Bagaimana aku bisa masuk ke dalam hatimu? Sedangkan kau bahkan menutup pintu itu dengan rapat. Seolah tak ingin aku memasukinya.
•Citra•
Author
"Lihat kan Dev, dia sering menghantui tidurku akhir-akhir ini karena pertanyaannya."
Jelas Malvin pada Devan dengan suara nyaring andalannya, membuat Devan harus menutup sebelah telinganya menggunakan jari telunjuk seraya mata pria itu melirik sinis sahabatnya yang heboh gara-gara kekasihnya pagi ini.
Setelah membaca semua chat dari Angela---kekasih Malvin dari ponsel milik Malvin sendiri. Devan segera menyodorkan benda pipih itu lagi pada Malvin.
"Jika memang begitu, apa masalahnya? Nikahi saja dia."
"Bukan begitu, aku hanya belum siap. Menikah itu tak bisa sembarangan, pernikahan itu sakral. Aku hanya tak ingin menikah cepat-cepat tapi akhirnya bercerai." Sahut Malvin sambil mengambil ponselnya dari tangan Devan dan kemudian mendudukkan diri di depan kursi milik pria itu.
"Mau bagaimana lagi? Kalau tidak, Angela akan terus menyerangmu dengan chat berisikan kapan kau akan menikahiku, padamu. Memangnya apa yang membuatmu belum siap? Apa jangan-jangan kau sudah berpindah dari menyukai wanita kini menyukai pria?"
Devan merasakan tengkuknya merinding sendiri, terlalu syok akan kata-katanya.
Mendengar hal itu Malvin hanya bisa memandang pria berambut model quitt di depannya dengan malas. "Mana mungkin aku berubah jadi gay. Oh please Dev, jangan bercanda di saat-saat seperti ini, ayo bantu aku menemukan solusi dari masalahku ini."
Devan menghela napas lega, "Syukurlah kau masih normal. Aku kan sudah memberimu solusi, menyuruhmu untuk segera menikahi Angela. Apa lagi?"
Malvin mengusap wajah frustasi, dia juga ingin menikahi kekasihnya cepat-cepat tapi entah mengapa dirinya merasa belum siap.
"Aku benar-benar bingung, Dev. Apa yang harus kulakukan?"
Devan memutar bola mata malas, sepertinya tak ada gunanya juga dirinya memberi solusi, Malvin tetap gelisah pada masalah yang membelitinya akhir-akhir ini, "Jika kau tak mau menikahi Angela, biar aku saja yang menikahinya. Akan kujadikan dia istri kedua."
Malvin mendengkus, "Lalu bagaimana Citra? By the way, ngomong-ngomong tentang Citra, apa kau sudah minta maaf padanya soal kemarin?"
Devan tampak berpikir sebelum akhirnya mendesah, ternyata sahabatnya itu masih saja mengingat janji yang dibuatnya untuk meminta maaf pada Citra perihal kelakuannya atas kedatangan Steffani ke kantornya.
"Sudah." Jawab Devan singkat akhirnya, dengan nada yang terdengar tak ikhlas. Membuat Malvin yang mendengar itu menjadi curiga, "Kau yakin?"
"Iya."
"Baiklah, akan aku tanyakan pada Citra lewat ponsel nanti. Awas saja kalau kau berbohong!"
Lelaki yang memiliki mata seindah lautan di depan Malvin itu hanya bisa merutuk dalam hati, terus menerus bertanya pada Tuhan mengapa dia harus diberikan sahabat seperti Al ini? Dia hanya merasa risih lantaran urusannya dengan sang istri terus-terusan diikut campuri.
Apalagi hubungannya dengan Citra kembali merenggang akibat kejadian malam kemarin.
Dia memutuskan untuk tak menegur gadis cantik itu, begitu juga Citra, dia terlalu takut untuk menegur Devan. Hingga pada akhirnya mereka menjadi diam satu sama lain. Padahal nyatanya Citra memang mengatakan yang sebenarnya.
Citra benar-benar melihat Steffani tengah bercumbu dengan seorang pria yang tak dikenalnya.
Beruntung waktu itu Steffani dan juga pria misterius itu tak menyadari kehadiran Citra dan Nick. Begitu pun Nick, pria itu juga tak menyadari kalau ada Steffani di dalam kedai roti kemarin.
Jadi, hanya Citra sendiri yang mengetahui hal itu.
Awalnya Citra juga ragu untuk memberitahu Devan mengenai hal tersebut. Tapi, gadis itu juga akan merasa bersalah jika dia hanya diam.
Makanya dia memutuskan untuk memberitahu suaminya, meskipun pada akhirnya Devan tak mempercayainya dan membuat pria tampan itu malah marah besar padanya.
"Jadi bagaimana? Kau akan menikahi Angela?"
Tanya Devan berusaha menjauhkan pikirannya mengenai Citra, dia sedang badmood untuk memikirkan gadis itu.
Malvin menaruh jari telunjuknya di dagu, "Entahlah, aku tak tau. Sepertinya aku harus membicarakan hal ini pada Angela, mungkin dengan begitu kita akan mendapatkan solusinya. Baiklah, thankyou ya Dev atas sarannya. Aku harus menghubunginya dulu untuk janjian ketemuan malam ini untuk membicarakannya."
