Kinque

By dumley

148K 12.6K 2K

Vania Zerlinda pernah berkata. "Gue nggak akan, ninggalin sahabat gue demi cowok." Tiba-tiba, Delvin Arsen Al... More

1 - Awal Dari Semuanya
2 - Perkelahian
3 - Sebab & Akibat
4 - Langkah Pertama
5 - Weekend
6 - Mari Bermain
7 - Ancaman
8 - Demi Dia
9 - Mencari Perhatian
10 - Rahasia
11 - Pemaksaan
12 - Aneh
13 - Diantar Pulang
14 - Seharian
15 - Kesalahan
16 - Tak Rela
17 - Mengenalnya Lebih Dalam
18 - Gangguan Sepihak
19 - Ulah Vania
20 - Resiko
21 - Karnanya & Permintaan
22 - Cemburu?
23 - Keluh Kesah
24 - Pengakuan
25 - Picture
26 - Perjanjian
27 - Daftar Kencan
28 - Kencan Pertama
29 - Sekilas Rahasia
30 - Keinginan Diri
31 - Situasi Berbeda
32 - Keraguan Hati
33 - Dibalik Hati Yang Baik
34 - Kisah Sebenarnya
35 - Pilihan Tanpa Jawaban
36 - Pergi
38 - Pertemuan Tak Dikira
39 - Setitik Kebenaran
40 - Permintaanku Untukmu
41 - Permainan Takdir
42 - Dariku, Untukmu
43 - Dariku, Untukmu 2
44 - Hanya Kita Berdua
45 - Kenyataan
46 - Pemberi Cinta & Benci
47 - Yang Hilang
48 - Keluhan Cinta
49 - Penghukuman
50 - Menghindari rasa
51 - Tulip Dan Aster
52 - Bentangan Jarak
53 - Pembuktiaan
54 - Di Balik Kisah Dan Kebenaran
55 - Aku Yang Takan Pergi
56 - Usaha Cinta
57 - Pilu Luka
58 - Dinding Kerapuhan
59 - Aku Tempatmu, Untuk Pulang
60 - Perjanjian Diantara Kita
61 - Yang Aku Inginkan
62 - Akhir Semuanya - END
EXTRA #1
EXTRA #2

37 - Pesan Kerinduan

1.8K 163 24
By dumley

Hari-hari berjalan seperti seadanya, Vania tanpa Delvin disampingnya dan tak ada kabar sama sekali, Delvin seperti ditelan bumi. Terhitung ini sudah hari ketiga semenjak pria itu menemuinya dibelakang sekolah untuk pamit, Vania penasaran apa yang dilakukan pacarnya sekarang? Mungkinkah Delvin juga merindukannya? Seperti dirinya merindukan cowok itu. Terlalu sulit untuk menyesuaikan keadaan, Vania sudah terbiasa dengan keberadaan Delvin di sekitarnya dan begitu pria itu memutuskan untuk pergi Vania merasa ada sesuatu dalam dirinya yang kurang.

Dalam kurung waktu bersamaan Vania berdecak kesal saat menyadari sekelompok cowok dari klub basket yang tak jauh dari mejanya duduk memandanginya seperti seekor kelinci nyasar ditengah hutan dan mereka ibarat gerombolan Singa yang lapar mungkin karna mereka berpikir tumben Vania duduk sendirian di kantin tanpa Bela maupun Adel, jangan tanya kemana kedua temannya itu sebab Vania sendiri juga tidak tau kemana dua cewek tukang rusuh bin nyebelin seperti mereka pergi.

Tak lama ketika Vania sedang menyedot es tehnya, Delon yang mengenakan seragam Basket sambil membawa semangkok bakso dan es jeruk lewat begitu saja di depannya, awalnya cowok itu sempat melirik tapi Vania balas dengan tatapan seolah berkata 'Apa lo?! Jangan duduk disini kalau leher lo gak mau gue gorok' dan berakhirlah dengan Delon yang duduk membawa nampannya ke meja tempat dimana teman-teman klub basketnya duduk.

