AMIRA AZZAHRA [RE-PUBLISH]

By iimkhoiria

199K 13.5K 305

Pernahkah kamu mengagumi seseorang? mengagumi seseorang dalam kurun waktu yang lama adalah hal yang menyakitk... More

PROLOG
BAGIAN 1 - HIJRAH KARENA ALLAH
BAGIAN 2- STASIUN
BAGIAN 3 - SISI BAIK AMIRA
BAGIAN 4 - SATU HARI BERSAMA ALI
BAGIAN 5 - SATU HARI BERSAMA ALI (2)
BAGIAN 6 - TASBIH BIRU
BAGIAN 7 - MENCINTAI KEHILANGAN
APOLOGY
BAGIAN 8 - UJIAN ATAUKAH COBAAN?
BAGIAN 9 - BERHARAP LAGI
BAGIAN 10 - RENCANA LIBURAN
BAGIAN 11 - ALLAH SEDEKAT NADI
BAGIAN 13 - HUJAN
BAGIAN 14 - HANYA DENGAN SEPERTI INI?
BAGIAN 15 - KEBAHAGIAAN UNTUK AISYAH
BAGIAN 16 - MENGIKHLASKAN
BAGIAN 17 - DIA BUKAN TAKDIRKU
BAGIAN 18 - AWAL YANG BARU
BAGIAN 19 - DIA SAHABAT SURGAKU
BAGIAN 20 - TAMU SPESIAL
BAGIAN 21 - MEMBUKA HATI?
BAGIAN 22 - SEBUAH PERMINTAAN
BAGIAN 23 - KABAR BAHAGIA DAN BURUK
PERMINTAAN MAAF
BAGIAN 24 - SURAT TERAKHIR
BAGIAN 25 - [SULIT] MEMBUKA HATI
BAGIAN 26 - AKU AMIRA BUKAN VINA
BAGIAN 27 - IMPERFECT WEDDING
BAGIAN 28 - DIMENSI TAKDIR YANG BERBEDA
BAGIAN 29 - MAAFKAN AKU!
BAGIAN 30 - SEBOTOL JUS YANG HAMBAR
BAGIAN 31 - INSIDEN
BAGIAN 32 - SEORANG TEMAN CERITA!
BAGIAN 33 - SATU WAKTU YANG RUMIT
BAGIAN 34 - JALAN MENUJU BAIK
BAGIAN 35 - BINGKAI FOTO
BAGIAN 36 - PROYEK BARU
BAGIAN 37 - CUSTOMER GATHERING
BAGIAN 38 - SATU SHAF DI BELAKANGMU
BAGIAN 39 - LARI PAGI
BAGIAN 40 - PERMINTAAN ANEH AIRA
BAGIAN 41 - TOKO BUKU
BAGIAN 42 - BUKU YANG SAMA
BAGIAN 43 - CEMBURU?
BAGIAN 44 - SALAH PAHAM
BAGIAN 45 - MAMA AMIRA JANGAN PERGI!
BAGIAN 46 - KRITIS!
BAGIAN 47 - DIARY AMIRA
BAGIAN 48 - AKU LEBIH DULU MENCINTAIMU
BAGIAN 49 - TERUNGKAP
BAGIAN 50 - MENETAP ATAU PERGI [ENDING]
BACA AJA πŸ¦„

BAGIAN 12 - JATUH CINTA SENDIRIAN

3.1K 264 0
By iimkhoiria

Amira benar-benar masih mencerna perkataan Ali yang diucapkan kemarin malam. Bagaimana bisa ia harus  datang ke acara pertunangan seseorang  yang bertahun-tahun telah ia cintai dalam diam. Apakah mencintai dalam diam itu sesulit ini? lantas, mengapa ia masih bertahan dan tidak menghapus Ali dalam daftar orang yang dicintainya? Benar-benar saat ini Amira bagaikan nun mati ketika bertemu dengan huruf idgham bilaghunnah. Terlihat tapi tak dianggap ada.

"Woyy, Raaaa!" teriak Dinda membuyarkan lamunan Amira yang sedang duduk di kursi ruang tamu rumah Bu Devi. 

"Dinda ihh ngagetin!" 

