LEILA : A TRUE PRINCESS (COMP...

By dindinthabita

114K 2.8K 118

Leila Naqib El Baraq dikenal sebagai istri tegar yang menerima suaminya berpoligami. Meski diawal dia merasa... More

IBRAHIM MEMBACA BUKU HARIAN
LEILA : ANAK LAKI-LAKI ITU
ABDUL : NONA CILIK YANG CANTIK
LEILA-ABDUL : BERTEMU

IBRAHIM DAN SHAKILA BERBINCANG

5K 528 37
By dindinthabita

Untuk para Dinxie yang baik di manapun berada, mohon maaf Leila : A True Princess hanya bisa dibaca hingga sampai bab 5 saja. Dindin sudah bekerja sama dengan Platform lain sehingga Leila : A True Princess terbit di sana. Untuk membaca kembali atau bagi yang baru saja menemukan cerita ini, kalian bisa membaca di Platform Dreame dengan judul yang sama "Leila : A True Princess" dan nama author yang sama pula (Dindin Thabita).

Silakan baca cerita dindin yang lainnya yang masih lengkap atau on going di sini ya ^^

love dan kecup basah dindin



Ibrahim menutup buku harian ibu dan ayahnya sekaligus, tercenung untuk dalam beberapa menit. Sinar matahari menelusup ke dalam kamarnya melalui celah jendela. Sudah dua hari dia menghabiskan harinya dengan membaca dua buku harian itu, tenggelam dalam kenangan demi kenangan kedua orangtuanya dalam tulisan polos seorang kanak-kanak hingga Ibrahim teramat yakin bahwa tak seharusnya cinta mereka terbelah, khususnya dari pihak ayahnya.

Perlahan, dia meletakkan buku-buku harian itu di meja samping ranjang, menyibak selimut dan berjalan ke arah jendela. Ditariknya kerai jendela dan sepasang matanya menyipit menerima sinar matahari pagi menerpanya. Dengan sebelah tangan di pinggang telanjangnya, Ibrahim berpikir keras. Tentang perasaan dua anak kecil yang dipertemukan Allah, rasa suka keduanya, termasuk cerita sekuntum mawar.

Sebenarnya hal itulah yang mengganggu pikiran Ibrahim. Mawar! Ia merasai saku celana tidurnya dan mendapati bungkus rokok di dalamnya. Dikeluarkannya benda itu, mengeluarkan sebatang dan disulutnya dengan pelan. Dia tersenyum, jika Ummu mendapatinya merokok, wanita itu akan menegurnya hanya melalui tatapan matanya.

Tapi Ibrahim tak berniat terikat dalam aturan kebangsawan yang mengalir di dalam darahnya. Ada sesuatu yang membuatnya ingin mendorong dan meruntuhkan monarki di dalam tubuh Al Jabbar dan El Baraq, dan itulah yang membuatnya tak menetap di Dubai dan memilih mimpinya di luar dinding kebangsawanan.

Suara ketukan halus terdengar di kamarnya yang mewah. Diembuskannya asap rokok di udara dan melirik jam di dinding. Dia nyaris tak tidur dan hanya berhenti sejenak dari kegiatan membaca dengan shalat, selebihnya, dia bergadang semalam suntuk.

"Ibrahim, ini aku."

"Shakila." Ibrahim mendesah pelan. Kakaknyalah yang menggantikan segala hal yang berkaitan dengan Ummu. Shakila lebih cerewet dan yang amat disesalkan, Ibrahim menyanyangi wanita itu. Ditatapnya rokok yang terselip di jarinya dan memutuskan untuk melumatnya ke asbak sebelum Shakila menyita semua persediaannya.

"Ibrahim, buka pintumu."

"Ya." Ibrahim meraih jubah tidurnya, mengikat sabuknya di pinggang dan berjalan ke arah pintu. Dibukanya pintu dan mendapati Shakila yang berdiri di depan kamarnya, lengkap dengan nampan sarapan. "Aku akan turun sarapan." Ibrahim menyeringai.