Semuanya terasa membosankan dimatanya, Vania rasa setelah ini dia akan mengambil tasnya dikelas dan beralasan untuk pulang ke rumah lebih cepat. Rencana awal memang seperti itu, sebelum sosok Laura yang entah datang darimana tiba-tiba saja sudah berdiri dibelakangnya dan menarik kerah baju Vania hingga dia berdiri kaget disusul dengan tamparan super kuat yang mendarat mulus di wajah Vania. Sontak hal itu membuat seisi kantin heboh, tak menyangka dengan tindakan berani Laura sang wakil OSIS.

Vania tercengang, dia bisa melihat raut wajah Laura yang memerah serta kedua matanya yang telah basah berlinang air mata. "SEMUA INI SALAH LO!!! SEMUANYA KACAU GARA-GARA LO MURAHAN!!!"

Vania tidak mengerti dengan situasi yang diciptakan Laura, dia tak mengerti maksud dari teriakan Laura, sungguh dia tak paham apapun namun dia tahu satu hal penting, bahwa pipinya sudah di nodai oleh tangan nista Laura jadi untuk pembalasannya Vania balik menampar wajah Laura tidak kalah kuat serta mendorong cewek itu kasar hingga dia mundur dari pijakannya berdiri.

Suasana semakin memanas, beberapa telah berkumpul disekitar mereka termaksud Delon yang telah berdiri dari mejanya mendekati Vania dengan cepat.

"Gua nggak tahu apa masalah lo! Tapi kalau lo ingin menyelesaikan masalah pakai cara kasar gue akan terima tawaran lo!"

Laura tahu ini sangat bukan dirinya tapi dia tidak bisa diam begitu saja saat Vania maju dan mencengkram rambutnya, Laura melemparkan balasan tidak kalah kuat menarik kerah baju Vania serta menjambak rambut cewek itu. Semua murid berkumpul mengelilingi mereka seketika suasana semakin tak terkendali. Mungkin mereka akan saling membunuh kalau saja Delon tidak dengan sigap masuk berdiri diantara keduanya kemudian menarik Vania untuk menjauh, tangan Delon tergores akibat kuku-kuku Vania yang tak sengaja menancap di lengannya walaupun begitu dia tetap menenangkan Vania sesaat setelah Laura menerima dorongan kuat dari Vania hingga dia jatuh diatas marmer kantin.

"LAURA! VANIA! HENTIKAN TINDAKAN KONYOL KALIAN!"

Satu suara kencang menggelegar, membikin suasana seketika hening dan semua orang mengalihkan pandangan mereka ke arah Pak Nudin selaku guru BK yang telah berdiri di depan kantin dengan ekspresi wajah menahan amarah, kemungkinan besar seseorang sudah melaporkan kekacauan yang diciptakan Vania dan Laura ke guru hingga membuat kemunculan Pak Nudin yang Vania tebak urusannya disini akan semakin panjang seperti rel kereta api.

"Vania!! ikut Bapak ke ruangan sekarang!!!" Pintah Pak Nudin yang langsung membuat Vania melotot.

"Apa?! Kok cuman saya pak? Gimana dengan Dia?!" Vania menunjuk Laura yang masih terduduk di lantai dengan ringisan yang Vania percaya itu hanya akal-akalanya saja.

"Kamu udah mukul anak orang sampai kayak gitu! Masih mau menyangkal kamu!!"

"Tapi bukan saya duluan pak——"

"IKUT SAYA SEKARANG JUGA!!!"

Vania berdecak, seraya bergumam pelan. "Shit!"

"Minggir lo." Vania mendorong Delon menjauh darinya kemudian menatap Laura sinis, serasa dia ingin meludah cewek itu mencemooh akting luar biasa cewek sok baik sepertinya yang mampu membalikan suasana hingga terkesan Vania yang salah disini, sialan! Sinetron Drama Queen macam apa ini?! Kenapa selalu Vania yang disalahkan di mata orang banyak, andai saja ada Delvin cowok itu pasti akan selalu membelanya dan berada disisinya.

Nyatanya, Dunia memang tidak seadil itu bukan?

"Panggil orang tua kamu menghadap atau kamu sama sekali tidak ikut UAS."

Perkataan Pak Nudin sukses membuat Vania melongoh dan disirat rasa takut yang membuncah. Dia yakin Ayahnya akan sangat kecewa kepadanya. "Pak, saya mau protes kenapa cuman saya yang di panggil? Kenapa Laura nggak? Jelas-jelas dia juga yang melibatkan saya dalam masalah ini."