"Ya habisnya kamu sih pakek ngelamun," sahut Dinda sembari duduk di samping Amira.

"Ngelamunin apa sih?" tanya Dinda yang penasaran dengan sahabatnya yang melamun pagi-pagi buta seperti ini di ruang tamu.

"Ngelamunin kamu," jawab Amira seraya memasang senyum pepsodent di hadapan Dinda dan mencubit pipi Dinda dengan gemas.

"Apa sih Ra, nggak lucu. Ditanya serius jawabnya serius dong!" sahut Dinda yang sebal karena Amira mengalihkan pembicaraan dan tak mau cerita apa yang dirasakannya. Sejak berteman dengan Amira, Dinda tak sering mendengar curhatan Amira. Sebaliknya, malah Dindalah yang sering sekali curhat masalahnya ke Amira.

"Jangan marah dong, nanti muka kamu nggak cantik lagi," rayu Amira saat Dinda mengabaikannya dengan bermain ponsel dan diam seribu bahasa dihadapannya.

"Oke... Oke nanti malam kita cerita-cerita bareng," bujuk Amira lagi namun Dinda masih mengabaikannya. Dinda memang seperti anak kecil. Selalu mempermasalahkan hal seperti ini.

"Din!"

"Din!"

"Yaudah oke, awas kalau nggak nepatin janji!" ucap Dinda yang akhirnya luluh dengan bujukkan Amira.

"Nah, gitu dong."

"Ra," panggil Jefri tiba-tiba yang berjalan menghampiri Amira dan Dinda yang duduk di kursi ruang tamu. Amira menoleh dan diikuti Dinda yang menoleh juga ke arah Jefri. 

"Ada apa Jef?" 

"Bu Devi pagi tadi harus pergi untuk mengunjungi saudaranya. Jadi Bu Devi berpesan bahwa ia tidak bisa menyiapkan sarapan untuk kita semua." tutur Jefri menyampaikan pesan dari Bu Devi. 

Amira tersenyum. Ia beranjak dari duduknya untuk berdiri, " Tak apa Jef, aku bisa bantu berbelanja kebutuhan memasak dan nantinya yang masak Dinda. Dinda kan pintar memasak. Ya kan Din?"

Dinda tersenyum simpul sembari membentuk jarinya menjadi lingkaran seperti kode 'OK', "Siap Bu Eko!" Amira terkekeh melihat tingkah Dinda. 

"Ya sudah aku siap-siap berangkat ke pasar yah," Amira berjalan meninggalkan Jefri dan Dinda yang masih di ruang tamu. Ia berjalan menuju kamarnya untuk mengambil sling bag-nya. 

"Aku berangkat dulu, Assalamualaikum!" pamitnya pada Dinda dan Jefri.

Amira berjalan keluar rumah hanya menggunakan gamis panjang rumahan berwarna abu-abu dan khimar sejuta umat yaitu warna hitam. Dilengkapi sling bag yang melingkar di pundak kirinya. Make up? Ah, gadis itu tidak terlalu menyukai fasion dan make up. Mungkin wajahnya hanya dipolesi pelembab dan bedak bayi saja. 

"Mau kemana?" Amira menoleh ke belakang saat seseorang memanggilnya. Dan benar. Pendengarannya tidak salah. Ali yang tengah memanggilnya. Amira membalikkan tubuhnya menghadap Ali. Mengapa saat berhadapan dengan Ali lidahnya tiba-tiba terasa kelu.

"Be-belanja ke-butuhan memasak karena Bu Devi, Bu Devi ti-tidak di ru-rumah." ucapnya terbata-bata pada Ali. Matanya tak menatap langsung mata Ali. Oh tidak, saat ini jantung Amira tidak beraturan lagi. Tapi ia bisa apa? Ia hanya dapat mencintainya dalam diam. Ali saja tak tahu akan perasaannya. Ah sudahlah, Amiraaa!

"Ayo aku antar!" ucap Ali memandang Amira. Tidak, sebaiknya tidak. Amira bahkan lebih baik berbelanja sendiri dari pada harus diantar Ali. Bagaimana jika Vinanda salah paham.  Bagaimana jika Vinanda marah? Bagaimana dan bagaimana? Bagaimanapun Ali adalah calon tunangan Vinanda. Sedangkan dia? Ah, sudahlah...

