A Dan A
◎
◎
Maaf kalau ada typo ya...
◎
◎
Happy Reading...
↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓
"Kak kenapa?" Tanya Fico.
"Papa izin gak pulang, mau ada pertemuan sama sahabat lamanya." Jelas Adila.
"Tumben telponnya kamu, biasanya juga telpon kakak?" Tanya Deno.
Adila hanya mengedikan bahunya.
Adila memperhatikan Dena, dengan teliti. Dan Ano memperhatikan apa yang dilakukan dengan Adila.
Tak lama mereka semua selesai memakan makanannya.
"Kak Deno, jangan deket sama cewek menor dan gak tahu etika tadi." Ucap Adila dingin dan tajam.
"Maksud kamu?" Tanya Deno.
"Gak tahu namanya." Balasnya.
Adila langsung menatap Dena.
"Siapa tadi namanya?" Tanya Adila pada Dena.
"It...Itu...Hmm... Si Cla... Clara." Balasnya gugup dan langsung menunduk.
"Gak perlu takut sama orang kayak gitu. Gak ada gunanya, bukan siapa-siapa di sekolah ini." Ucap Adila.
Yang lain bingung bagaimana Adila tahu tak terkecuali Deno dan Fico.
"Lo tahu dari mana dil?" Tanya Jia.
"Nebak aja, lagian tampang kayak dia udah basi. Baik di luar tapi busuk di dalem." Jelas Adila.
Yang lain hanya mengangguk.
"Kalian temannya Adila?" Tanya Deno.
Jia dan Fany hanya diam begitu juga dengan Ano, Samuel, dan Sean.
"Iya." Balas Adila.
"Kalau begitu, semoga betah ya." Ucap Deno dengan senyum jailnya.
Adila hanya menatap Deno dengan tatapan mematikan.
"Kak Jia, boleh minta nomor HP-nya gak?" Tanya Fico.
"Fico!" Tegas Deno.
"Kenapa sih kak. Aku cuma minta, siapa tahu nanti kalau ada apa-apa sama kak Dila bisa hubungin kak Jia." Ucap Fico.
'Modus dikit bolehlah.' Ucap Fico dalam hati.
"Bolehkan kak?" Tanya Fico.
"Boleh." Balas Jia dengan senyum.
Fico memberikan HP-nya. Setelah Jia selesai mengetikkan nomornya Fico memasukkannya ke dalam saku celananya.
"Den, kenapa kamu bisa di bully sama Clara?" Tanya Deno.
Dena hanya diam menunduk.
"Kalau gitu biar gua yang ngomong." Ucap Adila yang kesal melihat Dena selalu begitu.
"Clara iri sama kak Dena karena dia bisa deket sama kakak. Dia ngancem bakal bikin kak Dena gak tenang di sini kalau kak Dena gak mau jauhin kakak." Jelas Adila.
"Kenapa begitu, apa perlu kita jadian ya Dena. Supaya dia gak ganggu aku." Ucap Deno dengan senyumnya.
Dena menatap Deno. Lalu menggeleng.
"Ga... Gak usah. Tambah hancur nanti." Ucap Dena.
"Udah gua bilang gak usah takut. Kalau kakak diganggu bilang. Biar gua yang kasih tahu dia." Ucap Adila santai nan tajam.
"Adila udah di bilang sopan dikit." Ucap Deno.
Adila hanya memutar bola matanya.
"Udah dibantah juga masih aja diingetin. Orangnya kan emang begini." Ucap Adila dengan dingin.
Tak lama bel masuk berbunyi.
"Kak nanti Fico gak pulang bareng kak Deno ya? Soalnya mau ke rumah temen Fico." Ucap Fico sebelum mereka berpisah.
"Kamu baru hari pertama udah mau main aja. Jangan hari ini lah." Ucap Deno.
"Gapapa kak. Ada kak Dila juga kok yang temenin, dia kan bisa bunuh orang." Ucap Fico.
Adila hanya menatap Fico dengan mata tajamnya.
