REBIND US

By annieegreenn

324K 21.7K 981

BEVERLY HOUSE SERIES #1 √ Completed √ Cara Beverly baik-baik saja setelah sang kekasih meninggalkannya empat... More

(1)
(2)
(3)
(4)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
PENGUMUMAN HAPUS PART
OPEN PRE-ORDER
BEVERLY HOUSE SERIES #2

(5)

11.1K 1.2K 23
By annieegreenn

Setelah putusnya Cara dari Liam Wester, sepertinya intensitas pertemuannya dengan si mantan pacar menjadi berlipat kali lebih sering daripada saat ia menjalin hubungan. Yah, meskipun Liam lebih banyak menggerayanginya saat berstatus pacar. Baru-baru ini, Liam sepertinya bisa hadir di mana saja bahkan di luar sekolah.

Tetapi selain Liam yang memohon supaya Cara kembali, kehadiran Rick juga semakin sering Cara sadari. Padahal Cara bersumpah tak pernah sekalipun mendengar nama Rick sebelumnya meski Rick mengaku sekelas dengannya selama dua tahun pelajaran sejarah. Baru-baru ini Cara menyadari bahwa ia hampir berada di semua kelas yang sama dengan Rick.

Karena Liam Wester terus mengikutinya, Cara memutar langkah berbalik menjauhi Liam. Dan satu-satunya tujuan ia berbalik adalah Rick. Patrick Storm adalah titik terjauh dari lingkaran pergaulan Liam Wester yang populer. Cara bahkan tak pernah tahu nama belakang Rick kalau bukan karena ia mengintip lembar kuis kelas sejarah mereka. Rick benar-benar seorang punya dunianya sendiri hingga ia sukses menyembunyikan diri.

Selain tidak banyak bicara, sepertinya Rick juga sebisa mungkin tidak menarik perhatian. Rick tidak pernah makan siang di kafetaria. Ia selalu menghabiskan jam makan siangnya di perpustakaan. Ia juga tidak pernah mengambil langkah lebih dulu untuk keluar kelas. Ia selalu mengambil bagian terakhir. Keluar dari sekolah paling akhir setelah berdiam di perpustakaan. Kadang-kadang Rick juga membantu di perpustakaan padahal dia bukan sukarelawan seperti Jesse. Atau ia bisa saja berada di taman sekolah sambil memetik gitarnya tanpa bernyanyi, seperti yang selalu ia lakukan. Dan Cara tiba-tiba merasa seperti penguntit karena mengekori cowok itu ke manapun.

Bahkan saat ini, ketika ia berada di kelas yang sama dengan Rick, ia selalu mengambil tempat di sebelah Rick. Di deret nomor dua baris ketiga dari pintu, karena Rick selalu menyembunyikan diri di antara punggung teman-temannya. Dan Cara tak pernah bosan mengamati pria gelap itu. Cowok ini betul-betul... Storm. Gelap, hening, dan terlihat agak berbahaya seperti badai. Entah mengapa hal itu membuat Cara penasaran.

"Hai, Babe." Cara tersentak saat Liam sudah berada di depannya. Memutar kursi dan menatapnya dengan seringaian jahil yang membuat Cara waspada. Tidak mungkin dia akan luluh pada Liam untuk sekian kalinya. Dasar otak selangka.

"Siapa yang kau panggil Babe?" gerutu Cara. "Kita selesai, Liam. Menjauhlah."

"Babe, kita satu kelompok. Bukannya aku agresif ingin mengajakmu kembali kencan. Meskipun, yah, aku memang agak memaksa. Aku masih tak percaya kau mengakhirinya tanpa mendengar penjelasanku."

Cara mengabaikan rentetan panjang di bagian akhir yang telah ia dengar selama berminggu-minggu. "Kelompok apa?"

Liam mengendik dan memutar pandangan ke seluruh penjuru kelas. Benar saja, baru Cara sadari bahwa semua orang sudah membentuk lingkaran diskusi yang terdiri dari dua orang. Tidak ada lagi yang tersisa kecuali Rick yang sedang mencoret bagian belakang bukunya. Kenapa Cara tidak heran Rick tidak mendapat kelompok di kelas ganjil?