"Jelas kamu salah, dan dengan kesalahan kamu! Kamu masih mau membela diri?!"

"Pak, dari mana bapak tahu saya salah kalau Laura nya aja nggak Bapak panggil buat beri penjelasan untuk membuktikan siapa yang salah disini."

"Lancang sekali kamu Vania Zerlinda!"

"Saya nggak salah Pak, saya cuman membela dir———"

"CUMAN KAMU SISWA BERMASALAH DI SEKOLAH INI!!!"

Vania membisu seribu bahasa.

"Kamu panggil orang tuamu menghadap atau kamu keluar dari sekolah ini!" Pak Nudin berkata dengan wajah dipenuhi amarah. "Kepala sekolah juga tidak akan peduli apabila siswi pembuat onar sepertimu dikeluarkan dari sekolah! sejak lama kerjaan kamu itu hanya bikin aib sekolah. Keterlaluan!"

Vania meramas ujung rok putih abu-abunya seraya bergumam pelan nyaris bergetar. "Tapi saya nggak salah Pak."

"Keluar dari ruangan saya!"

"Pak, tolong jangan panggil orang tua saya. Mereka pasti marah sama saya."

"KELUAR DARI RUANGAN SAYA!"

Vania menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata yang telah mengumpul dan siap menetes kapan saja. Dengan langkah berat ia keluar dari ruangan BK, menemukan Delon yang tengah berdiri diluar memandanginya dengan raut wajah khawatir, entah untuk apa cowok itu menunggunya tapi satu hal yang harus diketahui Vania tidak akan peduli dengan semua tindakannya.

"Van lo nggak apa-apa kan?" Delon bertanya sambil mengejar langkah Vania yang sengaja ia lebarkan untuk menjauh dari Delon.

"Jangan sok peduli dan berhenti ngikutin gue!" Vania menjawab judes, membiarkan Delon berhenti melangkah dibelakangnya. Sudah dia katakan dia tidak peduli dan untuk saat ini yang Vania butuhkan hanyalah kesendirian. Dia berjalan cepat membela koridor lalu berhenti di depan lokernya, tidak ada siapapun disana dan Vania memanfaatkan situasi itu untuk menangis tersedu-sedu sambil berlutut menutupi wajahnya diantara kedua paha.

Dia sadar menangis tidak akan menyelesaikan masalah namun Vania tidak kuat lagi untuk membendung semua perasaannya di dalam hati, dia ingin mengeluarkannya lewat tangisan kencang serta bulir air mata yang merembes keluar. Perlahan dengan mata yang masih memerah sembab Vania merogoh ponselnya dari saku seragam lantas membuka kontak Delvin sembari menggeser posisi duduknya menyandari loker.

Vania mengatifkan opsi voice dalam room chat kemudian berujar dengan harapan Delvin bisa mendengar pesan suaranya dari seberang sana nantinya. "Delvin... Kamu lagi ngapain? Jangan lupa makan ya sayang."

Vania mengirim pesan suaranya, tapi yang muncul hanya satu centang menandakan bahwa Delvin sedang tidak online untuk saat ini.

Walaupun begitu Vania kembali mengirim pesan suara susulan. "Kamu tahu, aku barusan berantem sama Laura, sumpah kok bukan aku yang mulai duluan dia yang cari gara-gara, aku nggak tau apa masalahnya yang jelas setelah itu aku di seret ke ruang BK dan endingnya aku di minta untuk panggil orang tua aku menghadap." mengingatnya lagi serasa membuat air mata Vania ingin kembali menetes.

"Aku takut," lanjutnya dengan suara bergetar. "Aku takut nanti Ayah marah sama aku. Jujur aku pengen meluk kamu sekarang tapi kamu terlalu jauh." air mata Vania menetes lagi, bercampuran perasaan rindu dan beban pikiran bercampur menjadi satu, membuat Vania tak kuasa menahan semuanya. "Tapi kamu nggak usah khawatir aku baik-baik aja kok, setelah ini aku mungkin akan jenguk Ibu kamu ke rumah sakit. Terus kamu juga jangan lupa istirahat yang cukup, pakai pakian yang tebal aku sempat cari di internet kalau cuaca di Eropa saat ini lagi dingin banget, makan juga jangan lupa dan kalau urusan kamu semuanya udah beres segera kembali ke Indonesia, karna aku nggak sabar pengen peluk kamu secepat mungkin."

