Nathan adalah seorang anak dari polisi yang sangat berdedikasi melindungi masyarakat. Memiliki rasa keadilan yang tinggi, ia dipilih oleh Leviathan, sebagai ksatria untuk melindungi dunia. Alhasil, ia diberkahi kekuatan yang tak terhingga dari penjaga nya dan berhasil membuka ketiga kekuatan semudah membalikkan telapak tangan.
"Jadi apa yang ingin kauceritakan, Levi?" Angga menyajikan secangkir teh pada Nathan dan segelas air pada Levi. Tentu saja, untuk Cole ia memberikan kue coklat yang ia beli sebelumnya.
"Aku mendapat penglihatan..."
Levi, memicingkan mata dan mencoba untuk tetap tenang. Terlihat dari gerak-gerik dirinya di pangkuan Nathan.
"Bahwa banyak korban akan meninggal dalam dark game kali ini. Dan aku bergabung untuk mencegahnya." Cole mengusap mulut dan memandang balik penjaga kuno yang baru ia lihat setelah sekian lama tidak ikut dalam permainan.
"Lalu? Apa penyebabnya?" Levi menggeleng kan kepala sembari mengusap tangan kanannya.
"Asumsiku adalah bahwa mungkin bangsa Rayn akan menginvasi dunia ini." Angga berpikir mungkin ada benarnya perkataan Levi tetapi kenapa harus invasi?
"Maaf! Aku terlambat!" Nadine memasuki ruangan dengan napas yang terengah-engah akibat berlari dari rumahnya menuju rumah Nathan. Nampaknya Kat tidak ikut hari ini. Dan Nathan pun mengulang perkataannya kembali dan pendatang baru yang memakai jaket berwarna kuning memberi tanggapan yang mengejutkan Angga.
"Apakah mungkin penyebabnya berasal dari temanmu, Radit dan kelompoknya?" Angga tidak menjawab. Dan Nathan yang merasakan aura yang tidak menyenangkan tidak menanggapinya. Kat, yang tidak bersama Nadine tiba-tiba berada di depan ketiga orang itu.
"Aku melihat roh Neon tadi. Apa kalian ingin menangkapnya?" Nadine merespon dengan senang diikuti Nathan. Angga pun menyerah dan memutuskan untuk ikut.~
"Hi, maukah kamu kencan denganku?" Seorang pria dengan tubuh kekar menawari seorang 'gadis' dengan rambut panjang dan terawat dengan baik. Aura yang terpancar dari pria terasa oleh gadis muda yang sendirian berjalan di gang kecil nan sepi, diikuti juga dua orang mendekati gadis yang mulai 'takut' dan mengangguk, mengikuti sekumpulan pria untuk masuk menaiki mobil.
•
•
"Ok.. kamu siap, Nathan?" Seorang laki-laki berambut hitam menolehkan kepala kearah Angga yang sudah bersiap sedari tadi dan mengisyaratkan padanya sembari menaikkan ibu jari dari tangan kanannya.
"Yang harus kulakukan adalah masuk dan menghajar semua yang disana, kan?" Angga membalas dengan anggukan kepala dan ekspresi khawatir akan nasib Neon yang berhadapan dengan Nathan.
"Umm... ya, tapi coba untuk tidak menghancurkan gudangnya. Karena penting bagi kita untuk tidak menarik perhatian publik." Nathan menjadi serius dan meyakinkan Angga bahwa ia akan hati-hati.
"Baiklah, Nathan. Kamu bertugas sebagai pengalih perhatian dan aku akan menyergap mereka yang kabur." Angga memberi instruksi secara singkat dengan Cole, Kat dan Levi menunggu santapan mereka untuk ditangkap.
"Baiklah, ayo kita lakukan!"
***
"Hehe, tangkapan yang bagus." Seorang pria berkacamata tersenyum licik pada gadis berambut cokelat didepan dirinya.
"Benar kan, bos? Aku yakin ini cocok dengan anda." ungkap salah satu pria dengan semangat, yang sepertinya bawahan dariorang yang ia sebut bos.
"Haha! Kerja yang luar biasa." Pria berkacamata itu tertawa dengan keras.
BAM!
"Aku disini, Nadine!" Laki-laki dengan rambut hitam legam dan memakai sarung tangan pada tangan kanan dan kiri berteriak sambil membuka pintu dengan paksa. Ia berdiri diatas lantai yang bertebaran dengan debu sembari mengangkat kepala dan melirik sekeliling bangunan tak terurus yang dihuni oleh berandalan saja.
"Jadi kalian adalah orang yang menculik temanku? Dan juga penculik anak-anak khususnya perempuan?" cengir Nathan dengan telunjuk yang menghitung semua preman yang berkumpul di dalam, mengerumuni *korban*.