Cara menarik tasnya dan memutar kursi kosong di hadapan Rick. Cowok itu tersentak bahkan terlihat panik saat Cara menjatuhkan bokongnya ke kursi dan seluruh catatannya ke meja Rick.

"Apa-apaan?" tanya Rick pelan.

Cara mengendik. Melirik sinis pada Liam yang tak percaya bahwa Cara mengabaikannya lagi. "Waktunya diskusi," ujar Cara. Lalu menambahkan. "Kalau kau mau memberi tahu apa yang harus kita lakukan karena aku agak teralihkan tadi."

"Kita... tidak... berkelompok."

"Sekarang kita berkelompok," tegas Cara.

"Aku... terbiasa sendiri."

Cara merasa gusar karena ditolak. Sebenarnya Cara merasa ada yang salah dengan cowok ini. Cara yakin ia selalu menyapa Rick setiap mereka berpapasan. Bahkan Cara sengaja berpapasan untuk menyapa Rick. Cara sudah berkenalan sebaik mungkin dan menyinggung soal dua tahun kebersamaan mereka sebagai teman sekelas namun tak pernah kenal. Tapi Rick terus mengabaikannya.

Cara bukannya anak populer yang bodoh. Meski nilainya tidak setinggi Jesse yang jenius. Tapi Cara selalu bisa bekerja sama. Cara tak mengerti mengapa Rick menolak sekelompok dengannya. Tapi persetan, lebih baik berada di sebuah kelompok hening bersama Rick Storm daripada terjebak dengan digerayangi Liam Wester.

"Lalu biasakan dirimu," kata Cara kemudian.

Liam menyumpah pada Cara. Tapi Cara tidak mempedulikannya. Sepertinya orang lain lebih peduli pada sumpah serapah Liam daripada Cara sendiri. Rick tidak melirik atau bahkan menanggapi. Cara memutuskan untuk melakukan apa yang Rick lakukan dan ia tak menyangka rasanya begitu menyenangkan mendengar dunia senyap untuk sementara.

# # # # #

Rick kewalahan akibat Cara yang selalu mengikutinya. Ia tak pernah mendapati sosok yang hadir begitu sering dalam hidupnya. Rick sebisa mungkin menyembunyikan diri dari dunia. Menyembunyikan kelemahannya dalam hal bicara. Ia sebisa mungkin meminimalisir kemungkinan berinteraksi dengan orang-orang. Tapi di hadapan Cara, Rick merasa gugup setengah mati.

Bukan berarti gadis itu menghakimi. Tapi Cara membuat Rick berusaha keras terlihat lebih normal. Rick berusaha memperlancar tiap kata yang akan diucapkan pada Cara dan itulah yang membuatnya gugup. Takut kalau-kalau dirinya tidak berhasil, maka bisa dipastikan ia akan menjadi malu bukan main.

Kemudian tiba-tiba saja Cara sudah di hadapannya, mengklaim diri berada di kelompok yang sama dengannya. Seketika dunia Rick yang utuh dan tenang, kini terusik. Rick sebisa kungkin mengambil kelas dengan jumlah ganjil dengan harapan kelompok belajar selalu genap. Bukan masalah ketika kelompoknya terdiri dari banyak orang. Banyak orang berarti kemungkinan Rick terlihat semakin kecil. Tapi dua orang itu mengkhawatirkan. Apalagi jika orang itu adalah Cara Beverly yang berkebalikan darinya yang selalu diam. Cara mengomentari hampir segala hal. Bagaimana tulisan Rick, bagaimana petikan gitar Rick, bagaimana menyebalkannya sekolah, bagaimana cowok-cowok kadang berengsek, apa saja.