Shakila melangkah masuk ke dalam kamar dan menuju langsung pada meja berkaki rendah di tengah kamar. Hidungnya mengendus aroma tembakau di seputar kamar adiknya dan dia berkacak pinggang. "Kau merokok?"

Ibrahim membuka tutup mangkuk yang berisi sup dan menyeringai. "Hanya sebentar dan kau keburu muncul."

Shakila memutar bola mata dan membiarkan adiknya mulai duduk, melahap sarapan yang dibawanya. Tatapannya menjelajahi kamar Ibrahim dan perhatiannya tertumbuk pada dua buah buku harian yang dikatakan Ibrahim.

"Kau masih membaca buku harian Ummu?" Shakila bertanya pelan, duduk bersila di depan Ibrahim.

"Ya."

"Sudah sejauh mana kau membacanya?"

Ibrahim mengangkat matanya. "Masih di masa kanak-kanak mereka. Tulisan mereka manis dan polos."

"Mereka?" Shakila menaikkan alisnya.

"Ayah menyelipkan buku hariannya pula." Ibrahim berkata lambat, menatap kakaknya dengan lekat. "Apa kau tahu maksud orangtua itu? mengapa dia memintaku membaca buku hariannya pula di samping milik Ummu."

Shakila mengangkat bahunya. "Mungkin dia memintamu memahaminya dari sudut pandangnya?" melalui bulu matanya, Shakila memperhatikan gerakan menyuap Ibrahim terhenti. "Mungkin dia ingin engkau memahami tindakan-tindakannya setelah beranjak dewasa, terhadap Ummu dan terhadap..."

"Terhadap Ibumu." Ibrahim menyambung dengan pahit. Dia menunduk, menatap sarapannya dengan kehilangan selera. Bagaimanapun dia membawa perasaannya untuk menerima poligami yang dilakukan ayahnya, jauh di dasar hatinya, dia tak pernah bisa menerima hal itu. Baginya, itulah satu-satunya alasan yang membuatnya gerah berada di Dubai dan melarikan diri ke Wina. Dia tak bisa menyaksikan hati seseorang berbagi terutama cinta. Dia hanya menerima dan menyayangi Shakila, tapi tidak untuk yang lainnya, yang membuatnya pernah melihat airmata Ummu saat dia berusia 6 tahun.

Shakila terdiam. Suara Ibrahim selalu sama, pahit jika menyinggung masalah ibunya yang berada di Palm Jumeirah. "Maaf, Ibrahim. Aku tahu tak seharusnya aku menyinggung Sayyidah Azarine di depanmu."

Ibrahim mendorong piring sarapannya dan mencuci tangannya di mangkuk kecil berisi air bersih dan limau. Dia mengelap tangannya dan menyentuh punggung tangan kakaknya. "Itu tak ada hubungannnya denganmu, kak. Mungkin inilah alasan aku ingin membaca isi buku yang ditulis ayah. Aku ingin mengerti mengapa dia melakukan ini."

"Sementara ayah sejak kecil sudah jatuh hati pada Ummu?" Shakila berkata dengan tersenyum. Melihat bola mata Ibrahim membesar, dia menepuk punggung tangan adiknya. "Ayah pernah bercerita padaku. Di taman mawar yang kini tak terurus."

Kalimat Shakila membuat Ibrahim tersadar akan sesuatu. "Mawar! Aku mendengar rumor bahwa taman itu dibuat ayah untuk ibumu."

Shakila tertawa. "Sayyidah Azarine, Ibrahim."

Ibrahim meringis. "Dia ibu kandungmu."