"Sialan, Kamu siapa?!" salah seorang pelaku berteriak.
"Berani-beraninya kamu kesini!" kata seorang pria dengan kacamata mengancamnya dengan mata tajam menusuk. Memiliki aura yang berbeda sama sekali dengan pria disampingnya. "Tangkap dia!" Sebagai bawahan, semua yang turut serta dengan kejahatannya langsung menyerang Nathan.
"Kalian salah, jika menyerang aku dalam waktu bersamaan..." ungkap Nathan yang menghentikan langkah bawahan si berkacamata.
Water cannon!
Semburan air yang keras mendorong balik sebagian bawahan, membuat mereka basah dan terlempar jauh ke belakang. Dan satu persatu, pun jatuh kecuali pria berkacamata yang membenarkan posisi alat pembantu penglihatannya menggunakan jari telunjuk.
"Salah satu ksatria ya? Pantas saja manusia bodoh itu kalah." Pria berkacamata itu mengeluarkan cakar seperti kucing dan mencoba memukul Nathan tetapi kecepatan pukulan Nathan lebih cepat dan membuatnya terbang bersama bawahannya.
"A-Apa?! Bagaimana bisa?!" Ia terkejut melihat Nathan dengan tenang berjalan menghampirinya setelah berhasil melepaskan pukulan padanya. Secara insting, ia tahu bahwa ksatria ini berbahaya dan mencoba lari.
"Mau lari kemana kamu?" Nathan membangun dinding tanah yang keras dan menutup semua jalan keluar.
"Tak kusangka kamu akan secepat ini, Nathan." Angga memasuki bangunan dengan menyeret salah seorang bawahan yang berhasil kabur ditengah pertarungan melawan Nathan.
"Sialan!" Pria berkacamata merengut kesal dan menyerang menggunakan kakinya yang sudah berubah menjadi kaki kucing yang panjang.
"Haha! Sayangnya itu tidak cukup!" Nathan menghindar dan memukul bagian belakang leher pria tersebut membuatnya pingsan. Melupakan ada seorang pelaku yang berpura-pura menjadi korban, Nathan dan Angga menoleh kearah pria yang menyandera Nadine menggunakan pisau.
"Berhenti! Atau aku bunuh temanmu!" Nadine dengan santai menjawab pria yang putus asa karena temannya kalah dalam penyerangan yang brutal melawan kedua anak-anak yang belum genap 18 tahun. "Kamu memilih korban yang salah..."
Tiba-tiba atap bangunan runtuh dan menimpa kepala pria malang itu.
"Kelihatannya benar kata Kat bahwa kekuatan ketigaku pemberian kutukan atau berkah." ujarnya pelan, dan melirik kearah Angga dan Nathan yang melihat rencana mereka berhasil dengan tambahan hadiah menyelamatkan sandera.
"Rencanamu keren, Angga! Membangkitkan kekuatan ketigaku untuk mengakhiri pelaku yang bersembunyi diantara korban." Nadine bersemangat dan meloncat dengan senang karena menjadi bagian rencana Angga.
"Tidak buruk, Angga." ungkap Nathan sambil menepuk bahu Angga yang membuatnya tersontak kaget.
Polisi pun datang dan menangkap pelaku yang basah kuyup, tidak memedulikan kenapa bisa mereka basah, yang terpenting bagi mereka adalah pelaku penculikan sudah tertangkap.
"Sepertinya kali ini, banyak Neon meremehkan ksatria... mungkin karena akibat dari Radit yang dikendalikan saat itu." Angga memegang dahunya seakan berpikir kemungkinan Radit juga masuk dalam variabel itu.
"Tapi ada kemungkinan juga, bahwa ada yang mendalangi semua ini..." bisik Nathan. Dunia yang penuh kemungkinan, dipengaruhi beberapa faktor tak membuat ksatria yang memegang teguh rasa keadilan menyerah begitu saja. Ia akan mengungkap segalanya walaupun nyawa adalah taruhannya.
Sementara itu...
Drew bersama dengan Andini dan Tama sedang menunggu waktu kapan menyerang pembunuh seperti yang dimaksud dalam surat Rayn. Drew mengasah pedang yang berkilau karena kegagahannya dan memakai pakaian yang memiliki aura sama seperti roh Neon lainnya.
"Apakah tidak apa, kita membiarkan Radit disandera lagi?" ujar Andini yang khawatir dan memutar rambutnya karena terpikir oleh keadaan Radit.
"Walaupun dibunuh ratusan kali, Radit tidak akan mati. Lagipula, dia dilindungi oleh tiga pelindung bukan?" Jawab Drew dengan positif. Dan membuat Andini menyanggah.
"Empat, Drew. Empat pelindung." Drew menyadari kesalahannya dan mengoreksi perkataannya.
