar bahwa lesung pipinya membuat dia terlihat manis dan lucu?' tanya hatinya lagi.

Pipinya memanas, bahkan Vin tidak sadar pizzanya pindah ke tangan kiri dan tangan kanannya menyentuh jantungnya yang berdegup aneh.

'Apakah ini suka?' Tanyanya dalam hati.

🍁

Vin terbangun, tersenyum bahagia. Dia tertawa kecil sambil menutupi wajahnya dengan selimut.

Setelah ingat bahwa hari ini hari Minggu, dia bergegas mandi dan berlari ke bawah.

"Jam enam" ucapnya saat tiba di dapur.

Hari ini dia akan menyiapkan sarapan. Namun karena ini hari Minggu, dia hanya perlu menyiapkan roti isi.

Setengah jam kemudian, mereka sarapan bersama. Jangan lupakan wajah Vin yang terlihat memerah setiap kali Ale tak sengaja menatapnya. Atau Luna yang berdebat dengan saudara kembarnya, saling menyalahkan karena sama-sama tertidur saat pekerjaannya belum selesai.

"Vin! Camilan sorenya pizza ya! Kita udah lama ga makan pizza." Usul Nic setelah mereka selesai membersihkan peralatan makan.

"Hah? Kemaren kan makan pizza." Jawab Vin setengah mengejek.

"Kakak makan pizza gabagi-bagiii" sergah Anna saat mendengar kata 'pizza'

"Kemaren kapan Vincy?" Tanya Nic memastikan ia tak salah dengar

"Kemaren malem Nic, masa udah lupa sih? Kalian kan makan pizza sambil nonton film."

"Kapan sih? Ngga tuh" Nic keras kepala mempertahankan pendapatnya.

"Ih masa sih ga inget? Tanyain ke..." ucapan Vin terputus saat melihat Ale datang untuk mencuci gelas yang baru dipakainya.

"Lele!" Panggil Nic

Ale menyernyit mendengar nama panggilannya, "Apaan?"

"Emang kemaren makan pizza?" Tanya Nic dengan wajah serius

"Pizza apaan Nic? Ngelindur?" ucapnya balik bertanya

"Kata Vin kemaren kita makan pizza. Tapi kalo makan aku pasti inget. Hmm...kemaren sarapan sama nasi goreng udang terus ada cumi sama ikan kakap. Siangnya makan tempe bacem sama rendang, eh sama apa ya? Terus makan malemnya sama beef steak terus ada kentang kaya ditumis gitu. Sorenya kita makan brownies sama ice cream. Sama jam 10 pagi jus alpukat sama salad. Bener ga?"

"Bener" jawab Ale singkat

"Terus malemnya makan pizza pas nonton." tambah Vin yang bersikeras mengingatkan.

"Kemaren emang nonton apa? Perasaan kemaren cuma nyampulin buku terus pas selesai kamu tidur dan yang lain maen game." Ucap Nic

Vin menyernyit, bukan seperti itu kejadiannya. "Masa sih? Aku ga tidur. Habis nyimpe buku tuh ke bawah lagi terus bikin pizza."

"Pizza apaan Vincy? Udah jelas kamu tidur. Aku udah mastiin, soalnya aku yang nutup pintu kamar kamu pas aku ke atas buat ngambil hp." Ale tertawa geli.

"Engga ihh." Vin benar-benar kesal, tidak mungkin dia melupakan hal itu, bukan? Lagipula dia benar-benar membuat pizza.

Nic mulai malas menanggapinya. Dia benar-benar yakin jika Vin tidur lalu dia main game dengan teman-temannya, "Coba cek loyangnya. Cek bahan-bahannya. Kalo masih banyak, berarti kemaren kamu ga bikin pizza."

Vin menurut. Dia membuka lemari dan menemukan loyang yang biasa digunakan untuk membuat pizza berada di bawah. "Kamu yang pindahin yaa??" tuduh Vin pada kakaknya yang langsung dijawab dengan gelengan kepala.

Dia membuka lemari tempat menyimpan bahan-bahan untuk membuat pizza, dan terlihat baru. "Kamu beli baru, Nic?" tanya Vin menatap Nic sambil menunjuk bahan-bahan  di lemari.

Nic menggeleng lagi. Dia benar-benar tidak melakukan apapun.

"Kok gada bekasnya sih? Orang jelas-jelas kemaren aku bikin pizza." Vin menggerutu menatap dapur.

"Kamu mimpi mungkin." Ucap Ale dengan senyum manisnya, mengacak-acak rambut Vin.

Eh?

🍁

Aku balik lagiii. Maaf banget udah menghilang gada kabar 😭. Maaf baru bisa up hari inii. Maaf banget banget bangett.
Sebagai hadiah, part ini 1826 kata. Maaf atas keteledoranku meninggalkan kaliann.
Jangan pergi yaaaaa 😭😭

Love,
Zeta Aleza

Continue Reading

You'll Also Like

4.6M 266K 48
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
274K 838 16
⛔21+⛔ ⛔FOLLOW SEBELUM BACAA⛔ ⛔JANGAN PELITT VOTE⛔
1.9M 66.7K 63
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
125K 14.2K 12
Sequel Cinta Dalam Doa📌 Berawal dari pernikahan yang tidak di inginkan hingga menjadi pernikahan yang di impikan banyak orang, hadirnya anak di teng...