Sinar mata Shakila menyiratkan kepedihan. "Dia memang ibu kandungku, Ibrahim. Tapi hanya sebatas itu. Berulang kali aku berjuang untuk memanggilnya Ummu, lidahku kelu. Beliau tak pernah mengurusku, berada di sisiku di saat-saat aku membutuhkan sosok ibu kandung, dia tak pernah membaca hasil raportku, menciumku dan memeluk ketika aku merasakan haid pertama kali. Dia hanya mendengar perkembanganku melalui penjaganya, memberiku hadiah-hadiah tak berarti." ada titik airmata menggantung di pelupuk mata Shakila. "Aku tak pernah mengingkarinya bahwa beliaulah ibu kandungku, aku berada di bawah jantungnya selama 9 bulan 10 hari. Aku lahir dari dirinya tetapi..." kalimat Shakila terhenti. "Bagiku, ummu adalah Ummu Leila. Dan engkau adikku. Allah tahu isi hatiku. Aku memohon ampun padaNya bahwa di hatiku hanya ada nama Ummu Leila."

Ibrahim mengepalkan tinjunya di bawah meja. Inilah yang tak pernah disukainya akan tindakan ayahnya meski sudah jauh hari dia memaafkan sang ayah. Karena Ummu memintanya demikian. Dia memejamkan matanya, teringat kalimat lembut Ummu.

"Jangan pernah menyalahkan ayahmu ataupun Sayyidah Azarine, Ibrahim. Demi Allah, Ummu ikhlas. Jika engkau melihat airmataku, percayalah itu hanya segelitir rasa sedih yang kadang mengunjungiku. Selebihnya tak ada kemarahan di hatiku."

"Tentang taman mawar, jika engkau terus membaca, kau akan tahu untuk siapa taman itu."

Suara Shakila membuyarkan pikiran Ibrahim. Dia menatap kakaknya. "Bibi Nimah berkata bahwa taman itu dipersembahkan ayah untuk wanita yang dicintainya dan kelak menjadi isterinya." Jika mengingat rumor itu, hati Ibrahim serasa diremas karena seisi gedung itu menceritakan bahwa taman itu diciptakan ayah untuk Sayyidah Azarine.

"Itu taman lain yang kau lihat. Ada sebuah taman lainnya yang ayah buat di gedung ini. jauh sebelum dia bertemu Sayyidah Azarine." Ya, Shakila tahu taman itu. Apabila Ibrahim berbicara tentang taman yang sekarang pintunya terkunci, maka adiknya itu salah.

"Taman lain?"

"Pakailah bajumu. Ini bukan di Wina. Di sana, engkau bahkan bisa telanjang sebebasmu, tapi ini bukan Wina." Shakila tertawa dan berjalan ke arah lemari, melempar kaos berlengan pendek pada Ibrahim.

****

Ibrahim tak tahu bahwa di bagian tengah gedung itu terdapat sebuah pintu berukir, yang di baliknya, dapat diciumnya aroma menyengat harum mawar. Shakila mendorong pelan pintu berukir itu dan membentang lebar benda itu hingga Ibrahim melongo takjub. Itu memang bukan taman mawar yang diketahuinya yang berukuran besar dan sekarang meranggas di dalamnya, tapi ini adalah taman mawar berukuran kecil dengan bunga-bunga mawar segar dan terpelihara.

"Taman inilah yang dikatakan ayah pada Bibi Nimah akan dipersembahkannya untuk wanita yang dicintainya dan kelak menjadi isterinya." Shakila berbalik menatap Ibrahim yang terpana. "Bukankah sejak dulu ayah tahu bahwa Ummulah yang kelak menjadi isterinya? Dan engkau telah membaca buku hariannya. Kita orang dewasa tak seperti bibi Nimah yang saat itu berusia 11 tahun. Kau bisa memahami maksudku."

Menemukan taman mawar tersembunyi itu, bagi Ibrahim semakin membuatnya sanggup menyelami hati ayahnya. Namun tetap saja dia tak mengerti mengapa ada wanita lain di antara keduanya.

"Mengapa hati ayah terbagi? Jika memang dia mencintai Ummu tanpa disadarinya, tetapi aku yakin secara sadar dia membagi hatinya." Ibrahim berucap samar, tak ingin menyinggung hati Shakila.

