VerDinda [SELESAI]

By nadhifahr5

66.7K 2.7K 631

[Tahap Revisi] Cerita ini meliput kisah asmara antara Verdian dan Adinda, dapat dikata pertemuan itu cukup si... More

1. Firasat
2. Sweet Time
3. First Impression
4. First Smile
5. Taman Kota
7. Menunggu Jawaban
8. Kang Seblak
9. Apa Balikan?
10. Utarakan Saja
11. Guess His Feelings
12. Ajakan Pertama
13. Listrik dan Bendera
14. Dua Hati Merindu
15. Kecelakaan
16. Perhatiannya Mantan
17. Porsi Otak
18. Kebal Rayuan
19. With Verdi (1)
20. Hantu Bioskop
21. With Verdi (2)
22. Cokelat Romantis
23. Suasana Baru
24. Rencana Malam
25. Ikan Cucut Ikan Lohan
26. Penghargaan
27. Perhatian Terakhir
28. Sial Tapi Sayang
29. Speechless
30. Harapan
31. Mencari Alasan?
32. Gadis Ingusan
33. Akhir Pertemuan?
34. Hujan dan Clara
35. Saingan Tampan
36. SMA VS COGAN
37. Malu Tapi Mau?
38. Pesta Pertemuan
39. Pesan Terakhir
40. JANGAN PERGI, VER!
41. Janji Terakhir
42. Insiden Malam
43. Luka, Pahit & Benci
44. Toilet Rumah Sakit
45. Persimpangan
46. Tak-Tik Pembalasan
47. Di Balik Misi Pertama
48. Pengaduan Balik
49. Spesial (Regal)
DBS 19
50. Temu Dan Kebohongan
51. Tanpa Syarat
52. Pemikat Belaka
53. Permainan Dua Hati
54. Surat Untuk Verdi
55. Pamit
56. Hotel & Bangunan Tua
57. Goresan Luka
58. Pengakuan Bertahun
59. Halusinasi
60. Kejutan Tak Terduga
BONUS CHAPTER
Fastidious

6. Chat Pertama

1.6K 82 37
By nadhifahr5

"Apakah aku harus menunggumu lama, hingga hati ini tak kuat menyimpan rasa"

Selasa pukul 06.40 WIB.

Verdi sudah berada di sekolah. Ia memarkirkan motor ninjanya, rapi di parkiran sekolah. Berjalan menuju koridor dan dipandang oleh banyaknya kaum hawa sudah menjadi hal biasa baginya.

Taman sekolah. Tempat asri dengan pepohonan rindang yang tertata rapi. Verdi, Alex, Regal dan Otong sudah berada disini sejak lima menit yang lalu. Mereka adalah the most wanted kepunyaan SMA Padma Widjaya, terutama seorang Verdi yang terkenal akan kedinginannya tetapi berjiwa sosial yang sangat tinggi.

Wajah Verdi yang begitu kentara akan wajah Asia-nya, Alex dengan paras blasteran khas orang Eropa, Regal dengan ketenaran karena perubahan sikap dari yang semula nakal menjadi seperti sekarang.

Dan Otong, dia adalah seorang pria manis dengan gaya celetukan yang turun temurun dari keluarga Afrika-nya. Apa Otong juga blasteran? Tidak. Hanya saja wajah yang sedikit hitam manis membuat semua orang mengira hal yang sama seperti itu.

Sebenarnya di SMA Padma Widjaya ada satu cowok yang tak kalah dengan Verdi, senyumnya, tatapannya, gayanya, semuanya hampir rata-rata mirip dengan Verdi. Namun, hal yang membedakan hanyalah satu, dan kekurangan itu menjadi penentu antara mereka berdua.

Pria itu lebih brutal dari Verdi, kerap sekali keluar masuk BK dan menjadi langganan polisi sekitar karena aksi balap liar. Sehingga membuat kaum hawa banyak yang memilih Verdi daripada cowok itu.

"Pacar gue minta dibeliin tiket buat nonton BTS, tapi dia nggak mau ajak gue buat nonton." curhat Otong menekuk wajah.

"Lah kenapa?"

"Katanya dia malu kalau gue nanti teriak histeris manggilin nama personilnya yang ganteng-ganteng."

"Emang lo tau siapa aja personil BTS?" tanya Regal membuat Otong melirik ke arahnya.

"Enggak."

"Matre sih pacar lo, Tong."

Percakapan mereka berhenti saat seorang gadis mendekati gerombolan mereka.

"Hai—Kak Verdi, aku ada salad buah, Kak Verdi mau?" tanya gadis kecil yang menurut Verdi masih kelas sepuluh. Terlihat memang, dari bat kelasnya. Verdi menerimanya dengan sedikit senyum yang mengembang.

"Terima kasih, ya." balasnya mendapat anggukan.

