wanita lain ( End )

By kan_rahasia

590K 24.9K 1K

Sedang di (REPOST) Jika mendapati isi bab yang tidak beraturan ceritanya mohon maaf ya. Apa yang akan kalian... More

Satu
Dua
tiga
empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Lima belas
Enam belas
Tujuh belas
Delapan belas
Sembilan belas
Dua puluh
Dua puluh satu
Dua puluh dua
Dua puluh tiga
Dua puluh empat
Dua puluh lima
Dua puluh enam
Dua puluh tujuh
Dua puluh delapan
Dua puluh sembilan
Tiga puluh
Tiga puluh satu
Tiga puluh dua
Tiga puluh tiga
Tiga puluh lima
Tiga puluh enam
Tiga puluh tujuh
Tiga puluh delapan
Tiga puluh sembilan
Empat puluh
Empat puluh dua
Empat puluh tiga
Empat puluh empat
Empat puluh lima
Empat puluh enam
Empat puluh tujuh
Empat puluh delapan
Empat puluh sembilan
Lima puluh
Lima puluh satu
Lima puluh dua
Lima puluh tiga
Lima puluh empat
maaf
tanya

Empat puluh satu

7.8K 346 9
By kan_rahasia

Indri menarik hembuskan napas, sudah hampir 20 menit posisinya tidak bergeser sedikitpun dari tempat semula.

Memandang nanar pada wajah pucat Geisa yang tengah terlelap akibat obat penenang. Suster yang kebetulan tengah di tugaskan menjaga Geisa menyebutkan jika kondisinya sempat sadar dari pingsannya beberapa detik setelah kepergian supir pribadi Indri pergi Geisa sempat melawan dan berusaha pergi dari kamar inapnya.


Dengan kondisi Geisa yang memang butuh perawatan jadi dokter menyarankan agar suster itu menyuntikan cairan penenang.

Tubuh lo kurus Ges." Indri menadah menatap langit langit ruangan yang bercat putih keseluruhan.

Ada sesuatu yang menyesak pada dadanya, Indri berdehem mencoba menetralisir keadaan hatinya. Di belakang supirnya sigap menunggu.

"Tolong belikan saya minum ya!" Indri menolehkan wajah sembabnya pada supir yang langsung di anggukan.


Selepas kepergian supirnya, Indri melihat Geisa terbangun perlahan membuka matanya.  Menatap sekilas keberadaannya sebelum kemudian dia melempar pandangan dengan tubuh berbalik membelakangi keberadaan Indri.

"Ges!" Indri beranjak, menaroh tas di atas etalase samping ranjang sambil menyentuh pelan bahu Geisa.

Membuat Geisa menggidik menepis sentuhan tangan Indri dari bahunya. "Ada perlu apa, lo kesini?" Geisa bertanya tatapannya tetap terpokus pada jendela kaca yang tertutup, menyibakan sebagian gordeng bermotiv bunga dan memperlihatkan atap gedung tinggi di luar sana.

"Apa kabar?"

"Lo udah tau bukan kabar gue? Dan bukannya lo nyuruh orang buat datang ke rumah gue? Gue tahu dia juga yang bawa gue ke sini!" aura nada bicara Geisa terdengar dingin terdengar.

Bayangan Geisa kembali tertarik mundur saat kejadian siang tadi di teras rumahnya. Saat tiba tiba tubuhnya terkulai lemas dengan getaran dasyat Geisa masih sempat melihat wajah laki laki yang menghambur menolongnya sebelum kemudian dirinya tidak sadarkan diri sepenuhnya.


Hmmm! "Iah!" Indri menghembuskan napasnya, "Gue takut lo kenapa napa karna lo susah di hubungi akhir akhir ini." Indri berjalan mengitari ranjang besi beralas kain putih itu.

"Buat apa?" Geisa tersenyum masam, tidak terganggu dengan tatapan khawatir Indri yang dia lihat dari ekor matanya.

"Lo kenapa sih Ges? Apa gue punya salah?"

"Engga, lo gak salah! Dan lo gak pernah salah. Indri .... Gue yang salah!" Geisa memelankan suaranya di akhir kalimatnya.

"Lalu ... Kenapa gue ngerasa lo semakin ngehindar dari gue?" Indri kembali merentangkan tangan menyentuh bahu Geisa.

"Gue lelah!" ucapan Geisa berhasil membuat tangan Indri yang belum sampai menyentuh bahu berhenti.

"Gue pingin sendiri, dan sekarang gue minta lo pergi dari sini!" Geisa menarik selimut hingga menutupi tubuhnya. Suhu kondisinya memang normal namun sekujur tubuhnya terasa tiba tiba menggigil saat menyelesaikan kalimatnya. Dadanya menyesak Geisa mencoba mengerjap kerjap matanya mencoba menahan cairan panas yang berembes di kelopak matanya.

"Tapi Ges-!"

"Gue minta sama lo, sekarang juga lo pergi dari sini!" akhirnya nada suara Geisa meninggi, membuat tubuh Indri terasa di sambar petir. Bahkan supir yang di suruhnya membeli minum ikut bergeming menghentikan gerakan tangannya yang akan membuka pintu kamar.

Lelehan cairan panas berhasil menjebol pertahanan Indri, cairan itu tanpa komando berurai mengikuti lengkuk wajahnya yang putih.

Indri diam beberapa detik tanpa berkedip menatap wajah Geisa yang sedikitpun tidak menatap balik kearahnya.

"Gue pulang!" Indri menyambar tas di atas etalase sambil mengusap air matanya. Nada suaranya terdengar lirih.