Shakila menyentuh sekuntum mawar, membelai kelopaknya dan menyentuh pelan sebuah duri. Ummu pernah berkata padanya, dulu ketika usianya 12 tahun.

"Mawar adalah lambang perlindungan perempuan. Dia cantik tapi berduri. Sama seperti dirimu, Shakila. Engkau cantik. Tetapi jadilah mawar yang sanggup melindungi dirinya sendiri. Milikilah durimu hingga laki-laki menghormatimu. Pertajam kecedersanmu. Kecantikan akan memudar seiring usiamu yang menua tetapi tidak bagi sebuah kecerdasan. Seorang laki-laki mencintai kecerdasan seorang perempuan, yang berada di sisinya dan berbagi ilmu. Seorang laki-laki akan menghargai sebuah keikhlasan yang dimiliki seorang perempuan dan percayalah pada Ummu, itulah yang membuatku bertahan di sisi ayahmu begitu pula sebaliknya."

Tanpa mengangkat mata dari kuntum mawar, Shakila menjawab masam. "Iblis selalu hadir di sekeliling manusia. Bukanlah itu sumpah sang iblis, Ibrahim? Bahkan matamu bisa dibutakan oleh kecantikan fana sehingga cinta yang engkau milikipun tak terlihat?"

Ibrahim mengingat dengan jelas sumpah Iblis di hadapan Allah sebagaimana Allah swt. berfirman :
قال فبعزتك لأغوينهم اجمعين الا عبادك منهم المخلصين

Artinya : Iblis bersumpah "Demi sifat keagunganMu Tuhan, niscaya aku pasti akan membujuk anak cucu Adam semua. Kecuali hamba-hambaMu yang ikhlas (dalam beramal)".

Bahkan di surat Al a'rof ayat 16-17 di sebutkan,

قال فبما اغويتني لاءقعدن لهم صراطك المستقيم ثم لاءتينهم من بين ايديهم ومن خلفهم وعن ايمانهم وعن شمائلهم ولاتجد اكثرهم شاكرين
Artinya : "Iblis menjawab karena Engkau (Allah) telah menghukum saya tersesat maka saya benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapat kebanyakan mereka bersyukur ( taat)"
(Sumber:  http://nuraziz.blogspot.com/2008/07/sumpah-iblis-di-hadapan-allah-swt.html?m=1)

Shakila mendekati Ibrahim dan menyentuh lengan adiknya. "Bacalah dan tuntaskan keingintahuanmu akan kisah cinta ayah dan Ummu, pelajarilah kisah mereka dan keikhlasan di dalamnya. Setelah itu jadikan pengalaman itu sebuah perlindungan bagimu agar tak salah dalam melangkah. Khususnya dalam jatuh cinta."

Ibrahim meraih bahu kakaknya, memeluknya dengan lembut di dadanya yang lebar. "Kau tahu bahwa aku tak pernah ingin seperti ayah dalam menjalani hubungan cinta. Jadi jangan cemaskan diriku." Ibrahim tersenyum, menatap taman mawar indah itu dan baginya, hari itu sudah cukup mereka berbincang. Dia tak ingin luka di hati Shakila terbuka lagi akibat penolakan sang Sayyidah Azarine.

TBC...

Percakapan kakak dan adik yang sarat makna...

love dindin^^

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

General Fiction

12.3M 612K 56
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
LUNA (End) By Liaa

General Fiction

617K 15.5K 46
JANGAN LUPA FOLLOW! Tinggalkan vote dan komen Deskripsi Luna athayya gadis pecinta senja yang terpaksa harus menikah dengan laki-laki yang telah me...
401K 29.7K 71
Karena bayangan akan hilang setiap kali cahaya datang.. Kehadiran Bhanu Baskara di hidup Anantari Purnama mampu mengubah dirinya yang semula selalu b...
590K 65.6K 73
Prisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jik...