"Sama-sama, Kak. Em sekalian minta nomor WA kakak, boleh?" ucapnya ragu-ragu akan diberi anggukan. Sayang ucapan itu hanya mendapat senyuman hambar dan mengisyarat ketidakinginan memberi nomor ponselnya.

"Ya udah kak, maaf kalau aku ganggu. Kak Alex, follback instagram aku dong." titahnya menatap Alex, setelah ucapannya tak digubris oleh Verdi.

"Siapa?"

"Hellenaidan."

Berbeda dengan Alex, ia malah mengacungkan jempol kanannya dan memberi seulas senyum yang sangat mematikan baginya, hingga membuat cewek itu bergegas lari dengan menahan senyumnya dan hati yang masih berbunga-bunga.

Bel berbunyi beberapa detik yang lalu, Verdi masuk ke kelas lebih telat. Karena apa? Karena barusaja ia pergi ke kamar mandi sebelum melenggang ke kelasnya. Ia mendapati guru yang sudah berada di depan pintu kelas.

"Permisi, Bu!" sopan Verdi, guru itu pun mempersilahkannya untuk masuk, mengikuti jam pelajarannya.

Guru-guru pun sudah mengenal Verdi dengan baik karena bukan dengan kebrutalannya. Ia menjadi murid paling rajin, primadona, dan teladan di sekolah ini. Siapa sih yang ingin?

What's? Primadona?

Salam diucapkan dan dibalas oleh para siswa kelas 12 MIPA 2. "Keluarkan kertas kalian, tulis nama, nomor dan kelas." Titah seorang guru Biologi dengan perawakan gemuk, bisa dibilang ia mempunyai berat satu kwintal.

Guru super killer bagi murid SMA PW. Namun tidak untuk Verdi, sebenarnya Bu Ami sangat ramah dan penyabar, hanya saja ia harus profesional dalam menjalani kehidupannya.


"Aduh bu, ngapain? Kan sayang kertasnya disobek mulu."

"Iya, Bu, kasihan para penebang pohon yang kelelahan nyari duit tapi kita malah buang-buang hasil jeritan mereka. Kasihan pohonnya juga." alasan seorang Arya yang memperlihatkan muka sok sedihnya.

"Kita materi aja, Bu, minggu depan kan semesteran."

"Semesteran apanya? Ngaco kamu." bentak guru itu.

"Aduh—lipstik ibu kayaknya baru ya, merk apa bu?"

"Gak ada bantahan dan basa-basi. Lakukan apa yang saya suruh cepat!" bentak guru itu membuat murid mendengus kesal, membuat mereka malas untuk menyobek bukunya dan menutup semua buku Biologinya.

Verdi nampak tenang dan menuruti perintah guru dengan lurus. Lagi-lagi karena Verdi anak yang sangat pintar, ia juga sempat disuruh kepala sekolah untuk menurunkan nilainya demi mencapai SNMPTN. Suatu hal yang mudah bukan?

"Ini jawabannya apa?" bisik Renald pada salah satu temannya.

"Soalnya beda anjir. Kayaknya soalnya kanan kiri deh. Coba lo tanya Verdi, di belakang lo itu."

"Ver, jawabannya apaan?" kata Renald menghadap belakang.

"Nomor?"

"Lima belas." balas Renald langsung menatap ke arah depan lagi.

"Renald, kamu ngapain hadap belakang?" tanya Bu Ami yang sudah berada di dekaplt meja Renald.

"Eh, Ibu. Tadi saya minjem bolpen, Bu." cengir Renald tak berdosa.

"Bohong. Kerjain ulang di luar sekarang!"

"Tapi kan kurang dua puluh menit, Bu. Ibu nggak kasihan sama saya?"

"Jujur itu penting, tapi prestasi juga utama. Cepetan keluar, Renald!" bentak guru itu lalu mengambil lembar jawaban Renald. Tawa seisi ruangan pecah.

Tiga jam pelajaran berlangsung, Verdi yang sudah selesai mengerjakannya segera mengumpulkan dan meminta izin untuk pergi ke Indoor.

"Saya ke indoor ya Bu, udah selesai tinggal 10 menit lagi kok." izin Verdi mendapat anggukan dari guru tersebut.

Di indoor sekolah, Verdi hanya memainkan bola basketnya, sesekali ia memasukkan bola itu ke dalam ke ring dengan sangat lincah.

Verdi kepikiran dengan cewek yang baru saja ia temui beberapa hari ini, tak lama Verdi mengetikkan sebuah pesan singkat, tetapi belum sempat ia kirim. Ia ragu apakah akan dibalas ataukah hanya di read olehnya.

**

Dinda sedang mengerjakan tugas matematika Pak Pur, namun ia sangat bosan di dalam kelas, semuanya hening tak ada yang bersuara sedikit pun. Hingga ia memutuskan untuk ke toilet bersama Zura.

"Ra, temenin gue ke toilet yuk, bosen nih, gurunya juga tidur itu." Zura mengacungkan jempol dan segera membangunkan guru itu lalu meminta izin.

