Siap gak siap
Kuat gak kuat
Aku tetep lanjuuttt
Happy Sunday
Happy Reading
Enjoooyyyy
Jangan lupa vote sama komennya ya
😀😀😀😀😀
.
.
.
.
Donghae menyesap minuman ditangannya pelan sambil menatap Siwon yang duduk didepannya penasaran. Mencari tahu dan berusaha membaca gerak-gerik yang Siwon berikan–sahabatnya itu tampak tidak rileks—tampak jika ia enggan untuk bertemu dengan dirinya.
“Kau tidak minum?” Tanya Donghae setelah mereka diam cukup lama.
“Tidak.. ini masih terlalu pagi” elak Siwon.
“Pagi? Itu bukan alasan Choi Siwon. Minumlah… paling tidak itu bisa membuat ototmu menjadi santai. Tidak kaku…” ucap Donghae –mengangkat alisnya menunggu respon sahabatnya itu.
“Tidak Hae. Terimakasih”
Donghae tertawa serak—merasa ucapan Siwon sangat menggelikan dan berbeda dengan Siwon yang ia kenal selama ini.
“Apa karena wanita kau berubah seperti ini?” Tanya Donghae dan meletakkan gelasnya.
“Siapa nama wanita itu? Tiffany Hwang?” Tambahnya sambil melipat kaki.
“Apa maksudmu Hae? Aku tidak berubah dan.. dan Tiffany tidak ada kaitan dengan apa yang kau tuduhkan”
“Begitu?”
“Hae… aku sibuk. Apa sebenarnya yang ingin kau sampaikan?” Tanya Siwon tidak menghiraukan cemooh yang Donghae berikan kepadanya.
“Wanita selalu merusak segalanya” ucap Donghae dan tersenyum kaku.
“Apa maksudmu Hae?”
“Hahaha Choi Siwon… Choi Siwon… katakan dengan jujur. Kau berpihak kepada siapa?”
“Aku tidak mengerti”
“Kau tidak mengerti? Kau mengatakan kau tidak mengerti, huh?!” Ucap Donghae keras.
“Hae kau mabuk!”
“Aku tidak mabuk Choi Siwon. Aku hanya ingin tahu apa yang kau dan Jessica sembunyikan dariku? Apa selama ini kau dan Jessica memiliki hubungan lain dibelakangku? Apa wanita yang bernama Tiffany Hwang itu hanya alasan untuk menutupi jika… jika kau bermain api dengan istriku Choi Siwon?” Teriak Donghae kesal. Menatap sahabatnya tajam.
“Hae. Kau mabuk. Lebih baik kita bicarakan ini lain kali saja. Aku tidak ingin jika ini menjadi kesalahpahaman diantara kita”
“Jadi benar? Jadi benar kau dan Jessica memiliki hubungan? Apa kau sudah pernah tidur dengan istriku Siwon? Apa kau tidak tahu betapa aku sangat mencintai wanita itu? Apa Eunhyuk belum cukup untuk membuatku merasa cemburu… dan sekarang kau?”
“Hae! Dengar. Aku tidak memiliki hubungan apa-apa dengan istrimu. Aku tidak pernah dan tidak akan tidur dengan istri sahabatku—kau jangan menunjuk semua kesalahan pada istrimu jika yang harus kau benahi sesungguhnya adalah dirimu sendiri. Hae… aku tahu… aku tahu kau mencintai Jessica. Tapi bisakah kau lebih mengerti wanita itu? Bisakah kau memperlakukannya dengan baik hingga waktu dimana kau bisa. Jessica adalah wanita yang sangat sensitive Hae. Dia… dia menyayangimu dan anak-anak”
“Dia tidak menyayangiku Siwon… dia tidak mencintaiku”
“Bagaimana kau bisa tahu? Bagaimana kau menyimpulkan itu semua sementara kau sibuk dengan dirimu—selama wanita itu menghilang apa yang kau lakukan? Kau tidak mencarinya. Kau tidak pernah berpikir untuk mencarinya… kau tidak peduli deng—
“..aku peduli..
“Tidak.. kau tidak peduli Hae. Kau tidak peduli karena kau memilih untuk melanjutkan dunia mu sendiri—kau menyakitinya dengan memilih untuk memisahkan dunia kalian”
“Jadi ini salahku? Ini salahku jika Jessica meminta kami untuk berpisah? Ini salahku jika aku mengabulkannya?” Tanya Donghae –terdengar penyesalan dari suaranya.
