Saat ini, Adri, Luna, dan Ilham sedang duduk di ruang keluarga. Dari wajah Ilham sudah menggambarkan keseriusan dan kekecewaan.
"Papa kecewa sama kamu," kata Ilham kepada Adri.
"Maksud papa?" Adri bingung.
"Kamu mencoba mencelakai adik kamu? Iya?!"
Adri masih menunduk diam tanpa bisa berkata apa-apa lagi.
"Papa masih sabar nunggu kamu buat jujur tentang masalah ini. Papa sengaja nunggu sampai Kenzo sadar, supaya dia tahu siapa sebenarnya kakaknya," kata Ilham dengan nada datar tapi dingin.
"Maafin aku Pa, waktu itu aku khilaf," Adri berlutut di bawah kaki Ilham.
"Seharusnya kamu minta maaf kepada Kenzo, bukan kepada Papa," jawab Ilham dingin.
"Kamu ceritain kenapa kamu bisa melakukan semua itu kepada Kenzo," suruh Ilham.
"Waktu itu nggak tau kenapa tapi rasanya aku benci banget sama dia. Dia punya sahabat yang beneran sayang sama dia, sedangkan temen aku cuma ada waktu aku lagi seneng. Kenzo punya pacar yang bisa bikin bahagia, sedangkan pacar aku belum bisa buat aku merasa bahagia. Kenzo punya keluarga yang sangat menyayanginya. Dia punya kakek nenek yang pengertian, semua permintaannya di kabulin. Aku iri sama semua itu Pa,"
"Hanya itu alasanmu sampai-sampai membuat Kenzo koma seminggu?!"
"Maafin aku Pa, waktu itu aku bener-bener khilaf,"
"Sekarang Papa minta kamu minta maaf ke Kenzo,"
"Iya Pa, sekarang aku pergi ke rumah sakit,"
"Mau mama temenin?" sahut Luna.
"Nggak usah Ma, aku sama Pak Didi aja,"
"Yaudah, hati-hati ya,"
"Iya, aku pamit dulu,"
Adri mencium tangan Mama dan Papanya. Walaupun sangat berat untuk mengatakan kata maaf kepada Kenzo, tapi mau bagaimana lagi karena papanya sudah mengetahui perihal masalah itu. Dengan langkah ragu, Adri berangkat menuju rumah sakit.
-----
"Kenzo, maafin gue ya," kata Adri to the point setelah masuk ke kamar Kenzo.
"Buat apa? Buat kesalahan lo selama ini?" tanya Kenzo sinis.
"Yang berantem sama lo di gudang itu, suruhan gue,"
Kenzo tersentak dengan pengakuan Adri tersebut. Bagaimana bisa dia melakukan semua itu kepada adiknya sendiri.
"Jadi sekarang lo mau maafin gue nggak?" tanya Adri.
"Lo berhak kok benci gue, lo mau mukul gue juga terserah. Asalkan lo mau maafin gue," lanjutnya.
"Mungkin gue harus maafin lo. Karena gue nggak mau kalo nanti gue pergi, gue nggak tenang lagi disana," jawab Kenzo dengan pandangan kosongnya.
"Maksud lo apa?"
"Ya, lo tau kan penyakit gue makin parah, jadi mungkin umur gue juga nggak akan lama lagi,"
"Lo nggak pengen gitu berjuang buat Papa, Mama?" tanya Adri.
Jujur, sekarang hati Adri terasa teriris dengan kata-kata Kenzo tadi. Walaupun ia membenci Kenzo tapi hati nuraninya masih terbuka untuk menyayangi Kenzo sebagai adiknya. Mungkin sekarang ia harus mencoba untuk menerima Kenzo.
"Gue malah pengen kuliah dulu, kerja, nikah, dan punya keluarga. Tapi kayaknya gue nggak bisa bertahan selama itu. Gue tau batasan tubuh gue sendiri, tiap hari gue rasa tubuh gue makin rusak. Nggak ada yang membaik di dalem tubuh gue," jelas Kenzo.
"Pilihan gue salah ternyata, gue kira lo cowok optimis. Ternyata lo kayak gini, nyesel gue udah dateng kesini dan denger kata-kata ngelantur dari mulut lo,"
Adri meninggalkan ruangan Kenzo dengan sedikit emosi.
Bahkan gue bisa buat orang yang benci sama gue nangis gara-gara gue.
-----
"Gue mau putus sama lo," kata Adri kepada Andien.
"Loh, kenapa?" tanya Andien sesikit kesal.
"Sebenernya gue nggak bener-bener cinta sama lo. Dulu gue pacaran sama lo cuma mau bikin Kenzo cemburu karena gue kira lo gebetannya dia," jelas Adri.
"Nggak bisa kayak gitu dong! Gue udah sayang sama lo," kesal Andien.
