Bulan Dalam Genangan

By mustakjiddan

2.9K 351 34

Slamet adalah pemuda sederhana. Ia selalu mengenakan kemeja biasa, celana model biasa, sandal biasa, namun me... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31

Chapter 9

42 17 2
By mustakjiddan

Slamet sedang berada di tangga, mengecat dinding madrasah, ketika Isna datang bersama ketiga temannya.

“Ustaz!” Isna memanggil Slamet dengan sebutan ustaz karena punya maksud tertentu.

Slamet menoleh ke bawah. “Oh, kamu, Isna!”

“Aku bawa pasukan yang siap membantu, Ustaz!”

Slamet mengerjap gembira. “Alhamdulillah, mereka teman-teman kamu?”

“Yup!” Isna memberi isyarat agar ketiga temannya mendekat. “Perkenalkan diri kalian sama Ustaz!”

Ketiga teman Isna mendekat.

“Ini Uday, nama aslinya Saefudin!” Isna mengenalkan seorang anak berbadan gempal di sebelahnya.

Slamet melambai kepada Uday.
“Yang kurus ini Giant.” Isna menunjuk seorang anak bertubuh jangkung, tidak jauh darinya.

Slamet tersenyum geli. Tokoh Giant dalam film animasi Doraemon bertubuh gemuk. Sedangkan yang ada di hadapannya kebalikannya, tinggi kurus.

“Dan si cantik ini, namanya Ningsih, tetapi seluruh cowok di kampung ini memanggilnya dengan sebutan Sissy.” Isna merengkuh tubuh sintal Sissy.

Slamet mengangguk sopan.

Isna mengedarkan pandangan ke setiap sudut gedung. “Madrasahnya sudah kelihatan cantik!”

“Semoga saja lusa sudah siap difungsikan.” Slamet menuruni anak tangga. Ia bersalaman dengan kedua teman lelaki Isna, kecuali kepada Sissy, ia hanya mengatupkan kedua telapak tangan.

“Nanti kami bantu besok. Hari ini kami ada acara.” Isna berujar.

“Oh, ya?” Slamet tersenyum. “Terima kasih sebelumnya.”
Wajah Isna mendadak cemberut. “Tapi acara itu bisa batal kalau Ustaz tidak bisa membantu kami.”

Sepasang alis Slamet terangkat. “Memang apa yang bisa aku bantu?”

Mata Isna berbinar. “Jadi ceritanya begini. Kami ini anak band. Minggu depan ada festival band tingkat kabupaten. Hari ini rencananya kami mau mendaftar. Tetapi bapak tidak mengizinkan.”

Ketiga teman Isna serempak mengangguk.
“Tolong bantu kami agar bapak mau memberi izin.” Isna membujuk.

Slamet mengerutkan dahi. “Kenapa bapak tidak mengizinkan?”

Wajah Isna cemberut. “Bapak suka melarang-larang.”

Slamet tersenyum bijak, menatap satu per satu Isna dan teman-temannya. Ia menangkap harapan di mata mereka.

“Tolonglah kami, Ustaz!” Isna merengek. “Bapak kan respek sama Ustaz.”

“Sebelum membantu kalian, aku harus tahu dulu apa alasan Haji Bakir tidak mengizinkan kalian ikut festival.”

Giant menimpali. “Pak Haji tidak melarang kami, tetapi Isna. Tanpanya kami kekurangan personel, tidak bisa ikut festival itu.”

Slamet menoleh kepada Isna. “Kenapa bapak melarangmu? Pasti ada alasannya.”

Isna mendengus, merasa percuma meminta tolong kepada Slamet.

Uday angkat bicara. “Dulu Pak Haji membolehkan Isna main band tetapi dengan syarat-syarat yang berat. Ia harus pulang sebelum maghrib. Setiap kami latihan, ia harus didampingi kakaknya. Dan yang paling mustahil adalah, kami harus salat berjamaah di mushola. Bukannya kami tidak mau salat, tetapi soal salat kan urusan kami sama Allah. Juga tidak harus berjamaah di mushola bukan?”

Slamet mengangguk-angguk, menangkap maksud Uday.

“Kami salat kok!” Sissy menimpali. “Kami juga tidak melakukan yang aneh-aneh. Kami bukan anak kecil yang harus terus diawasi.”

“Jadi Haji Bakir melarang Isna karena menganggap kalian tidak bisa memenuhi syarat-syarat yang diajukan?” Slamet bertanya, memastikan.

Isna masih cemberut.

“Aku akan membantu, tetapi sebatas mediasi.” Slamet memandang Isna dan ketiga temannya bergiliran. “Bagaimana?”

Ketiga teman Isna saling pandang.

Isna memohon. “Tolong kalau bisa malam ini juga. Besok hari terakhir pendaftaran.”

Slamet memberi solusi. “Kalau begitu kalian datang ke rumah Isna selepas isya. Kita musyawarahkan bersama.”

***

“Dari awal bapak sudah bilang, kamu boleh melakukan sesuatu yang postif tetapi jangan meninggalkan kewajiban.” Haji Bakir menatap Isna. “Kenyataannya, kamu selalu kucing-kucingan, pergi tanpa pamit, pulang malam.”