Vania berusaha tersenyum. "Ingat, apapun yang terjadi aku selalu ada untuk kamu. Aku sayang kamu."

Vania menghapus sisa jejak air matanya di pipi menggunakan punggung tangan, dilihat semua pesan suaranya centang dan tidak ada tanda-tanda bahwa Delvin akan membalas pesannya. Sedih rasanya, tapi mau bagaimana lagi Vania akan tetap mengirim pesan walaupun dia tahu Delvin tidak menerima langsung pesan itu dalam jangka waktu dekat.

Vania merapikan beberapa helai rambutnya yang basah menempel di pipi kemudian berdiri dan berjalan lurus menuju kelasnya, begitu dia memasuki kelas tidak ada guru disana, ia langsung mengambil tasnya lantas pergi berlalu niat ingin pulang secepat mungkin. Bodo amat dengan jam pelajaran yang belum selesai terus terang dia tidak ada mood lagi untuk belajar terkutuklah Laura yang berhasil membuat hari Vania kali ini super kacau.

Saat Vania keluar dari sekolah, satpam yang berjaga sama sekali tidak ada di pos kemungkinan besar orang yang berjaga sedang istirahat makan siang. Syukurlah karna dia tidak perlu bersusah payah untuk melakukan sesi bujuk-membujuk meminta pak Satpam membuka gerbang sekolah. Beberapa hari belakangan ini cuaca memang tidak bersahabat terbukti ketika Vania keluar dari gerbang sekolah dan berjalan menyusuri trotoar mendadak rintikan hujan ringan telah turun membasahi sedikit demi sedikit tubuh Vania.

Sialnya karna hari ini Vania berangkat menggunakan taksi dan tidak memikirkan bagaimana cara dia pulang nanti. Pelan Vania berdecak, hujan sepertinya akan turun deras bersamaan dengan hal itu sebuah mobil berwarna hitam tiba-tiba berhenti di sampingnya, membuat Vania menoleh sekilas melihat pintu mobil itu terbuka kemudian menampilkan rupa Delon yang turun dari sana.

Sial rutuk Vania dalam hati.

Vania sengaja melebarkan langkahnya namun Delon sudah lebih dulu menahan pergelangannya. "Biar gue antar pulang."

"Lepasin!" Vania mengibaskan tangannya kasar.

"Bentar lagi hujan, gue nggak mau lo basah karna hujan."

"Gue mending basah kena air hujan dari pada harus naik satu mobil sama lo."

"Vania please kali ini aja." Delon kembali menahan pergelangan tangan Vania. "Please."

"Apaan sih lo maksa banget!"

Delon melepaskan tangan Vania. "Gue hanya nggak mau lo kenapa-napa."

"Gue nggak butuh perhatian lo! Urusin diri lo sendiri!"

"Oke." Delon mengangguk. "Gue hanya menyerankan agar lo nggak lewat jalan itu kalau mau selamat."

Vania memberhentikan langkahnya, dia merutuk karna harus bertanya balik kepada Delon. "Maksud lo keparat?!"

"Bakalan ada tawuran disana, lo tahu sendiri kondisi sekolah kita sedang dalam kondisi waspada sekarang."

"Oh, lihat siapa yang bicara sekarang?" Vania menaikan sebelah alisnya sambil berdecih. "Ketua geng yang berniat bolos dari tawuran sekolah? Sampah."

"Dan lihat siapa yang ada di hadapan gue sekarang?" Delon berdecih. "Pacar dari ketua OSIS cupu yang nggak becus sama sekali."

Vania meradang, dia mendekat ingin menampar Delon tapi sebelum hal itu terjadi Delon mencegah tindakannya dengan memegang tangan Vania sigap kemudian menarik cewek berambut panjang itu masuk ke dalam mobil dengan paksa.

"Apa-apaan lo bajingan!? Lepas nggak?!"

