Wings [If These Wings Could F...

By Carateu96

1.1K 157 92

Seungcheol dan Junghan berusia 27 tahun. Seokmin dan Soonyoung berusia 24 tahun. Minghao dan Lee Chan berusia... More

0. Foreword
1. Hey Monday
2. Missing You
3. Playing God

4. Another Day

209 26 23
By Carateu96

Chapter Four

Semuanya terserah padamu.

Hanya tiga kata, namun itulah penyebab kediaman Chan saat ini. Baru saja dia selesai makan siang bersama hyung-nya, membahas hal penting yang tadi sempat dikatakan Soonyoung sebelum Chan mengiyakan permintaan Soonyoung untuk makan siang di luar.

Terserah padaku. Aku yang harus memutuskan. Chan terus berkutat dengan pikirannya sendiri. Kedua tangannya mengepal bersandar di atas pangkuannya. Tatapan Chan kosong; lurus kedepan menembus kaca mobil yang sedang dikendarai oleh hyung-nya. Bagaimana bisa hyung-nya memberi pilihan yang begitu sulit untuk di mengerti? Bukan seperti ini akhir dari makan siang mereka yang di harapkan oleh Chan. Mengira jika hyung-nya akan mengatakan hal penting yang akan membuat dia dan juga hyung-nya menjadi lebih akrab dari sebelumnya. Namun pada kenyataannya malah membuat Chan harus memilih sebuah pilihan yang membuntukan jalan pikirannya. Tidak mungkin jika Chan tutup mulut, berpura-pura seolah dia tidak mendengar perkataan dari hyung-nya, hyung-nya pasti akan marah. Tapi bukankah Chan sudah sangat sering melihat hyung-nya marah; kepada dirinya? Lalu, apa kali ini hyung-nya akan tetap marah jika Chan tidak mau menjawab pilihan yang Soonyoung berikan? Marah yang sebenarnya marah. Bukan seperti marah yang selama ini sering Chan lihat. Itu adalah sikap dingin, bukan api kemarahan.

Tanpa sadar Chan meremas ujung bajunya yang dekat dengan kepalan kedua tangan di pangkuan. Haruskah dia mengatakan iya kepada hyung-nya agar hyung-nya bisa lebih hangat pada dirinya kelak?

Chan menelan ludah yang telah mengering di tenggorokannya. Dia bersiap untuk mengeluarkan suara.

Chan menoleh kearah hyung-nya yang sedang menyetir, "Tidak bisakah jika aku tetap di sini saja, hyung?" namun kalimat itu hanya keluar dari dalam hatinya. Karena Chan masih belum tahu mau menjawab seperti apa dan bagaimana untuk menjelaskan alasan kenapa dia sangat ingin tinggal.

Tak ada percakapan sama sekali sejak mereka keluar dari restaurant dan mulai memasuki mobil sampai mereka berjalan sejauh ini. Semuanya diam.

Dia menunduk. Tiba-tiba saja Chan merasakan matanya mulai memanas. Ingin sekali dia melampiaskan segala gejolak yang menumbuk berat hatinya secara berkala. Tapi dia tidak memiliki keberanian untuk membangkang. Setidaknya, tidak untuk saat ini, karena Chan yakin jika hyung-nya tidak akan bisa memahami penolakannya.

Apakah Chan harus mengalah demi hyung-nya?

Beberapa menit lagi mereka sudah sampai di studio tempat Chan biasa berlatih dance bersama Minghao. Inikah salah satu alasan kenapa dia sangat ingin tinggal? Minghao dan juga dance. Dua hal berbeda yang membuat Chan merasa hidupnya terisi penuh. Tapi jika dia tinggal, dia akan kehilangan hyung-nya seutuhnya. Ini benar-benar sulit dan diluar kemampuan Chan untuk berpikir normal.

Apa hyung-nya sudah tidak menginginkan dirinya lagi? Hingga membuat keputusan yang sangat sulit bagi Chan untuk memilih. Chan menyayangi hyung-nya, sangat, sangat menyayangi. Tapi apakah hyung-nya juga berpikir yang sama tentang dirinya?

Chan putus asa. Dia menangis.

Soonyoung tidak menyadari keadaan Chan yang sedang kacau disampingnya, sampai dia mendengar samar suara isakan Chan yang tertangkap oleh kedua telinganya.

Soonyoung menoleh sebentar dan langsung meminggirkan mobilnya, "apa kau ingin pulang ke rumah saja, Chan?" mantap menatap adiknya yang menunduk karena menangis. Soonyoung melihat dengan jelas air mata Chan yang jatuh mengalir melewati pipinya, "kau ingin pulang?"