Kesulitan yang Rick alami tidak berakhir di kelas sejarah. Rick masih punya kelas sastra Inggris yang sama dengan Cara di jam terakhir, lalu seperti biasanya Cara berada di perpustakaan saat jam pulang, mengekori Jesslyn McGraw. Tentu saja, Cara melirik Rick. Mustahil Rick bisa melewatkan mata biru yang setelah dipikir-pikir memang terlihat menarik.

Pada malam-malam tertentu, warna biru itu melintas di alam bawah sadarnya ketika tidur. Sejak saat itulah Rick mulai menyadari bahwa keberadaan Cara di sekitarnya tidak bisa lagi disebut normal. Bahkan Rick mulai memetik gitarnya dan berusaha mencari nada paling indah untuk kata biru.

Cara sukses mengalihkan perhatiannya. Bahkan ketika gadis itu berada di balik rak buku, Rick bisa merasakan tatapan Cara yang menjurus padanya. Sungguh ini tidak membuat Rick nyaman.

Sebelum Cara mungkin mengambil kesempatan duduk di sebelahnya dan menciptakan kegugupan bagi Rick, Rick cepat-cepat membereskan catatan dan mengemas gitar ke tempatnya. Sebisa mungkin berjalan cepat keluar perpustakaan tanpa terlihat mencolok, atau bahkan terlihat menghindar dari Cara.

Sambil memastikan Cara tidak mengikutinya, Rick berjalan ke tempat pilihan keduanya. Berharap semoga saja tidak orang di sana karena seluruh lorong telah senyap.

Taman belakang sekolah selalu menjadi pilihan terakhir bagi Rick karena bukan hanya satu dua orang yang ingin menjauh dari keramaian dan memilih kemari. Terkadang taman tua itu digunakan untuk bercumbu, berbagi ganja, atau sekedar untuk nongkrong anak-anak populer. Tapi sore ini taman itu sepi karena lagi-lagi tukang kebun sekolah tidak memotong rumput yang telah memanjang dan ditumbuhi bunga liar. Padahal saat tulang kebun merawatnya, tempat ini begitu enak dipandang.

Rick tidak memilih kursi kayu tua di bawah pohon. Ia sengaja duduk di bawah paparan sinar matahari sore dan mengeluarkan gitarnya untuk mengusir senyap. Rick benci kesunyian, tapi benci berada di tengah keramaian.

"Rick?"

Rick tersentak saat suara akrab itu memanggilnya. Pikirnya ia hanya berimajinasi bahwa Cara menghampirinya dan menjulang di atasnya. Gadis itu membelakangi sinar mataharinya hingga siluetnya dengan rambut panjang berkibar itu terlihat indah ketika menyatu dengan senja.

Ketika Cara duduk di sampingnya dan aroma jeruk segar itu tercium oleh Rick, Rick tahu ia tidak berimajinasi. Rick bisa merasakan denyut nadinya memompa darah lebih cepat. Rick benci merasa gugup seperti ini.

"Di sini kau rupanya," kata Cara. Gadis itu membersihkan roknya dari rumput, tapi ia tidak terlihat terganggu. "Sedang apa?"

Oh Tuhan, Cara memandangnya. Cara Beverly yang cantik, populer, dan beraroma jeruk segar. Rick membersihkan tenggorokannya, memaksa lidahnya turun dari langit mulut, dan berusaha merangkai kata. "T-tidak ada."

"Aku ingin membicarakan masalah tugas sejarah. Aku baru ingat kalau tugas itu untuk minggu depan dan kau tidak memberikan nomormu atau apa. Menurutku, kita perlu belajar kelompok sekitar... dua kali mungkin? Untuk menyelesaikan tugas itu."

Astaga. Waktu lainnya bersama Cara. Itu gila. Rick bahkan tak yakin bisa bertahan lebih lama untuk menghadapi yang sekarang.

"A-aku saja... yang... mengerjakan."

Benar. Itu pembagian yang bagus. Rick mengerjakan, Cara yang akan mempresentasikannya. Karena Rick tidak mungkin mempresentasikan tugas dengan kegagapannya.