Di toilet, mereka hanya duduk di kursi antrean, Dinda hanya memainkan ponselnya untuk menunggu bel pelajaran berakhir. Ia kaget setelah mendapati pesan dari nomor yang tidak ia kenal.

+628 5326 124XXX
Din

Dinda
Siapa?

Verdi bertanya-tanya dalam hati, kenapa Dinda membalas pesannya? Bukankah ini masih jam pelajaran? Ataukah dia free kbm? Atau jangan-jangan dia sakit dan tidak berangkat?

+628 5326 124XXX
Gue Verdi

Dinda
Eh Verdi, kenapa?

Verdian
Gpp

Bel istirahat berbunyi, Dinda yang tadinya di toilet, sekarang sudah berada di kantin sekolah. Tak lama Yustin dan Meyza datang dan bergabung dengan mereka.

"Kenapa lo senyum-senyum? Habis lihat doi? Apa baru dapet gaji?" ledek Meyza sambil memakan tempe goreng yang ada di mangkoknya.

"Ish! Lo tuh ya, Za, kalau ngomong suka benar." ucap Dinda sambil terkekeh kecil.

"Siapa sih?"

'Gue gini gara-gara dia, dia sudah hadir dalam hidup gue. Tapi, gue belum kenal deket sama dia'

"Jadi—lo gak mau cerita sama sahabat lo ini? Oke kita pergi yuk!" dengan segera Dinda menangkap tangan Meyza yang hendak meninggalkannya. Dinda malu untuk memberitahu yang sebenarnya, tapi...

"Oke, gue bakal cerita. Tapi jangan disini, nanti pulang sekolah kalian ke rumah gue!" Dinda lalu pergi dari kantin dengan wajah nampak memerah karena senyum yang terus mengembang di pipinya.

"Kesambet apaan teman lo?" tanya Meyza tersenyum menyadari tingkah Dinda yang rada aneh.

"Jin pengabul jodoh mungkin."

**

Kini empat sahabat itu berada di rumah Dinda, tepatnya mereka berada di ruang tamu. Tak lupa, gadis pemilik rumah ini memberikan minum dan cemilan seadanya.

"Jadi gimana, lo punya pacar Din?" secepat kilat Meyza bertanya, dan secepat kilat ia menyantap cemilan yang baru saja datang dan memulai pembicaraan antara mereka.

"Janji gak bakal heboh?"

"Iya."

"Awas aja sampai bohong." ancam Dinda mendapati wajah mereka yang mulai antusias.

"Jadi gini..." Dinda menjelaskan kejadian saat ia bersama Verdi. Mereka terus mendengarkan cerita panjang dari Dinda dengan sangat antusias.

"Hah, lo baper sama anak orang?" teriak Yustin mendapat gelengan cepat dari Dinda.

"Tuh kan, heboh. Bukan... Bukan gitu maksud gue." Ralat Dinda sambil meminum minuman yang ia buat. Jus jambu dengan susu putih kental manis.

Mereka kembali mendengarkan ucapan Dinda, mendapatkan informasi sedetail mungkin tentang perasaan Dinda saat ini. Ia sangat tahu, semua sahabatnya ini dapat memberi solusi dengan tepat, dan merahasiakan apapun yang sedang dibicarakan.

"Kalau dia ganteng, gue setuju. Apalagi dia tajir, tambah setuju gue." celetuk Meyza tak karuan.

"Enak benar ya hidup gue?" kekeh Dinda.

"Jangan matre, Din." balas Yustin mengingatkan.

"Gue nggak kayak gitu, kok. Tenang." kata Dinda menyombongkan diri membuat mereka kembali larut dalam tawa garing seperti itu.

"Gue sih dukung lo, apa yang terbaik buat lo, gue mah nurut dan support lo terus. Semoga aja cepat kenal dan jadian." Ucap Zura membuat semuanya larut dalam suasana itu, dengan cepat dan muka yang sangat melas mereka berempat akhirnya berpelukan seperti teletubbies.

"Kalau dapat harta gono-gini, kasih gue seperempat." goda Meyza langsung mendapat lemparan kacang atom. Untung saja hanya kacang atom, coba saja kalau bom atom, bisa habis muka Meyza seisinya.

**

Duar!! Duar!!

Jangan lupa vommet, masukin library, readinglist, dan follow wattpad penulis biar dapat notifikasi update..

Salamrindu❤

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

2M 105K 42
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
275K 10.3K 50
Si selebriti petakilan, ceroboh dan suka julid, dialah Ardaru Laskar Bzezofky. Dan si cewek kalem agak jutek, Angeline Liona Bernadeth. Musuh bebuy...
2.2M 96.3K 52
WARNING!!! INI CERITA ANAKNYA YOGI DAN KINARA (MY ICE BOY) "Dan lo siapa? Berani-beraninya lempar gue pake kertas ini?" Dia merebut kertas itu dari t...
7.2M 305K 60
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...