“Karena bapak banyak aturan!” Isna berdalih.

Ketiga teman Isna gelisah.

“Apakah salah, seorang bapak menyuruh anak perempuannya pulang sebelum maghrib?” Haji Bakir memandang semua orang yang ada di ruang tamu. “Bapak hanya melakukan kewajiban seorang ayah.”

Isna menunduk kecewa.

“Mohon maaf, sedikit menyela.” Slamet angkat bicara. Ia menatap Isna dan ketiga temannya. “Apakah kegiatan kalian bisa selesai sebelum maghrib?”

Giant mengangkat jari. “Bisa, tetapi ada kalanya kami harus tampil malam hari. Kalau latihan bisa kami lakukan siang.”

“Bagaimana kalau kalian meniadakan tampil di malam hari?” Slamet memberi usul.

Sissy mencolek lengan Isna. “Yang penting kita tetap bisa main band.”

Isna mendengus, ia menoleh ke arah ketiga temannya. “Aku tidak keberatan membuang jadwal malam, tetapi kalau setiap latihan harus didampingi Kak Ida, aku tidak mau.”

“Kenapa tidak mau?” Haji Bakir bertanya. Wajah menunjukkan perasaan kesal.

“Aku tidak keberatan.” Uday menimpali. “Kak Ida tidak mengganggu, cuma nonton saja.”

“Tapi aku malu! Rasanya seperti anak kecil saja.” Isna cemberut.

“Bagaimana kalau saya menggantikan Ida, mendampingi Isna, Pak Haji?” Slamet menawarkan solusi kepada Haji Bakir.

“Setuju!” Sissy gembira. “Kalau yang mendampingi Ustaz mungkin Isna tidak merasa malu.”

Haji Bakir menimbang solusi yang ditawarkan Slamet. Baginya tidak terlalu penting siapa yang akan mendampingi Isna, yang penting adalah anaknya bisa terpantau. “Baiklah, tetapi apakah Isna mau?”

“No problem! Asal bukan Kak Ida.” Wajah cemberut Isna berubah cerah. “Jadi bapak mengizinkan aku main band?”

“Masih ada satu syarat yang belum kalian sepakati. Kalian tidak boleh meninggalkan salat!” Haji Bakir mengedarkan telunjuk tangan kepada Isna dan teman-temannya.

“Kami selalu salat kok, Pak Haji!” Sissy menjawab mantap.

“Kata siapa?” Uday menyanggah. “Kemarin kamu tidak salat!”

Sissy tidak terima, matanya melotot kepada Uday. “Aku sedang haid!”

Uday terkekeh, merasa senang berhasil membuat Sissy kesal.

“Kalian harus salat berjamaah di mushola, tepat waktu!” Haji Bakir berkata tegas.

Isna mengeluh. Ketiga temannya saling pandang. Wajah mereka menyiratkan keresahan, kalau-kalau perundingan ini menemui deadlock.

Berusaha menjembatani, Slamet berbisik kepada Haji Bakir. “Pak Haji, saya akan melakukan pendekatan agar mereka mau salat berjamaah di mushola. Biarkan mereka melakukannya dengan kesadaran, bukan karena terpaksa.”

Haji Bakir menimbang-nimbang saran Slamet. Setelah berpikir, ia berkata. “Baiklah, tetapi kalian tetap harus salat!”

“Jadi Pak Haji mengizinkan Isna main band?” Giant terlonjak gembira.

Haji Bakir bergeming sejenak, sebelum akhirnya mengangguk terpaksa.

“Yess!” Tangan Uday terkepal di udara.

“Alhamdulillah!” Isna memeluk Sissy bahagia.

“Tetapi!” Haji Bakir mengingatkan. Ucapannya membuat wajah anak-anak band itu berubah tegang. “Kalau kalian melanggar, izin akan dicabut!”

“Oke, Pak Haji!” Giant mengacungkan jempol, disambut tawa teman-temannya.

Pak Haji Bakir tersenyum masam melihat gaya urakan Giant.

***

Terima kasih masih setia mengikuti cerita ini. Chapter selanjutnya insya Allah besok publish.

Continue Reading

You'll Also Like

30.5M 1.3M 45
[Story 4] Di penghujung umur kepala tiga dan menjadi satu-satunya orang yang belum nikah di circle sudah tentu jadi beban pikiran. Mau tak mau perjod...
1.8M 154K 33
Namira entah bagaimana dia masuk ke dalam sebuah novel Tampa judul, yang baru dia menamatkan bacaannya tadi malam. Tapi ketika dia membuka matanya la...
169K 6.7K 43
Si kecil yang memiliki trauma akan masa lalu nya, menjalani kehidupan di keluarga sambung bersama sang ibu. Mendapat kasih sayang dari sang ayah samb...
59.9K 5.7K 12
seorang nenek memberiku sebuah novel setelah aku membantunya, walau aku tak suka membacanya, aku tetap menerimanya. karena penasaran, akhirnya aku pu...