"Maafin gue, sebenernya selama ini sedikit demi sedikit perasaan sayang gue ke lo juga tumbuh. Tapi gue nggak mau bikin lo cuma jadi pelampiasan perasaan gue aja, gue nggak mau itu terjadi,"
"Kalo lo juga sayang sama gue, kenapa harus putus?"
"Tapi gue nggak bisa bohongin perasaan gue sendiri!" kesal Adri.
"Oke kalo itu mau lo, sekarang gue tinggal perbaiki hubungan gue sama Kenzo. Betapa bodohnya gue dulu bisa percaya sama cinta palsu lo. Makasih atas masa lalu yang amat indah buat gue," Andien menekan pada setiap kalimat sebelum ia pergi meninggalkan Adri.
Air mata Andien tak bisa dibendung. Rasa kecewa memenuhi hatinya saat ini. Dulu ia sebenarnya menerima cinta Adri karena kasihan kepadanya. Tapi seiring berjalannya waktu, cinta itu tumbuh subur di hati Andien. Ia menghilangkan perasaannya untuk Kenzo, dan memilih menaruh hatinya pada Adri. Dan sekarang Andien tahu bagaimana balasan atas cintanya selama ini pada Adri.
-----
Keyna berjalan menyusuri koridor rumah sakit sendirian. Ia berniat untuk menjenguk Kenzo setelah beberapa hari ia tak datang. Tadi saat bangun tidur, perasaan Keyna menjadi tidak enak dan terus memikirkan kondisi Kenzo. Jadi ia memutuskan untuk menjenguk Kenzo dan melupakan kejadian saat terakhir kali ia bertemu Kenzo.
Langkan Keyna terhenti saat ia melihat seorang pemuda duduk di kursi roda sambil menikmati hujan lewat jendela yang ada di ujung lorong. Dan satu pemuda lagi yang tak ia kenal.
Keyna tahu siapa pemuda di kursi roda itu-Kenzo. Dengan pasti ia mendekati Kenzo. Tapi Kenzo tidak menyadarinya karena ia membelakangi Keyna saat ini.
"Pagi," sapa Keyna ramah.
"Kamu temennya Kenzo ya?" tanya Levin.
"Iya Kak, Kakak siapa ya?"
"Oh, kenalin aku Levin pacarnya Kak Kenzi,"
"Oh, aku Keyna. Temennya Kenzo,"
"Kenzo kan udah ada temennya, kalo gitu kakak tinggal dulu ya. Kakak mau ngerjain laporan dulu,"
Kenzo hanya mengangguk.
"Hai Zo, gimana sekarang?" tanya Keyna sesikit kikuk.
"Emm ya gini aja," Kenzo tersenyum miris.
Dia lupa apa gimana? Kemarin nangis sama marah-marah ke gue. Sekarang baik banget, apa segitu moody nya dia?
"Kamu pasti belum makan kan? Ini aku bawain puding buatan aku sendiri," kata Keyna sambil membuka tutup puding yang dibawanya.
"Aaa" Keyna menyuapi Kenzo puding.
"Enak ya," puji Kenzo
"Iya lah, kan gue yang bikin,"
Keyna merubah posisinya menjadi jongkok di depan Kenzo menyesuaikan tingginya dengan Kenzo yang duduk. Posisi mereka berdua kini layaknya sepasang kekasih. Mereka saling mengerti satu sama lain.
Lima suapan sudah yang diberikan Keyna kepada Kenzo. Kini Kenzo merasa mual.
"Udah Key, mual,"
"Mual? Kita ke kamar aja ya? Pasti kamu masuk angin nih," usul Keyna yang dibalas anggukan oleh Kenzo.
Keyna cepat-cepat mendorong kursi roda Kenzo menuju kamarnya. Kenzo juga sudah menahan rasa mualnya. Sampai di kamar, Keyna segera mengambil tempat untuk menampung muntahan Kenzo.
Levin yang melihat itu segera mendekati mereka berdua. Tanpa jijik ia mengurut tengkuk Kenzo. Selalu seperti ini, apapun yang dimakan Kenzo pasti akan dikeluarkan lagi, membuat Levin merasa sedih dan kasihan. Untungnya nutrisi Kenzo bisa disalurkan lewat infusnya.
"Udah Key," kata Kenzo lemah.
"Yaudah aku bersihin ini dulu ya, kamu istirahat aja," Keyna berjalan menuju toilet.
Levin mendorong kursi roda Kenzo mendekati ranjang. Ia membantu Kenzo pindah ke ranjangnya.
"Kamu tidur aja ya, Kakak tungguin disini," suruh Levin.
"Hm"
Levin membenarkan letak selimut Kenzo. Belakangan ini Kenzo sering kedinginan walaupun cuaca sedang panas. Oleh karena itu, ia selalu memakai sweater atau hoodie untuk membungkus tubuh kurusnya.