Masih tidak ada jawaban dari Chan selain gelengan kepala.

Soonyoung mendesah. Menghembuskan napasnya dengan tidak sabar. Mungkin dia juga sedang emosi dan mencoba untuk menahan emosinya agar tidak membuat Chan semakin ketakutan. Dia tahu ini memang keputusan yang sangat sulit bagi Chan, tapi dia tidak tahu harus berbuat apa lagi karena menurutnya ini adalah keputusan final.

Haruskah dia mengubahnya kembali agar Chan tidak merasa kesulitan?

Tapi ini adalah kesempatan emas bagi dirinya untuk bisa lebih dekat dengan ibunya; ibu kandungnya sendiri. Pada awalnya Soonyoung memang menolak untuk dipindahkan oleh ayahnya, tapi mengetahui jika dia akan dipindah tugaskan ditempat dimana ibu kandungnya tinggal, Soonyoung langsung menyetujui kepindahan tersebut. Dan alasan Soonyoung kenapa dia ingin membawa serta Chan adalah karena dia tidak ingin Chan tinggal sendirian di Seoul. Karena ayah dan ibu kandung Chan berada jauh dari mereka, tentu masih di Korea, hanya saja mereka tinggal di kota yang berbeda dengan Soonyoung dan Chan.

Soonyoung menyandarkan punggungnya pada kursi kemudi, "aku tidak memaksamu untuk ikut denganku, Chan, kau tetap bisa tinggal di sini tapi tidak di tempat yang sama."

Soonyoung menoleh kearah Chan sebentar, "...kau akan tinggal bersama orang tuamu jika kau tidak ingin ikut bersamaku."

Detik selanjutnya mata mereka saling beradu. Menatap satu sama lain, Chan tidak paham dengan apa yang hyung-nya katakan, kenapa hyung-nya seperti ini? Tentu dia sangat ingin tinggal bersama hyung-nya, hanya saja dia tidak bisa meninggalkan kecintaannya terhadap dance dan teman terdekatnya; Minghao. Bukan masalah dia akan pindah ke kampus yang baru. Tapi kedua hal yang dia cintai juga akan dia tinggalkan jika dia ikut pergi bersama hyung-nya nanti, bagaimana dia mampu beradaptasi di tempat yang baru jika di sini saja dia tidak bisa memulai segala sesuatunya terlebih dahulu? Seperti mencari teman misalnya. Apa hyung-nya tidak bisa melihat ketakutan Chan yang tidak bisa menyesuaikan diri di tempat baru jika mereka pindah kelak?

Dan seharusnya hyung-nya juga tahu jika Chan pasti lebih memilih tinggal bersamanya daripada tinggal bersama kedua orang tuanya; ayah Soonyoung dan ibu Chan.

Mobil kembali berjalan. Chan masih saja bungkam.

Mungkin akan lebih baik jika dia beristirahat di rumah saja; mengistirahatkan jalan pikirannya agar tak terguncang oleh perasaan emosi yang sedang bercampur dengan sikap tak tegas yang pada akhirnya nanti malah akan membuat mereka sama-sama saling menyesali.

*

Tidak seperti biasanya. Karena Chan tidak pernah menarik kembali kata-kata yang telah dia ucapkan, Chan tidak suka membuat orang lain merasa kecewa terhadap dirinya. Tidak untuk siapapun, termasuk kepada satu-satunya sahabat yang dia miliki; Minghao.

"Tapi bisa kupastikan jika aku tidak akan menyia-nyiakan studio yang sudah kita sewa!"

Kenyataannya, kali ini Minghao merasa dilupakan. Karena sepertinya Chan tidak akan datang untuk menemuinya. Dia ingkar janji.

Dua jam lebih dua puluh dua menit. Tidak ada gunanya lagi untuk menunggu karena batas waktu sewa tempat pun sudah habis sejak tadi. Minghao tidak kecewa. Tidak akan. Karena ini adalah untuk pertama kalinya Chan tidak datang menepati janji. Mungkin memang ada masalah yang serius yang harus dibicarakan antara dia dan hyung-nya, itulah sebabnya kenapa Chan tidak ikut hadir pada latihan mereka berdua kali ini. Bisakah jika Minghao menyebutnya bukan ingkar janji tapi hanya lupa?

Minghao sudah berusaha untuk menghubungi Chan lewat telepon tapi tidak ada jawaban. Bahkan pesan singkat yang dia tulis pun tidak ada tanda-tanda jika Chan akan membacanya.