"Em, ti-tidak, aku yang... Em, A-aku hanya belanja sebentar Al, lagi pula aku tidak, Em aku bisa men-mencari pasar terdekat." Bahkan untuk menyahut ajakan Ali saja Amira kesulitan untuk menjawab. 

"Tak apa... Ayo berangkat aku tau pasar yang murah." 

Boom....

Bagaimana kalimat yang tepat untuk menolak ajakan Ali? Jika ia hanya diam dan memikirkan kalimat apa yang harus diucapkan pastinya akan memakan waktu yang lama. Sedangkan ia harus menyiapkan sarapan untuk teman-temannya. Amira ayolah! Amira diam tak bergeming ketika Ali mengajaknya berangkat. Sudah tiga kali Ali memanggil Amira untuk memastikan. Namun tak ada jawaban dari Amira.

"Mir ayo!" panggilnya lagi saat tak dapat jawaban dari Amira.

Amira mengangguk. Ia menunduk. Lalu, Ia berjalan pelan mengikuti Ali yang berjalan di depannya. Sedangkan Ali sesekali menoleh ke belakang. Ia bingung, tidak biasanya Amira seperti itu. Ali bertanya pada dirinya sendiri. Amira yang biasanya tanggap saat diajak bicara, mengapa jadi mudah melamun? 

"Kita tunggu angkot disini, naik angkot mungkin memakan waktu sekitar 15 menit nantinya." titah Ali pada Amira yang berdiri di sampingnya. Amira hanya mengangguk. Dan saat ini, Ali seakan-akan ia berbicara sendirian sebab sedari tadi Amira tak bersuara dan hanya menggunakan bahasa tubuhnya saja.

Belum lama mereka menunggu angkot yang akan mereka tumpangi, sebuah angkot berwarna kuning menghampiri mereka berdua. Ali mengisyaratkan Amira untuk masuk terlebih dahulu. Amira menurut dan masuk ke dalam angkot. Setelah Amira masuk, Ali pun ikut masuk ke dalam angkot. Ia duduk di samping Amira. 

Angkot tersebut berjalan lagi mencari penumpang. Tak lama kemudian, angkot berhenti saat penumpang laki-laki melambaikan tangannya di pinggir jalan. Sang sopir menginjak rem mendadak dan kemudian berhenti di dekat penumpang tersebut. Penumpang laki-laki tersebut kemudian masuk ke dalam angkot dan duduk di samping Amira. 

Laki-laki tersebut melirik Amira yang duduk di sampingnya. Tatapannya sulit diartikan. Amira merasa bahwa laki-laki tersebut menatapnya terus menerus. Ia sedikit risih. Tak lama kemudian, laki-laki tersebut  menggeser duduknya lebih dekat dengan Amira yang membuat Amira semakin tidak nyaman. Amira tampak gelisah. Ia ingin memberi tahu Ali, namun Ali saat ini sedang memandang kaca jendela belakang dan tak melihat bahwa Amira sedang memerlukan bantuannya. Ia beristigfar terus menerus dalam hati.

Sampai akhirnya, mau tidak mau Amira menarik lengan baju Ali yang ada di sampingnya. Ali menoleh ke arah Amira. Ia mengerutkan dahinya mengisyaratkan 'ada apa'. Raut wajah Amira tampak gelisah. Mata Ali melirik laki-laki di samping Amira yang melakukan gerak-gerik yang sulit diartikan. Ali baru menyadari bahwa Amira gelisah karena laki-laki tersebut memandang Amira dengan tatapan yang sulit diartikan. Bahkan Ali juga menyadari duduk laki-laki tersebut dekat sekali dengan Amira. Benar saja Amira merasa tidak nyaman. Sontak Ali menyuruh Amira bertukar tempat duduk dengannya. Tapi Amira menolaknya. Ia merasa tidak enak jika berpindah tempat duduk dan menganggu penumpang lain.

"Al, pa-pasarnya masih jauh?" ucap Amira yang masih tampak gelisah. Sungguh saat ini Amira ingin turun dari angkot tersebut. Amira tampak sedikit ketakutan.