Malvin memasang senyum lebar kemudian segera beranjak meninggalkan ruangan Devan setelah sebelumnya mendapat anggukan kecil dari atasannya itu.
Drrrttt drrrttt drrrttt
Devan melirik ponselnya yang bergetar di atas meja kerja, melihat nama yang tertera untuk kemudian langsung mengangkat panggilan yang diterimanya tersebut, "Kau mau mengubah keputusanmu?"
tanyanya pada seseorang di telpon, sembari mengangkat kedua kakinya ke atas meja lalu menyilangkannya.
"Maaf waktu itu sempat menolak panggilanmu, Tuan Lington. Kupikir kau akan berkunjung ke sini setelah tak bisa menghubungiku, tapi ternyata tidak."
Devan terkekeh, "Kenapa? Kalian takut?"
Seseorang yang menjadi lawan bicara Devan itu jadi ikut-ikutan terkekeh kecil mendengarnya, "Tidak, tentu saja tidak. By the way, mengenai masalah itu, kalau Tuan ingin tau semuanya, temui aku di rumahku sekarang. Hanya kita berdua."
"Mengapa hanya berdua? Di mana si anting satu itu?"
"Tuan tau sendiri, dia belum pulih. Bagaimana? Apa Tuan setuju? Jika iya akan kukirim lewat pesan alamat rumahku."
"Okay, aku akan berangkat sekarang."
"Oke."
Setelahnya Devan langsung mematikan panggilannya bersama seseorang yang mengajaknya bertemu tersebut.
Pria tampan itu kini melangkah dengan percaya diri sambil memasang seringaian licik. Seolah seringaian itu mengandung banyak makna, dan aura hitam seolah mengelilinginya. Biasanya, kalau dia sudah mengeluarkan seringaian mematikan seperti itu, akan ada yang menjadi mangsanya dalam waktu dekat.
Kita tak tau. Entah siapakah seseorang yang beruntung itu.
📚📚📚
Citra menatap tumpukan buku di depannya dengan tak berselera. Gadis itu kini sedang berada di ruang perpustakaan seorang diri.
Berniat untuk membaca buku di atas meja di hadapannya itu agar bisa membantunya setidaknya mengurangi rasa sedih akibat perkataan Devan tadi malam.
Padahal ia sendiri sudah memilih buku di rak buku yang tersedia di perpustakaan pribadi untuknya itu, memilih buku-buku yang tak mengandung kisah cinta di dalamnya.
Alhasil dia putuskan untuk memilih buku bergenre thriller, science fiction, hingga horror.
Namun saat akan membuka salah satu buku-buku untuk dibaca, kepalanya kembali mengiangkan kata-kata Devan yang berhasil membuat hatinya kembali sesak.
Aku tak akan pernah mencintaimu seperti aku mencintai Steff. Seharusnya dari awal pernikahan kita memang tak terjadi. Seharusnya aku sudah menolaknya saat Mom memintaku waktu itu.
Kata-kata menyakitkan itu terus berputar berulang kali seperti radio rusak di dalam otaknya.
Dia tak ingin terlalu larut dalam kesedihan ini, namun mau bagaimana lagi?
Kalimat itu sungguh mengoyak hatinya.
Lantas, jika Devan mengatakan demikian, mengapa pria itu harus menikahinya?
Mengapa dia menerima untuk menikah dengan dirinya?
Mengapa dia tak menolak jika dia benar-benar tak mencintai Citra?
Mengapa?
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang kemudian beradu menjadi satu dengan kalimat yang dilontarkan Devan tadi malam.
Membuat kepalanya menjadi pening dan air mata tak henti-hentinya turun sampai akhirnya kedua matanya membengkak sekarang.
Citra berpikir lagi, lalu apa arti dari sikap manis Devan yang Devan tunjukkan padanya baru-baru ini?
Apa itu semua hanya akting?
Entahlah, gadis cantik itu terlalu lelah untuk memikirkannya.
Jika dia terus memikirkan pun dia tak bisa mendapatkan jawabannya.
Sepertinya pernikahannya dengan Devan memang harusnya tak terjadi.
Awalnya dia masih bertahan pada sikap awal Devan yang menyakitinya dengan tingkah laku pria itu.
Sekarang pun kalau boleh jujur dia masih ingin mempertahankan rumah tangganya bersama Devan.
Dia masih ingin berusaha, namun jika Devan sendiri sudah menyampaikan kalau dia benar-benar tak menginginkan pernikahan ini, dia bisa apa?
Dia bisa apa selain menuruti permintaan suaminya itu?
Ya, dia hanya perlu menuruti permintaan Devan. Dan semuanya akan selesai.
Meskipun dirinya harus terluka sekaligus berat hati untuk melepaskan pria yang sangat dicintainya. Namun, dia juga tak bisa memaksa.
Citra menyeka air matanya yang tanpa sadar kembali terjatuh, gadis itu lantas bangkit dari sofa yang didudukinya dan segera keluar dari ruangan perpustakaan.
Tbc...
Kira-kira Citra mau ngelakuin apa ya?😢
Menurut kalian, siapakah orang misterius yang akan ditemui Devan itu?
Jawab di kolom komentar yaaaa.
Kalau ada satu orang pertama yang ngejawab bener, akan aku follow akun wattpadnya!😋 ayoo ditebakk.
Jangan plagiat.
Jangan siders.
Jangan sampe gak Vomment😚
❤MelQueeeeeen