"Gak jadi anterin gua." Balas Adila.
"Jangan gitu lah kak sama adik. Ya anterin ya. Maaf deh, gak ulangin lagi. Nanti Fico beliin ice cream matcha deh." Mohon Fico.
'Perasaan dia yang minta anterin gua tadi. Kenapa jadi gua yang mohon gini ya. Ah bodo amatlah.' Ucap Fico dalam hati.
"Hmm. Masuk kelas." Ucap Adila.
Deno dan Fico serta Dea hanya mengangguk.
Mereka menuju kelas masing-masing.
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Sebelum sampai di kelas Deno memulai pembicaraan.
"Dena gimana?" Tanya Deno.
Dena menatap Deno.
"Apanya yang gimana Den?"
"Yang tadi dikantin?"
"Yang mana sih?" Kesal Dena.
"Kamu mau gak jadi pacar aku." Jelas Deno memberhentikan langkah mereka berdua.
Dena menatap mata Deno dan menghela nafas.
"Bukan gak mau tapi kita baru kenalan 2 hari. Aku belum kenal kamu lebih begitu juga kamu." Jelas Dena.
"Bisa gak kita sahabatan dulu. Tapi saling menjaga perasaan." Jelas Dena.
Deno tersenyum, karena masih ada kesempatan untuknya.
"Ok. Sampai kapan?" Tanya Deno.
"Sampai kita benar-benar mengenal satu sama lain." Balas Dena dengan senyum.
Deno pun tersenyum. Mereka melanjutkan perjalanan mereka ke kelas. Dan mengikuti pelajaran itu dengan baik.
»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»
Adila menunggu Fico di depan kelasnya. Bel sudah berbunyi sekitar lima menit yang lalu.
Adila pisah dengan Jia dan Fany karena akan menemui adiknya di kelasnya.
Adila sudah tak sabar menunggu Fico yang tak kunjung keluar dari kelasnya. Dan dia pun masuk, mendapati adiknya yang sedang menelungkupkan wajahnya.
"Fico." Panggilnya sambil mengusap lengan adiknya.
Fico mengangkat kepalanya. Adila terkejut melihat wajah adiknya yang sedikit memerah.
"Kenapa sama muka lo?" Tanya Adila.
"Tadi... Pas istirahat kedua Fico kan gak mau diajak ke rooftop sama salah satu geng di kelas ini. Akhirnya Fico bela diri, tapi ketua geng itu malah nyiram Fico pake air kotor kak." Ucap Fico.
"Terus kamu diem aja? Kenapa kamu gak hajar mereka kayak di sekolah yang lama?" Tanya Adila marah.
"Kak Fico gak mau ngulangin kejadian yang dulu lagi. Cukup satu kali itu." Jelas Fico.
"Fico, kalau kejadian dulu kamu emang salah. Tapi sekarang mereka yang salah. Ngapain mereka ngajak kamu ke rooftop sekolah?" Tanga Adila.
"Aku gak tahu pasti kak. Tapi aku ngelihat sekilas mereka bawa kantong plastik, kalau gak salah isinya rokok." Jelas Fico.
"Kamu udah tahu mereka salah tapi kamu malah takut." Ucap Adila.
Adila membuka tasnya dan mengambil tussue basah di dalam tasnya dan memberikannya pada adiknya.
"Cepat lap sampai bersih biar agak ilang warna merahnya, tapi cuci pakai air bersih dulu muka kamu." Jelas Adila.
Fico menurut. Setelahnya mereka berdua pulang bersama.
"Kak, kakak tahu emang rumah nya kak Dena?" Tanya Fico.
Adila menggeleng.
"Terus kita mau nyari kemana?" Tanya Fico.
Adila hanya diam. Mereka tetap berjalan lurus mengikuti jalan sampai mereka menemukan sebuah gang kecil. Mereka berhenti.
"Kak pulang aja yuk. Besok kita minta alamatnya kak Dena dulu, baru kita main kerumahnya." Jelas Fico.