"Itu terdengar tak adil," tukas Cara. "Maksudku, kalau kau yang membuatnya, aku tidak akan bisa menjelaskan saat Mr. Bohlm menunjukku. Lagipula, Mr. Bohlm akan menunjuk secara acak untuk presentasi 'kan?"

Yah, Cara, aku berniat tidak masuk saat presentasi itu dan menggantinya dengan tugas yang lain.

Tapi kalimat itu panjang dan Rick kesulitan untuk menyusunnya. Jadi dia diam saja.

"Yah, setidaknya aku tidak mau jadi parasit. Aku bukan orang bodoh. Kalau-kalau kau berpikir aku hanya populer dan kau pikir aku idiot. Yang populer abangku Maxime, kau tahu 'kan? Kalau dia sudah dipastikan idiot setengah mati."

Dan Rick memang berpikir begitu tentang kakak laki-laki Cara yang selalu mencari perhatian dan mendapatkannya.

"Hei, kau tersenyum," tukas Cara. Bibir berkilau Cara membentuk garis tipis memanjang ketika memandangnya. Tiba-tiba Rick bertanya-tanya apakah rasa bibirnya juga seperti jeruk segar di tengah musim panas. "Aku tidak pernah melihatmu tersenyum."

Rick menggeleng pelan dan menyembunyikan senyumnya. Oh, benar, dia tersenyum. Sial.

Cara sepertinya mengabaikan kegugupan Rick. Gadis itu justru membuat dirinya santai dengan melepas tas dan merogoh ke dalamnya. Ia mengeluarkan Skittles dan membukanya. "Mau?" tawarnya.

Rick menjawab dengan gelengan, namun Cara meraih tangan Rick dan menumpahkan beberapa butir di tangan Rick.

"Terima kasih kembali," kata Cara sambil menikmati permennya.

Rick ragu-ragu menatap permen asam itu. Sebelumnya ia tidak pernah berbagi makanan dengan siapapun. Tapi ada perasaan meluap ketika Cara memberikan permen ini padanya. Rick mengabaikan perasaan itu. Mungkin memang seperti inilah rasanya berbagi makanan.

"Aku belum pernah mendengarmu menyanyi," kata Cara seraya mengunyah.

"Tidak bisa," balas Rick. Lalu memakan permen bagiannya. Yang benar saja dirinya kesulitan menyusun kalimat. Menyanyi jelas tidak disarankan.

"Aku mau saja menyanyi mengiringi gitarmu, tapi kupikir gendang telingamu akan pecah atau semacamnya. Aku tidak mau jadi tersangka penganiayaan."

Yah, sekarang Cara saja sudah memecah gelembung ketenangannya. Ia pasti berbakat soal itu. Rick geli memikirkannya.

"Dua, Patrick Storm," ujar Cara menyeringai. Gadis itu menarik lagi tangan Rick dan memberikan beberapa butir permen. "Dan masih terus menghitung kau tersenyum."

Rick merasa pipinya panas. "H-hentikan." Sial. Sial. Ia tergagap.

"Coba saja hentikan aku," kata Cara. Kemudian gadis itu tertawa. Tawa yang menggetarkan dada Rick. Sebuah tawa yang ajaib. "Santai sedikit, Rick. Kupikir kita akan sering bertemu setelah dua tahun tidak saling kenal. Hei, kita bisa jadi sahabat sejati. Ya 'kan? Jadi jangan bersikap seperti itu."

Rick memakan permen pemberian Cara lagi. Ternyata permen asam ini bisa mengalihkannya dari perasaan tidak terdefinisi saat berada di sebelah Cara. Atau bahkan, permen ini menyempurnakannya. Permen ini ibarat sore yang ia jalani saat ini. Ada beragam rasa di lidahnya yang melebur menjadi satu. Sementara itu matanya menangkap keindahan dari sore hari nan damai. Bedanya, seluruh perasaan itu hanya berpusat di hatinya dan Cara adalah penyebabnya.

"Aku rela membayar berapapun untuk momen seperti ini lagi, Rick," kata Cara sambil menatap kejauhan. Wajahnya diterpa cahaya senja. "Aku tahu kau terganggu olehku, tapi aku berterimakasih kau tidak mengusirku."