"Kak, Kenzo udah tidur?" tanya Keyna yang baru keluar dari toilet.
"Kayaknya sih udah,"
"Enak ya pas lagi ujan gini tidur,"
"Kamu kalo mau pulang nggak apa-apa lagian Kenzonya juga lagi tidur,"
"Nggak deh Kak, aku mau ke kantin aja. Pengen makan, laper,"
"Iya deh terserah kamu,"
"Kakak nggak nitip?"
"Nggak usah nanti aja Kakak kesana sendiri."
Keyna keluar meninggalkan Kenzo yang sedang tidur dan Levin yang masih berkutik dengan laptopnya.
-----
Kenzo terbangun dari tidurnya, ia merasa sangat terganggu dengan suara berisik yang ia tak tau dari mana asalnya. Saat membuka mata ia bisa melihat Devan dan Dara berada di sofa sambil tertawa bersama.
"Eh, lo berdua ngapain disini?" tanya Kenzo yang membuat tawa mereka punah.
"Oh lo udah bangun? Gue sama Dara jagain lo lah. Kak Levin lagi ada urusan makanya dia suruh gue jagain lo disini."
"Anterin gue mau nggak?" tanya Kenzo.
"Kemana?" sahut Devan dan Dara serentak.
"Liat hujan,"
"Dimana?" tanya Devan.
"Di ujung lorong,"
Kenzo merubah posisinya menjadi duduk. Devan mengambil kursi roda yang ada di pojok kamar. Dara membantu Kenzo pindah ke kursi roda.
"Ambilin selimut gue dong," pinta Kenzo.
Dara langsung mengambil selimut tebal Kenzo.
"Lo udah pake baju rs, hoodie, masih dingin?" tanya Devan.
"Hehe iya," cengir Kenzo.
Devan mendorong kursi roda Kenzo sampai ke jendela besar di ujung lorong. Melihat ekspresi bahagia Kenzo membuat Devan ikut senang. Dara masih berada di kamar Kenzo karena ia malas jalan dengan cuaca dingin seperti sekarang.
"Gue pengen main hujan," kata Kenzo.
"Nggak ada ya! Jangan aneh-aneh deh" bantah Devan.
"Ck, iya-iya gue juga tau. Lagian gue nggak mau ya mati konyol cuma gara-gara main hujan,"
"Nah, itu lo tau," canda Devan.
"Tapi enak ya kayaknya di bawah hujan gitu. Bisa nangis tanpa ketauan, enak lah pokoknya,"
"Emang lo mau nangis? Kayak cewek aja lo kalo galau maunya hujan-hujan, gue mah ogah. Masih enak tidur di kamar pake selimut," curhat Devan.
"Hujan enak tau, bisa inget kenangan lama gitu,"
"Emang lo punya kenangan?" ledek Devan.
"Ah nggak asik lo,"
Kenzo dan Devan masih menikmati hujan tapi tak ada yang bersuara. Mereka saling diam. Sampai tiba-tiba Niko datang tanpa sepengetahuan mereka berdua.
"Kalian lagi liatin apa?"
"Hah, Om bikin kaget aja sih," kata Devan.
"Lagian kalian berdua asyik banget sampai nggak ngerasa ada yang ngedeketin,"
"Kenzo, nanti kamu sudah diizinkan pulang. Tapi nanti saya akan tugaskan suster Rena untuk menemani kamu selama di rumah," jelas Niko.
"Kenapa pake suster Rena juga? Emang dia nggak punya keluarga yang harus diurus?" tanya Kenzo.
"Dia di Jakarta sendiri. Dia kan baru lulus dan langsung kerja disini. Jadi belum nikah," jawab Niko.
"oh," jawab Kenzo.
"Ayok Dev balik kamar trus siap-siap," suruh Kenzo.
Devan mendorong kursi roda Kenzo ke kamar diikuti Niko dibelakangnya.
Mungkin ini pilihan terbaik untuk memulangkanmu ke tempat yang lebih nyaman supaya kamu lebih cepat pulih. Batin Niko.
Niko segera melepas infus di tangan Kenzo. Setelah itu Kenzo mengganti pakaiannya dengan sweater yang dibawakan Niko tadi.
Ceklek
Suster Rena masuk tapi tidak dengan seragamnya. Ia mengenakan pakaian biasa yang membuatnya menjadi lebih muda. Tidak seperti saat memakai seragam yang membuat wajahnya seperti sudah menjadi ibu.
"Saya sudah siap Dok," kata Suster Rena.
"Yasudah, Kenzo jangan lupa obatnya diminum sama jangan kecapean. Kamu nggak boleh sekolah dulu, kalo masih lemes pake kursi roda dulu." titah Niko.
"Iya Om, bawel banget sih," Kenzo mengerucutkan bibirnya.
-----
Menuju ending?
Jangan?