Hal yang menjadi alasan bagi Minghao kenapa dia bisa berdiri di depan sebuah pintu bercat warna putih yang tertutup rapat sekarang ini, dia bimbang menimbang; haruskah dia memencet belnya agar Chan tahu jika dia masih menungguinya untuk berlatih menari bersama? Tidak masalah jika jam sewa studio sudah habis, mereka bisa menyewanya kembali. Atau mereka bisa berlatih di rumah Minghao saja.

Hitungan kesatu...

Minghao masih berpikir.

Hitungan kedua...

Menekan bel atau kembali pulang?

Hitungan ketiga...

Masih ada hari esok untuk bertanya. Tapi besok sudah terlambat karena Chan pasti akan bersikap biasa saja dan seolah tak terjadi apa-apa. Seperti yang sudah-sudah.

Hitungan keempat...

Mari kita menghitung mundur saja, sebab angkanya akan lebih cepat habis: 5, 4, 3, 2, 1...

Tak ada pilihan lagi, mungkin Minghao akan memilih untuk kembali pulang saja, dia akan membahas masalah ini jika Chan sudah dalam keadaan yang lebih baik.

Hitungan kelima...

Tapi rasa khawatir Minghao lebih memaksa daripada rasa penasarannya. Dia sangat peduli pada Chan; satu-satunya orang terdekat yang dia miliki untuk saat ini. Dia tak mau kehilangan lagi, tidak akan. Setelah hyung-nya pergi, Minghao tak ingin jika Chan juga ikut pergi meninggalkan dirinya.

Minghao mundur selangkah tergesa karena pintu yang sedari tadi menjadi pembatas bagi dirinya dan Chan di dalam tiba-tiba saja terbuka. Minghao menatap sepasang bola mata bening yang kini telah menangkap basah dirinya. Oh, Soonyoung hyung.

"Kau..." Soonyoung sama terkejutnya dengan Minghao.

"H-hyung, aku... datang untuk mencari Chan,"

Ini bukan kali pertama Minghao bertemu kakak laki-laki Chan, tapi rasa gugup masih saja tak mau menjauh dari dirinya. Apa karena sudah terlalu lama sejak terakhir kali mereka saling bertatap muka? Mungkin sejak di hari pertama Minghao mengenal Chan. Empat tahun yang lalu. Namun tetap saja, yang berdiri di hadapannya saat ini adalah masih orang yang sama yang dahulu dia temui. Soonyoung hyung, kakak tiri dari sahabatnya; Chan.

Minghao masih mengingat dengan jelas saat pertama kali dia bertemu dengan Soonyoung. Waktu itu mereka bertemu ketika Minghao sedang berjalan bersebelahan dengan Chan sesaat setelah mereka baru saja selesai berlatih menari; hari pertama di mana mereka baru saja saling mengenal karena insiden botol minuman. Soonyoung datang untuk menjemput Chan pulang.

Yang Minghao pikirkan pada waktu itu adalah jika kakak laki-laki Chan tidak terlihat mirip dengan Chan, pun [sepertinya] tidak lebih tinggi dari Chan. Menurutnya Soonyoung itu... cantik. Dan mungkin saja dia seumuran dengan kakak Minghao yang telah lama tak kembali pulang. Seokmin.

"Masuklah, dia ada di kamarnya."

Dan bukan kali pertama pula bagi Minghao untuk datang ke rumah Chan, tak perlu menayakan di mana letak kamar Chan karena dia sudah sangat sering berada di sana saat Soonyoung tidak ada di rumah atau saat dia sedang bekerja.

Soonyoung keluar. Minghao masuk.

*

Seungcheol tak mau menanyakan lagi alasan kepada Seokmin kenapa dia ingin absen untuk show mereka kali ini, karena Seungcheol tahu jika Seokmin tidak dalam suasana hati yang baik. Seungcheol paham, karena belakangan ini Seokmin selalu tidak fokus untuk diajak bicara; konsentrasinya tidak bisa terpusat pada satu hal yang sedang mereka bicarakan, terutama soal lagu. Seokmin sering termenung dan bahkan dia selalu hampir terdengar berbicara sendiri saat dia tak menyadari jika dia memang tak sendirian di dalam rumah.

Seperti saat ini, di sofa single yang berukuran tak seberapa besarnya; hanya muat untuk satu orang saja, Seokmin melamun. Pikirannya terbang entah melayang dan entah akan mendarat di mana. Dia tidak sadar jika Seungcheol sedang berdiri berada di sekitar dirinya dan televisi yang menyala sia-sia. Jemari tangannya menari gemulai bergantian di atas pengakuan di kedua pahanya. Tak mengedipkan mata dan tak bernapas sesuai ritme. Tatapannya kosong.