Geisa terdiam membiarkan Indri pergi, tubuhnya pun tidak bergerak sedikit saja saat pintu kamar terdengar tertutup di ikuti langkah empat kaki menjauh di lorong.

Aghh....aghh....

Tangis Geisa sudah tidak bisa tertahannya lagi. Tubuhnya tergoncang kencang di atas ranjang, Geisa mencengkram kain putih sebagai selimut itu kuat kuat.

Membuatnya kusut, rahangnya mengeras bersamaan lelehan air mata. Geisa membalikan tubuh terlentang, memukul mukul ranjang dengan sekuat tenaganya.

Gue bodoh, gue bodoh, gue yang salah Dri, gue yang munafik, gue yang gak bisa menguasai diri sendiri!" Geisa berkata lirih di sela sela segukan tangisannya.

Perasaannya benar benar kacau, emosinya terasa menguasai dirinya. Dia seakan tidak peduli dengan rasa kecewa Indri, dia merasa seakan cara seperti ini akan membuat Indri menjauh dan melupakannya.

Membuat dia tidak perlu pakai alasan buat pergi menjauh dan melupakan segala rasa yang benar benar mengendalikan segala emosinya.

              ____________

Di dalam ruangan bercat luak itu seorang dokter tengah memeriksa kondisi keberadaan pasien.

Sesekali bibir coklat itu merekah lebar di sela sela memeriksanya.

"Apa saya bisa cepat pulang dok?" Ogh...

"Kalo kondisi ibu sudah membaik, saya akan mengijinkan ibu buat pulang."

"Kapan? saya bosan dok terus diam di kamar"

Dokter berkaca mata persegi kotak itu tersenyum hangat, kembali. "Itupun kalo bu Indri sudah mengecek kondisi paru paru ibu!"

"Bilang anak saya dok, kondisi paru paru saya sudah normal membaik. Jadi saya gak perlu di rawat inaf seperti ini."

"Baik! Dokter itu menghembus napas pelan, "nanti saya usahakan berbicara ya bu. Semalam bu Indri telepon katanya bakal datang ke rumah sakit sore ini."

"Benar dok?" wajah Sania yang sendu dan kusut karna kejenuhan berubah berseri dengan hiasan sebuah senyuman lebar.

"Ia, bu. Kalo begitu saya permisi. Mari sus!"

"Mari bu." seru suster yang mengikuti langkah dokter.

            
Di luar, setelah pintu kamar ditutup kembali.

"Sus, tolong hubungi bu Indri buat menemui saya di ruangan segera!"

"Baik dok!"

Jam yang menempel di dinding hampir menunjukan pukul 19. Saat Indri mengetuk pintu ruangan dokter Nazwa, dokter yang menangani dan bertanggung jawab atas kondisi Sania.

"Bagaimana dok, apa gumpalan cairan di dalam paru paru mama saya bisa secepatnya di angkat?" Indri menatap penuh harap pada dokter Nazwa yang mengangguk angguk mendengarkan pertanyaannya di sebrang meja.

"Sejauh ini, kami belum bisa memastkkan'nya bu. Tapi saya selagi dokter yang di minta langsung untuk menangani kesembuhannya akan berusahan semampuh saya."

"Lalu, ... kapan itu akan di lakukan?"

"Kondisi pasien masih dalam masa pemulihan bu, saya tidak berani bertindak secepat ini. Saya takut ini akan berpengaruh pada kondisi pasien."

"Maksudnya?"

"Usia cairan yang mengendap di dalam satu paru parunya itu sudah terlalu lama bu, mengakibatkan cairan itu sudah tersebar perlahan pada bagian sebelah paru parunya lagi."

"Oprasi ini akan sangat beresiko buat keselamatannya. Tapi saya akan di bantu profesor Danil untuk penyembuhannya. Bantu doanya ya bu. Kami juga harus menyediakan stok darah terlebih dahulu untuk berjaga jaga.

"Baik dok, lakukan apapun untuk kesembuhan mama saya. Soal biaya saya tidak akan mempersalahkannya." Indri menghembus napasnya yang terasa menyesak.

"Baik bu."

               ____________

Geisa yang kekeh memaksa dirinya agar diijinkan pulang dari rumah sakit akhirnya bisa bernapas lega.

Pagi tadi, tepat pukul 09 dokter datang ke kamarnya dan memberikan kabar jika dirinya di perbolehkan pulang dengan satu syarat.

"Apa itu dok?" Geisa terduduk diam di ujung tepi ranjang saat dokter mengatakan syarat.

"Jangan terlalu memaksakan kondisinya berpikiran keras jika tidak mau di beri resep obat depresi dosis tinggi.

"Baik dok, saya akan ingat itu." Geisa turun dari ranjang dan tersenyum lebar. Bibirnya masih terlihat pucat walau dengan sedikit roman berwarna.





Continue Reading

You'll Also Like

252K 1.5K 9
⚠️ dirty and frontal words πŸ”ž Be wise please ----- Kanya seorang murid di sebuah sekolah menengah yang menyimpan perasaan untuk guru sekaligus wali k...
99.4K 9.7K 26
Seorang gadis yang rela bertukar peran dengan sang kakak demi kebaikan keluarganya.... Mengandung unsur gxg
147K 17K 117
Spin off from #Defabian and Seducing Mr. Julien. Joanna Tan, seorang wanita pebisnis berusia 55 tahun yang tidak pernah memiliki keinginan untuk men...
19.5M 893K 59
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...