“Tidak Hae. Tidak.. kau melakukan hal yang tepat. Melepas Jessica adalah pilihan yang tepat”
“APA? Kau fikir aku sedang bercanda Choi Siwon? Aku memintamu datang kemari untuk menjelaskan semua permasalahan yang ada diotakku. Tapi.. tapi kau dengan mudahnya mengatakan jika melepas wanita itu adalah pilihan tepat?”
“Hae!”
“Cukup Siwon… cukup. Aku tidak butuh lagi kata darimu. Kau sama sekali tidak membantuku… kau tidak mengerti jika saat ini wanitaku sedang dalam keadaan sakit. Jessica sakit karenaku…. aku tidak akan memaafkan diriku jika sesuatu hal buruk terjadi padanya” ucap Donghae payah–kembali meraih gelasnya dan menegak isi didalam gelas itu hingga kosong.
Siwon menatap Donghae diam–mustahil lelaki itu mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya. Mustahil jika ia akan memberitahu Donghae apa yang terjadi dengan istrinya—ia sudah berjanji -dia telah berjanji kepada Jessica untuk memperkecil penderitaan lelaki itu–penderitaan anak-anak mereka kelak.
“Kau tidak memberikan anak-anak kepadaku?” Tanya Donghae tiba-tiba.
“Ya Hae. Aku akan segera mengantarkan anak-anak jika perceraian kalian usai”
Donghae tertawa kaku— benar…Siwon mengetahuinya. Bahkan ia tidak memberitahu lelaki ini jika Jessica menginginkan perceraian—sejak kapan Siwon tahu? Apa Jessica telah merencanakan ini semua?
“Kau tahu jika aku akan menang dipersidangan bukan?” Tantang Donghae.
“Aku tahu Hae. Dan itulah yang Jessica inginkan”
“Kau mengetahui semuanya huh? Dimana Jessica? Dimana istriku saat ini Choi Siwon? Dimana??”
“Aku tidak tau Hae.. maaf”
“ Bullshit”
///////
Joongki berdiri tidak jauh dari ruang emergency membicarakan sesuatu hal dengan dokter yang bertugas saat sebuah ambulans rumah sakit datang dengan bunyi sirine yang nyaring— membawa seorang wanita di atas brangkar yang tidak sadarkan diri dan berdarah masuk ke ruang emergency.
“Dokter Shin, ada korban kecelakaan. Kondisi korban tidak sadarkan diri dan juga mengalami perdarahan pervaginam. Mungkin korban sedang mengandung dan terjadi abortus ” ucap seorang perawat yang berjalan menuju tempat Joongki dan dokter jaga ruang emergency itu berdiri–memberitahukan keadaan wanita yang menjadi korban tersebut.
“Bagaimana tekanan darah korban?” Tanya Dokter Shin— memberi syarat kepada Joongki untuk melanjutkan pembicaraan mereka nanti–berjalan cepat menuju korban kecelakaan tersebut cepat.
“90/67mmHg dokter”
“Kau sudah menghubungi keluarga korban?”
“Belum dokter, korban tidak membawa tanda pengenal”
“Periksa ponselnya” perintah dokter Shin dan memakai handscoon steril dan mulai memeriksa korban kecelakaan tersebut.
Seorang wanita tidak sadarkan diri dengan tangan meremas baju dibagian perutnya— wajahnya terdapat beberapa memar. Namun tidak itu yang menjadi fokus perhatian dokter Shin—tetapi perdarahan yang terjadi dibagian bawah tubuh wanita itulah yang membuatnya mengerutkan kening lalu memeriksanya cermat.
“Siapkan VK. Korban perlu kuretase segera” perintah dokter Shin– melirik Joongki yang masih berdiri menatapnya bertanya
“Dokter Song, tidak keberatan untuk melakukan tindakan di hari libur?” Tanya dokter Shin kepada teman sejawatnya itu.
“Tidak masalah. Hanya kuretase ?” Jawab Joongki tanpa beban dan berjalan mendekat—hanya untuk terkejut melihat wanita yang terbaring tidak sadarkan diri itu.
“Jessica-ssi?” Ucapnya terkejut—memandang dokter Shin dan wanita itu bergantian.
“Kau mengenal korban dokter Song?”
“Y-ya.. dia Jessica. Kerabat saya” jawab Joongki tanpa berpikir lama.
Joongki–tanpa aba-aba segera mempersiapkan dirinya. Dia tidak akan membiarkan wanita ini berada dalam situasi yang kritis lebih lama—wanita itu mengalami keguguran, dia tahu itu. Tapi bukankah terakhir kali mereka bertemu, Jessica sedang mengurus perceraiannya?