Rick ingin mengatakan bahwa ia hanya tidak bisa membuat kalimat yang pas untuk mengusir. Tapi itu terdengar jahat. Lagipula Rick senang berada di sini. Ia juga rela membayar untuk melihat Cara Beverly yang menawan. Rick tahu ia harus mengatakan sesuatu. Jadi ia mengatakannya, dengan jujur dan lancar. "Jangan. Tetaplah di sini."

Cara tersenyum padanya dan Rick tak mampu lagi mengendalikan denyut nadinya. Jadi ia biarkan aliran darahnya menggila.

Cara meraih tangannya dan memberinya beberapa butir permen lagi. Rick menerimanya dengan suka cita. Untuk pertama kalinya Rick tidak merasa sunyi dalam keheningan. Untuk pertama kalinya Rick berharap seseorang menemaninya.

Dan itulah sebabnya sebelas tahun kemudian ketika Rick terpuruk memikirkan hal-hal rumit dalam hidupnya, ia akan membeli Skittles seolah umurnya sepuluh tahun. Lagipula Skittles ini mengingatkannya pada Cara yang tidak berada di sampingnya. Jika rokok tidak bisa lagi menanggulanginya hingga membuatnya menjadi tak terkendali, maka Skittles punya semua keajaiban itu. Rick hanya berharap Cara ada di sampingnya.

Sudah tengah malam ketika Rick akhirnya menghentikan mobil di toko kelontong. Mary tidak membalas pesannya dan Rick tak tahu apakah Mary benar-benar melakukan permintaannya. Mungkin Rick harus meneror manajer bandnya itu. Sekarang ia harus membeli banyak Skittles untuk meredam hatinya yang menggila sejak bertemu Cara siang tadi.

Rick meraih topi di dasbor mobilnya, menaikkan tudung jaketnya. Harusnya ia mengenakan kacamata, tapi hanya penyandang tunanetra yang mengenakan kacamata saat tengah malam. Lagi pula toko kelontong itu sepi dan Rick hanya membeli Skittles dan bir. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan soal paparazi.

Sesuai dugaannya, toko itu sepi dengan seorang pelayan kasir yang bermain teka-teki silang dengan bosan. Rick segera menuju rak permen dan mengambil yang ia butuhkan, ketika tangan lain menyambar Skittles yang akan ia ambil.

"Uh, maaf. Silakan," kata wanita itu.

Namun Rick membeku melihat siapa yang ada di hadapannya. Rick tidak mungkin melupakan suara itu di manapun. Itu Cara yang sedang mengambil banyak Skittles, cokelat, dan makanan ringan lainnya. Cara mengenakan celana yoga dengan mantel membungkus tubuhnya. Rick melepas tudungnya dan menatap lama untuk memastikan. "Cara..."

Cara harus dua kali menengok untuk memastikan pemanggilnya. Mulutnya terbuka dan keranjangnya jatuh hingga menarik pelayan kasir yang bosan. "Oh Tuhan."

Apakah sudah saatnya kembali? HAHAHAHA. Jangan lupa support dengan vote dan komentar, ya. Karena Wattpad sepertinya sedang mengalami krisis dukungan untuk cerita wkwk.

Semoga suka.

Continue Reading

You'll Also Like

16.5M 1.6M 72
Galak, posesif, dominan tapi bucin? SEQUEL MY CHILDISH GIRL (Bisa dibaca terpisah) Urutan baca kisah Gala Riri : My Childish Girl, Bucinable, Gala...
4.5M 413K 61
Bertemu kembali dengan mantan, apa yang akan kalian lakukan? Bersembunyi? Pura-pura tidak lihat? Pura-pura tidak kenal? Atau malah menyapanya? Nayara...
18M 626K 50
Selama hidupnya, Hana belum pernah benar-benar jatuh cinta. Hingga suatu hari ia bertemu Tama, laki-laki yang sudah pernah menikah, lalu bercerai, da...
15.4M 218K 8
Sudah terbit