"Kamu ini, kita kan mau cari tahu tentang kak Dena diem-diem gimana sih." Balas Adila kesal.
Fico hanya mengangguk.
Adila menelpon Jia.
"..."
"Punya nomornya kak Dena gak?" Tanya Adila.
"..."
"Yaudah makasih." Ucapnya
"Gimana kak?" Tanya Fico.
Adila mengangguk.
Adila mulai melacak nomor HP itu.
Mereka berdua mengikuti jalan yang terpampang dalam map di HP Adila.
Mereka sampai di depan sebuah rumah yang terlihat bersih meski rumah itu kecil.
Adila mendekati rumah itu. Dan Fico mengikutinya.
Adila hanya mengawasinya dan ketika pintu itu terbuka Adila dan Fico segera berdiri di balik tembok. Adila memperhatikan Dena yang akan pergi membawa sebuah keranjang entah apa isinya dan pergi setelah mengucapkan salam kepada seorang ibu-ibu tua yang Adila yakini adalah Ibu dari Dena.
Mereka mengikuti kemana Dena pergi.
Sampai Dena berhenti di sebuahJalan raya besar yang ramai sekali orang.
Dia mulai menawarkan makanan yang terdapat di dalam keranjangnya.
Setelah beberapa jam, hari mulai gelap, dan yang membeli dagangan Dena hanya beberapa orang.
"Kak Fico lapar. Kita belum makan siang." Ucap Fico.
Adila memiliki jalan keluar.
"Ayo ikut." Ucapnya.
"Kak Dena." Panggil Adila.
"Lho Adila, Fico." Ucap Dena terkejut.
Fico hanya membalasnya dengan senyum.
"Kakak jualan apa?" Tanya Fico.
"Oh, ini kue gemblong."
"Kalian mau?" Tanya Dena.
"Aku mau kak." Ucap Fico.
Dena memberika 3 buah gemblong kepada Fico.
"Adila mau gak?" Tanya Dena. Adila hanya diam.
"Ini enak kak." Ucap Fico yang telah menghabiskan satu gigitan.
Adila mencoba satu. Memang enak karena manis.
"Ini kakak yang buat?" Tanya Fico.
"Iya."
"Wah, kakak pintar masak juga berarti." Ucap Fico.
"Ikut kerumah kak." Ucap Adila.
"Eh gak usah ini udah malam. Kalian pulang aja." Ucap Dena.
"Yang kakak tahu rumah kalian sangat jauh dari sini." Lanjut Dena.
"Kalau gitu, aku beli semuanya ya." Ucap Adila.
"Beli semua?"
"Iya." Balas Adila.
"Tapi ini masih banyak banget, kalian kuat habisinnya?" Tanya Dena.
"Santai aja sama kita kak, dirumah kan ada kak Deno dan Papa." Ucap Fico.
"Yaudah kalau begitu." Ucap Dena.
Dena membungkus semuanya. Dan Adila membayarnya dengan uang seratus ribuan 2 lembar.
"Adila kakak gak ada kembaliannya, uang pas ada?" Tanya Dena.
"Gak papa buat kak Dena yang udah kerja keras." Ucap Adila.
"Makasih ya Adila." Ucap Dena dengan senyum yang tiada henti.
"Kalian pulang ya nanti keburu kemaleman. Hati-hati dijalan. Apa mau kakak antar?" Tanya Dena.
"Gak usah kak, nanti kakak yang malah kemaleman, dan kakak gak bisa belajar. Kakak udah kelas 12 soalnya." Ucap Fico.
Akhirnya Dena pulang dengan senyum yang terus mengembang. Adila dan Fico pulang dengan menaiki taksi.
※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※
Hai,
Salam untuk kalian yang udah baca cerita ini.
Yang udah baca silahkan Voment nya ya...
Tiada kata yang hari ini dapat saya sampaikan, sekian terima kasih...
●● DON'T COPY PASTE ●●
Jakarta, 24 November 2018
Salam,
A.S.7.1.1.0.C.P