Kyle harus menerima kenyataaan. Namun, dia tidak bisa.
Dia tidak peduli meskipun dirinya baru sembuh. Kyle harus menemui Pak Tua secepatnya. Mengakhiri semua tanda tanya dengan titik di dalam otaknya. Ya, itu harus.
Olive bercerita padanya, tentang wanita yang dulu pergi ke desa sambil membawa bayi. Kyle dapat berasumsi itu ibunya. Setelah dua puluh tahun lelaki tersebut hidup akhirnya dia mendapat pencerahan tentang ibu dan adiknya.
"Pak Tua!" panggil Kyle. Pak Tua membalasnya panggilan dengan senyuman indah lalu menepuk rumput di sampingnya.
Kyle paham maksudnya. Pak Tua meminta dirinya duduk di samping. Di depan rumah pria tua yang telah menyembuhkannya. Segera dia duduk, tetapi wajahnya masih mengeras. Pertanyaan mengenai keluarganya dan juga si penyihir yang dikatakan jodoh Olive pun berputar-putar di dalam benaknya.
"Kita tunggu Putri Olive dulu," ucap Pak Tua seolah tahu apa yang ingin Kyle katakan. Telunjuk kurus itu menunjuk pada sisi barat tempat dirinya datang.
Olive di sana. Berlari ditemani Myra. Wajahnya penuh kekhawatiran. Lalu sampai dan duduk di depan Pak Tua dan Kyle.
"Kyle, kamu kejam karena meninggalkan aku sendiri," ucap Olive kesal.
Kyle menggaruk bagian atas kepalanya. "Maaf, Putri. Aku terlalu terkejut mendengar apa yang kamu katakan sebelumnya."
Pak Tua menanggapi, "Sekarang aku ingat."
"Ingat apa, Kakek?" celetuk Myra yang memiringkan kepala sambil menempelkan telunjuk kanan pada dagu lancipnya.
"Wanita itu memiliki wajah yang serupa dengan pemuda sepertimu. Pantas saja sejak kemarin aku merasa tidak asing melihat keras kepalanya dirimu untuk bertemu dengan Putri," ucap Pak Tua pada Kyle diiringi tawa.
Olive mengerutkan dahi. Dirinya agak bingung. Jadi Kyle sudah bangun sejak kemarin? Terlebih dia juga tidak mengerti maksud keras kepala yang Pak Tua katakan.
"Anda pasti penasaran, Putri," ucap Pak Tua, "Kyle memaksa untuk menemuimu karena dia takut. Padahal Desa Stowe tidak akan berbuat macam-macam. Haha. Dasar anak muda zaman sekarang."
"Pak Tua, bisa kita akhiri perbincangan itu? Aku penasaran dengan ibuku," ucap Kyle. Wajah lelaki tersebut agak tersipu setelah Pak Tua menceritakannya.
"Maaf jika ini membuatmu kecewa, Kyle Knight. Tiga tahun setelah Lilith, ibumu, hidup dengan anaknya di Desa Stowe, dia meninggal," jelas Pak Tua.
Kyle membuka mulutnya, pupus harapannya. "Mengapa? Apa ibuku sakit?"
"Lilith selalu baik-baik saja. Namun, cinta seorang penyihir lebih rumit. Mereka hanya bisa mencintai satu orang hingga ajalnya, itu cinta sejati mereka. Lilith memilih ayahmu, tetapi ayahmu malah mengusirnya juga. Cinta mereka dipaksa memudar demi kamu dan adikmu.
"Aku sudah mengatakan pada Putri Olive, menumbuhkan bunga bokor bukan berarti orang tersebut penyihir. Selain mengetahui jodoh, bunga bokor juga mengartikan keadaan cinta sejati di luar sana.
"Jika bunga bokor itu semakin lama semakin putih, nyawa penyihir yang menjadi pasanganmu tidak lagi di selamatkan. Warna biru selain penyesalan adalah rasa sakit. Sedangkan merah berarti sukacita," jelas Pak Tua panjang lebar.
"Aku tidak mengerti, bahkan Olive tidak mengenal satu pun penyihir." Kyle melirik pada Myra. "Myra tidak masuk dalam hitungan, kan?"
Pak Tua kembali tertawa. "Mungkin Olive memang tidak mengenalnya, tetapi mereka pernah bertemu."
"Aku tidak pernah bertemu penyihir!" kilah Olive.
"Pertemuan tidak harus bertatap muka secara langsung, Putri. Bisa saja kalian pernah bertukar surat atau bahkan bertemu di dalam mimpi?"