Dan kenapa ia selalu bertemu wanita ini disaat hal buruk terjadi–ini kali kedua kecelakaan lalu lintas yang ia ketahui dialami Jessica–walau yang pertama wanita itu selamat, namun kali ini ia tidak ingin hal yang berlawanan terjadi.
.
.
.
.
.
Joongki sedang membasuh tangannya saat seorang perawat kembali menghampirinya dengan wajah panik. Memperlihatkan gelagat bahwa sesuatu diluar kendali terjadi.
“Dokter Song. Pasien Jessica sadarkan diri. Namun pasien merintih kesakitan dan terus menerus menyentuh area abdomen-nya” ucap perawat itu panik.
“Kau sudah memeriksa pembalutnya? Ada perdarahan?” Tanya Joongki berusaha untuk tenang. Ia yakin bahwa ia melakukan tindakan kuretase sesuai protap dan sebaik yang ia bisa– mengerahkan semua perhatian dan pikirannya agar tindakan tersebut berjalan lancar.
“Hanya sedikit bercak dokter Song”
“Baik. Aku akan segera memeriksanya. Dan tolong hubungi Dokter Kim. Kita harus berkosultasi dengan ahli penyakit dalam agar mendapatkan diagnosa yang tepat dan akurat untuk mengetahui sumber permasalahan yang dihadapi pasien Jessica.”
“Baik dokter Song. Saya mengerti”
Joongki mengeringkan tangannya cepat– lalu berjalan menuju kamar yang Jessica tempati—wanita itu telah dipindahkan keruang perawatan untuk istirahat pasca tindakan kuretase yang dilaluinya.
Joongki mengetuk pintu kamar Jessica pelan–namun tidak ada jawaban. Lelaki itu memilih untuk masuk dan berdiri disamping wanita yang sedang menutup matanya— mungkin ia baru terlelap? Mata Jessica terbuka saat pertanyaan itu muncul– langsung mematahkan spekulasi dokter muda itu.
“Song Joongki-ssi?”ucap Jessica terkejut.
///////
Baru saja ingin menutup mata–seseorang kembali membuka pintu ruang perawatan Jessica dan membuatnya kembali membuka mata hanya untuk bertemu pandang dengan satu-satunya wanita yang ingin ia temui sekarang.
Senyum kecil merekah diwajah Jessica– melupakan rasa sakit diperutnya yang semakin menjalar hingga ia tadi memilih tidur sebagai opsi agar dapat meredam rasa itu— tapi itu sulit.
Mungkin dengan kedatangan wanita ini dapat membuat rasa perih itu sedikit berkurang—mungkin menceritakan apa yang ia rasakan secara jujur dapat membuatnya tenang.
Wanita itu berjalan masuk—dari wajahnya tampak jika ia baru saja menangis. Menangisinya? Ah.. itu memang pantas terjadi… bukan?—wanita itu membalas senyum Jessica. Berjalan mendekat dan berdiri disamping wanita pucat yang tampak berbeda dari pertama ia bertemu.
“Duduklah…” ucap Jessica pelan.
Wanita itu menuruti ucapan Jessica. Meletakkan kotak yang dibawanya diatas meja.
“Aku membawa bubur ikan untukmu” ucap wanita itu serak.
“Terimakasih Tiffany. Kau tidak perlu repot menyiapkan itu semua. Aku merasa tidak enak”
“Tidak apa Jessica. Itu bukan hal yang berat” jawab Tiffany. Belum ingin membahas sesuatu yang sedang dialami Jessica.
“Tetap saja. Aku merasa tidak enak. Tapi terimakasih Tiffany.” Tiffany menganggukkan kepalanya–mengiyakan ucapan wanita itu dan kembali tersenyum–senyum terpaksa karena ia tidak bisa mengabaikan perasaannya. Ia sedih–sangat sedih untuk wanita ini.
“Bagaimana kabar Lee Seunghae? Haesuie dan Jooyeonnie?” Tanya Jessica lagi. Sudah cukup lama Jessica tidak bertemu anak-anaknya. Tapi ia merasa lega karena memilih orang yang tepat untuk menjaga anak-anaknya sementara.
“Mereka baik Jessica.”
“Benarkah? Aku lega mendengarnya”
“Mereka sangat merindukanmu. Jooyeon… Jooyeon selalu terbangun tengah malam dan memanggil-manggil namamu”
“Oh…” jawab Jessica pendek–memutar sedikit wajahnya saat air mata turun tanpa bisa ia tahan.