"Oh! Maafkan. Empat pelindung. Tapi tak kusangka, Radit mempunyai pelindung dan sampai sekarang belum memanggilnya." Drew yang selalu berkata secara acak, tidak melihat reaksi Andini.
"Tentu saja kan?! Mana mungkin Radit ingin membahayakan temannya!" Andini memasang wajah memerah karena Drew terlalu meremehkan Radit.
"M-maaf. Maksudku— ah sudahlah. Lagipula ini akan berakhir. Aku mendapat firasat, Angga dan kawannya akan sampai sebentar lagi." cengir Drew. Membuat Andini dan Tama mengangguk.
Mereka bertiga ditugaskan oleh Neon yang menguasai seluruh bangunan dan pikiran manusia-manusia yang ia kendalikan. Drew yang mempunyai kekuatan besar tidak berani melawannya karena efek hipnotisnya yang sama sekali tidak bisa dihindari. Dan entah mengapa, ia suka menyiksa fisik manusia ketimbang pikiran mereka. Terutama, Radit. Yang menjadi pembicaraan diantara roh Neon...~
"Huuaahh... aku bosan. Bisakah kamu memulainya lagi? Aku sungguh bosan."
"Apa kamu bilang,, bosan? Setauku orang bosan tidak akan menyanyikan lagu rasa sakit yang kudengar tadi," Radit menolak menunjukkan rasa takutnya dan menatap keatas, lurus kearah mata hitam nan gelap milik roh Neon. Pria itu berdiri, dengan radio kecil yang ia bawa di pinggang, yang sangat tidak cocok sekali dengan penampilannya. Terutama lagu melodramatis. Yang membuatnya sedikit tidak kelihatan gila.
"Ya, kurasa aku bisa bernyanyi untukmu. Menyenangkan, bukan~" sindir Radit, menunjukkan bahwa ia tidak takut pada pria gila yang mencoba berbagai cara untuk membuatnya merasakan rasa sakit. Benar, ia takut, tapi tidak berarti ia akan menunjukkannya.
"Ah, benar juga. Betapa rindunya aku mendengarkan suara yang membuatku bernafsu seperti ini, oh iya karena kamu adalah kesayanganku, panggil aku, Darklord." ujarnya sembari memegang sisi kanan kandang yang mengurung Radit dengan rasa kasih sayang, membuat Radit menoleh dengan rasa jijik.
"Nama yang menjijikan. Akan kupanggil dirimu dengan nama pengecut." Radit bangkit dari tidur singkatnya dan berputar didalam kandang yang berukuran sepertiga dari luas ruangan ini. Ia tidak bisa kabur dan ergerak leluasa. Bahkan kandangnya anti api. Pria akrab disapa darklord dan dihormati roh Neon lainnya tertawa dengan keras.
"Oh, aku merindukan orang sepertimu. Beberapa orang terakhir tidaklah membuatku terangsang seperti ini. Semuanya selalu berakhir pingsan dan mati. Tidak sepertimu yang berbeda. Aku bahkan menikmati hari-hari yang kita lalui bersama. Aku bahkan bermimpi tentang itu. Ahh... hari yang indah, " Pria itu menghela napas, dengan mata yang melihat kejauhan seakan itu adalah hari-hari yang indah bagi Radit juga.
"Oh, terdengar itu hari yang indah buat kita. Aku juga menikmati waktuku disini."
"Benar, kan? Maka dari itu aku membuat ini," Ia tiba-tiba berdiri dan meninggalkan Radit sendirian selama dua menit sebelum kembali membawa dua alat suntik. Radit, yang tidak tahu komponen apakah yang akan disuntikkan padanya pun mulai bergetar.
"Apa itu?" Radit bergerak mundur, tidak bisa pergi kemana-mana.
"Ini adalah benda yang biasa kupanggil 'Suntikan cinta'. Metode terbaruku selain mencambuk dan menyayat tubuhmu yang abadi. Aku ingin memberikanmu keistimewaan untuk mencobanya pertama kali." Ia tersenyum licik, dan dengan mudah meraih tangan Radit yang lebih kecil darinya.
"Ini sungguh menyenangkan, kuakui, tapi aku ingin boneka abadiku dapat melayaniku dengan baik sebelum aku mencuci otakmu dengan sempurna." Radit mencoba melepaskan pegangan tangan dari pria itu yang sangat kuat. Dan karena terkurung, Radit tidak bisa lari. Dan jika pelindungnya datang, Radit tidak tahu akan diapakan mereka. Dengan cepat, pria yang lebih besar dan kuat darinya menyuntikkan jarum suntik ke lengan kanan. Seketika, Radit mulai berteriak. Mata birunya terbuka lebar dengan rasa sakit yang luar biasa dengan diikuti suara tertawa yang jahat dari seorang pria yang duduk dengan nyaman oleh teriakan Radit.