Delon memasukan Vania kedalam mobil kemudian di ikuti oleh dirinya yang masuk ke kursi pengemudi sembari mengunci semua pintu mobil sehingga Vania tidak bisa keluar.

"Keluarin gue dari sini brengsek!!!"

"Yakin mau keluar?" Delon bertanya tenang sambil menunjuk dengan dagunya ke arah luar jendela mobil.

Vania mendelik, melihat gerombolan siswa laki-laki berseragam sekolah asing lengkap dengan motor sedang berjalan ke arah sekolah mereka, wajah dan seragam mereka tampak urak-urakan, beberapa dari mereka ada yang membawa tongkat sisa besi atau kayu yang Vania yakin semua dari mereka tidak ada yang mempunyai niatan baik. Damn it Vania kira akan berakhir sampai di situ saja ternyata saat Vania berbalik menoleh ke belakang dia melihat gerombolan siswa dari sekolahnya telah berdiri di belakang mobil Delon seperti siap bertempur menghadapi serangan. Vania memejamkan matanya sejenak, mengumpat habis-habisan sekolah baru di tinggal Delvin sesaat saja sudah kacau seperti ini? Mau jadi apa generasi muda Indonesia.

"Silahkan kalau lo ingin turun, yang harus gue ingatkan kita ada di tengah. Lo keluar nyawa lo melayang."

Vania mendengus. "Nggak bisa apa lo suruh mereka berhenti tawuran?! Lo kan ketua geng sialan bodok itu!"

"Asal lo tahu gue nggak ikut tawuran kali ini dan dibilang pengecut semua itu demi elo."

"Dan lo bangga?!"

"Kenapa nggak?"

"Fuck off."

Delon menyalakan mesin mobilnya. "Pakai sabuk pengaman, gue antar lo pulang."

Vania mendengus pasrah. "Ini pertama dan terakhir gue menerima tawaran dari lo! Bajingan serakah!"

Delon tersenyum tipis, kemudian melajukan mobilnya dengan laju. Berharap bahwa mereka bisa begini terus- menerus hingga waktu yang di inginkan Delon, dan untuk Delvin semoga saja cowok itu tidak kembali untuk waktu yang lama.





Yah aku tahu ini udah larut banget, pertama-tama aku pengen ngucapin permohonan maaf karna aku baru bisa update sekarang :( terima kasih buat semua yang udah senang tiasa menunggu dan membaca cerita ini, terima kasih buat apresiasi kalian semua deretan para gebetannya Delvin. Untuk chapter kali ini mungkin tidak sesuai ekspetasi kalian dimana moment Delvin x Vania nya kurang, ralat emang nggak ada sama sekali, ya sengaja supaya kalian makin kangen sama Delvin yang sekarang lagi ada di Italia. Hehe

Oke, terus yang ingin aku sampaikan lagi yaitu aku minta kerja sama kalian untuk kasih tau info apapun itu berkaitan dengan plagiasi. Nggak minta, amit-amit deh tapi kalau ada cerita yang menurut kalian mirip gitu sama ceritaku segera kasih tau aku yah menghindari adanya tindakan plagiat soalnya aku khawatir akhir-akhir ini. Semoga aja kita semua terhindar dari hal-hal seperti itu teman-teman.

Terus apa lagi ya?? Wkwk aku rasa itu aja. Oh iya buat kalian yang baca ini jangan lupa setelah ini tidur udah larut and good night.

Slm

Dumley

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 30.7K 5
TAMAT - REVISI [Perjuangan hati akan sebuah pengakuan.] __________________________________________________ "Dia membeku seperti bongkahan es, namun s...
42.6K 5K 42
JUDUL AWAL LOVE IN SILENCE Hanya karena aku tak bisa mengungkapkan, Bukan berarti aku tak menyimpan perasaan yang dalam ...
4.8M 396K 58
(PART MASIH LENGKAP!) CERITA PERTAMA BANYAK KURANGNYA! BANYAK CACATNYA YG BELUM DI REVISI. TERIMA HUJATAN DENGAN LAPANG DADA. (Follow sebelum membaca...
414K 32.9K 47
ERLAN PANDU WINATA , anak kedua dari ZIDAN WINATA. Terlahir dari keluarga berada, hidup penuh dengan kemewahan ia tak pernah kekurangan dalam segala...