“Kau merindukan mereka bukan?” Tanya Tiffany–walau ia tahu pasti apa jawaban wanita itu.
“Sangat… aku sangat merindukan anak-anak” jawab Jessica payah.
“Tapi aku tidak bisa… aku tidak bisa menemui mereka lagi karena itu akan membuat mereka merasakan kehilangan saat aku dan Donghae berpisah”
“Kau salah Jessica. Kau salah jika memilih untuk tidak sama sekali menemui mereka. Itu sama saja kau meminta mereka melupakan ibu kandungnya”
“Itu memang tujuanku Tiffany”
“Apa maksudmu?” Tanya wanita yang lebih muda–belum siap jika Jessica membuka semua kepadanya. Belum siap jika tidak lama lagi sahabatnya ini akan sulit ditemui.
“Aku tidak ingin anak-anak merasa sedih karena ini. Aku ingin mereka perlahan melupakanku dan hidup bahagia”
“Aku.. aku tidak mengerti”
“Aku tidak ingin menyakiti perasaan anak-anak, perasaan Donghae dengan apa yang sedang aku alami Fany. Aku tidak menyangka jika aku harus meninggalkan mereka secepat ini dan… dan aku tidak memiliki pilihan lain selain menarik diriku keluar”
“Kau salah Jessica. Kau melakukan pilihan yang salah. Belum tentu kau akan—
“Aku telah berada distadium akhir Fany-ah. Apa yang terjadi selanjutnya sudah jelas. Dua minggu kedepan aku akan menjalani pengobatan– dan sebelum hari itu tiba aku ingin permasalahan lain yang sedang aku hadapi bisa tuntas. Joongki telah membantu semua agar aku bisa fokus menjalankan pengobatan”
“Ini tidak adil” bisik Tiffany. Air mata kembali mengalir membasahi wajah wanita itu. “Ini tidak adil…”
“Kau benar. Ini tidak adil. Tapi apa yang bisa aku lakukan?” Tanya Jessica pelan. Menutup matanya rapat saat sakit kembali terasa di perutnya. “Tapi aku merasa lega Fany-ah…”
“Kenapa?”
“Mungkin jika aku tidak mengalami keguguran… aku akan menyakiti bayi yang tidak berdosa itu sebelum ia bisa melihat dunia” ucap Jessica dan tertawa kecil—kembali membuang perasaan yang menggerogoti hatinya–perasaan bersalah terhadap Donghae.
“Mereka akan menyelamatkanmu Jessica. Kau… kau tidak akan mati” bisik Tiffany dikalimat terakhirnya—membuat Jessica tersenyum.
“Aku tidak akan mati Tiffany… kau tahu aku tidak akan mati” jawab Jessica.
Tiffany menganggukkan kepalanya–memeluk wanita yang lebih tua dengan hangat–ia tahu yang diucapkan Jessica adalah sebuah kebohongan—ia tahu wanita itu. Walau mereka baru saja bertemu beberapa tahun–tapi itu tidak membuatnya buta dengan Jessica.
Jessica adalah kakaknya–kakak yang akan segera meninggalkannya dan memberinya memori yang indah untuk ia kenang dan juga memori yang ia harap tidak ia simpan.
“Aku tahu kau akan langsung menceritakan ini semua kepada Siwon.” Bisik Jessica–masih berpelukan dengan Tiffany. Tiffany kembali menganggukkan kepalanya.
Jessica adalah sahabat Siwon–itu tidak dipungkiri jika persahabatan yang mereka lalui itu sulit terdeteksi dari luar tapi didalam? Mereka memiliki ikatan yang erat hingga Tiffany merasa cemburu dengan persahabatan itu–ia juga ingin wanita ini lebih terbuka kepadanya–seperti apa yang ia buka bersama Siwon.
“Aku ingin bertemu Siwon sebelum proses pengobatan” bisik Jessica lagi.
“Aku akan menyampaikannya”
“Terimakasih. Terimakasih Tiffany. Aku.. aku ingin kau menjaga sahabatku itu dengan baik”
“Kau.. kau tidak perlu memintanya Jessica” ucap Tiffany serak —ini sangat menyedihkan. Ia merasa jika waktu yang dimiliki wanita ini tidak akan lama dan ia tidak ingin mengakuinya.
Jessica akan bertahan, Jessica akan bertahan melewati ini semua.
-To Be Continued-