"Masih, tapi kita turun disini saja," ucap Ali dan melihat raut wajah Amira yang masih tampak gelisah.

"Pak, kiri." ucap Ali pada sopir angkot. Ali mengisyaratkan Amira untuk turun dari angkot terlebih dahulu. Amira menurut dan langsung beranjak keluar dari angkot. Ali mengikuti dari belakang. 

Ali mengajak Amira duduk di sebuah kursi panjang yang kebetulan ada di pinggir jalan raya. Raut wajah Amira masih tampak ketakutan. Sebenarnya perjalanan sampai ke pasar masih lima menit lagi jika naik angkot. Tapi Ali mengajak Amira menenangkan diri terlebih dahulu.

"Kamu disini, aku mau beli minum disana dulu." titah Ali pada Amira. Tapi Amira menggeleng. Matanya berkaca-kaca dan tatapannya memohon agar ia ikut dengan Ali. Ia takut jika laki-laki tersebut datang lagi.

"Ya sudah, Ayo!" 

Ali dan Amira berjalan beriringan menuju sebuah mini market yang ada disebrang sana. Tangan Amira masih terlihat gemetar. Tidak biasanya ia mendapat perlakuan dari seseorang yang asing di kendaraan umum. Memang, kejahatan akan ada dimana saja. Terlebih resiko naik kendaraan umum adalah harus tetap waspada agar tidak terjadi kejahatan yang menimpa. Selalu melibatkan Allah disetiap langkah adalah kunci utama.

Ali mengambil 1 air mineral dan membayarnya di kasir. Dan Amira hanya mengekor di belakang. Ali mengisyaratkan Amira  untuk duduk di sebuah kursi yang ada di depan minimarket tersebut. Kemudian ia menyodorkan air mineral tersebut pada Amira, "Minumlah!"

Amira mengangguk. Ia mengambil air mineral tersebut dari tangan Ali.

Drett...Dreett.. Drett...

Ponsel Ali berdering dalam saku celana. Ia merogohnya dan mengangkat sambungan telfon tersebut. 

"Halo Vin?"

Amira menghela nafas panjang, saat mendengar kata yang diucapkan Ali saat menjawab sambungan telfon. Ia sudah menebaknya bahwa yang tengah menelfon Ali adalah Vinanda. Ada sedikit rasa kecewa pada hati Amira. Namun ia kembali menepisnya. Apa hak Amira memiliki rasa kecewa terhadap Ali?

"Apa Vin? Aku tidak bisa mendengar apa yang kamu katakan."

Bersambung....

Malang, 10 November 2018

Hallo, Assalamualaikum aku kembali.. SELAMAT HARI PAHLAWAN!

Selamat membaca, jangan lupa pencet bintang di pojok kiri bawah yah!

Yang belum follow author silahkan follow untuk mengikuti part selanjutnya yang akan diupdate...

terima kasih sudah membaca sampai sejauh ini...

love you babe..!

Continue Reading

You'll Also Like

56.4M 5.6M 51
"πš‚πšŽπš™πšŠπšœπšŠπš—πš πš•πšžπš”πšŠ πš’πšŠπš—πš πš‹πšŽπš›πšŠπš”πš‘πš’πš› πšπšžπš”πšŠ." -π’œπ“‚π‘’π“Žπ“ˆπ’Ύπ’Άπ’Ά, 𝟒𝟒.𝟒𝟒 "Tolong jemput gue, Ka," pinta gadis itu. "Gak bisa, gue...
10.7M 690K 29
Mari follow terlebih dahulu πŸ’‹ *** Leyla termangu sesaat. Sebuah pistol di todongkan tepat di keningnya. "Masih mau bermain-main, hm?" Yang di tanya...
735K 40.2K 23
TAHAP REVISI ⚠️ Bagaimana jadinya jika seorang anak perempuan telah dinikahkan oleh sang ayah tanpa sepengetahuan dirinya? Dan kenapa ayahnya tega me...
1.1M 51.7K 62
[BELUM TAHAP REVISI] "Aku tidak suka perempuan berjilbab!" Kata laki-laki itu kian tajam. "Lalu apa yang harus saya lakukan?" "Melepas jilbabmu. mung...