Olive membelalak. Jadi itulah pertemuan pertama mereka? Selama ini Olive percaya mimpi hanyalah bunga tidur. Namun, jika kaitannya dengan jodoh?
"Aku rasa kalian masih bingung," lanjut Pak Tua.
"Tentu saja, aku ... masih tidak percaya ibu dan adikku pernah ada di sini," balas Kyle.
"Kalau begitu, turunlah kalian ke bawah bukit. Di sana ada sebuah danau suci untuk mencari tahu lebih lengkap asal-usul adikmu, Kyle. Serta asal-usul bunga bokor." Pak Tua menatap Olive yang tengah meneguk ludah.
Olive lalu menatap Kyle dan Myra bergantian. Kondisi laki-laki itu yang dia khawatirkan. Bagaimana jika Kyle tiba-tiba sakit lagi?
"Aku tidak akan tumbang, Putri. Jangan pedulikan aku," ucap Kyle seakan tahu apa yang tengah dipikirkan gadis berambut pirang tersebut.
Olive menggenggam erat kalung rubinya. Begitu banyak hal yang baru di dengarnya. Kyle juga penasaran dengan sosok adik kembarnya.
Olive mengembuskan napas. Setelahnya dia berucap, "Kalau begitu, ayo kita ke danau suci."
•••••
Olive melihat pantulan wajahnya di atas danau. Tidak ada apa-apa yang terjadi. Danau yang Pak Tua bilang akan mengungkapkan terletak di bawah bukit dan jika masuk ke dalam hutan akan mengarah langsung pada Kerajaan Ranhold.
Mereka tidak perlu bersusah payah pergi, karena Myra lagi-lagi membantu mereka dengan sihirnya. Penampakan yang mereka lihat untuk pertama kalinya adalah perbedaan dua bagian hutan.
Sebagian wilayah danau yang mengarah pada Desa Stowe memiliki hutan hijau dan masih segar. Sementara itu, sebagian lagi mengarah pada Kerajaan Ranhold. Poison of Tree.
"Putri, jangan menyentuh ujung ranting di hutan itu," ucap Kyle seraya menunjuk pohon rindang tanpa daun sedikit pun.
"Kenapa?"
Myra membalas, "Pohon itu beracun, Olie!"
"Ah, begitu." Olive mengangguk paham lalu kembali melihat pantulan dirinya sendiri.
Jika dia masih ada di lingkup kerajaan, pastilah Olive sudah mengomel. Baju sederhana yang tidak ada indahnya sama sekali malah dia kenakan. Wajah tanpa riasan, orang pasti sudah menertawakannya. Lalu, rambut pirangnya. Kusut. Tidak lagi bergelombang indah hingga memanjakan mata orang-orang yang melihatnya.
Dia tidak lagi bisa mengarahkan telunjuk, memerintah seenak jidat bahkan memberi hukuman tidak jelas. Gadis di depannya bukan lagi putri manja.
"Putri minumlah! Air ini sangat segar," ucap Kyle. Olive mengangguk dan menangkupkan tangan untuk mengambil air.
Para Duke pasti langsung mengomelinya.
Setelah minum, Olive tertawa dan mengeluarkan air matanya. Tiba-tiba pandangannya mengabur saat melihat gelombang air. Perlahan bayangan yang terpantul bukan hanya ada dirinya.
Bunga bokor biru dan menampilkan sosok wajah tegas dengan tatapan yang begitu tajam mulai menyihirnya. Jantungnya berdegup kencang. Tiba-tiba bayangan itu mengeluarkan warna merah pekat. Setelahnya lelaki itu berkulit pucat pasi.
"Olie!!!"
"Olive, sadarlah!" ucap Kyle yang tengah mengguncang pelan bahu Olive.
Mata Olive menuju pada wajah laki-laki yang tengah berpeluh kesah untuknya. Kepalanya agak berat dan samar-samar suara Myra terdengar.
"Myra merasakan tekanan angin ini semakin aneh, Kyle," ucap Myra.
Kyle mengembuskan napas lalu menggendong Olive. "Myra bisakah kamu membuat teleportasi lagi?"
"Myra sudah mencobanya Kyle. Namun tidak bisa, danau suci ini menahan kekuatan Myra."
Olive geleng-geleng sejenak, memegang kepala dan menahan rasa sakitnya. Bersamaan suara tawa itu menggema dari danau suci tersebut.
"Ada apa?" lirih Olive.
Kyle sibuk menatap sekitar. Myra terbang di atas mereka. Olive tidak mengerti apa yang terjadi.
Myra kembali berucap, "Kyle, suhu panasnya semakin mendekat."
Mengapa firasatnya tidak enak?