Seungcheol tahu betul apa yang sedang dirasakan oleh Seokmin, meskipun dia tak mengalami hal yang sama seperti yang dialami Seokmin tapi Seungcheol masih memiliki hati untuk bisa mengerti dan memahami. Mungkin memang benar jika sekarang adalah waktunya.

Mau sampai kapan lagi dia bersembunyi?

Atau lebih tepatnya, mau sampai kapan dia akan terus menghindari ayahnya? Karena memendam kebencian terlalu lama tak akan bisa menyelesaikan masalah. Bukankah setiap masalah akan selalu bisa diselesaikan? Jika terus menghindar, masalah malah akan bertambah menjadi besar.

Tujuh tahun adalah lebih dari cukup waktu yang diperlukan Seokmin untuk berpikir.

"Aku bisa mengantarkanmu kembali jika kau tak keberatan. Aku sudah tidak tahan melihatmu terus menerus seperti ini, membuat mataku sakit saja," kalimat Seungcheol membuat Seokmin menoleh kilat, menatap lurus kearah pandang Seungcheol yang melihat matanya tajam.

Sebuah harapan.

Kalimat Seungcheol masih mengambang di telinga Seokmin. Kenapa dia selalu saja bisa membaca apa yang ada dalam pikiranku?

"Tap-tapi, hyung..." Seokmin berucap terbata.

"Bersiaplah, kita berangkat sekarang."

"Huh? Lalu, bab-bagaimana dengan show-nya? Bukankah malam ini kita akan-"

"Apa kau tak ingin segera bertemu dengannya? Adikmu? Masalah show, aku sudah mengatakan ini kepada Mingyu, dia bilang posisimu akan digantikan sementara oleh Seungkwan dan Wonwoo yang akan menggantikan posisiku. Jadi, bersiaplah sebelum aku berubah pikiran."

*

Soonyoung masuk ke dalam apartment tepat sesaat setelah Minghao keluar dari kamar adiknya; Chan. Dia melihat dengan jelas raut wajah Minghao yang tak menampakan senyum. Apakah mereka bertengkar?

Adalah kesalahan Soonyoung jika Chan tak lagi memiliki seorang teman, Minghao adalah satu-satunya teman terdekat yang dimiliki oleh Chan dan akan segera meninggalkan Chan jika benar mereka sedang bertengkar sekarang ini. Apakah karena Chan tak datang ke tempat mereka berlatih?

Soonyoung berjalan menghampiri Minghao yang menunduk, dia masih belum menyadari jika Soonyoung sudah kembali, "apa kalian sudah selesai?"

"Oh! H-hyung kau... sudah kembali?"

Minghao mendongak kaget kearah Soonyoung yang bertanya tanpa aba-aba.

"Kalian sudah selesai?" Soonyoung pun mengangguk dan mengulangi lagi pertanyaannya yang tadi belum sempat terjawab. Minghao hanya menjawab dengan sebuah anggukan, "apa kau ingin pulang sekarang?"

Minghao kembali menganggukan kepalanya setelah beberapa detik jeda untuk mencerna pertanyaan Soonyoung.

"Kalau begitu, biar kuantar kau pulang, ini sudah malam. Kau masih tinggal di tempat yang sama, kan?"

Soonyoung tahu, dia masih memiliki hati untuk bisa memahami dan mengetahui apa yang orang lain rasakan, karena sekarang ini dia benar-benar melihat dengan jelas bagaimana ekspresi wajah Minghao ketika dia keluar dari kamar adiknya tadi. Katakalah sebagai bentuk pendekatan diri antara dia dan teman adiknya.

Dia memang tahu Minghao. Tapi hanya sekadar batasan tahu saja dari apa yang diceritakan Chan kepadanya. Soonyoung tidak pernah benar-benar berbicara kepada Minghao. Bahkan ketika dia menjemput Chan di rumah Minghao ataupun di tempat mereka latihan, Soonyoung tak pernah turun dari mobil hanya untuk menyapa Minghao dengan lambaian tangan dan mengatakan hallo.

*

Btw, tadinya saya kepikiran buat nulis saat holiday kemaren tapi expectation memang tak selalu sesuai dengan reality :(

Dan saya malah sakit setelah liburan usai, jadi mohon maaf banget ya kalo saya cuma bisa ngasih kalian ini doang dan besok siang atau sore kalo ngga ada kendala saya akan publish the other seoksoon story of mine yaitu Skinny Love.

Adakah yang nungguin? Hahaha

And last but not least, selamat tahun baru buat kalian semua. Sehat teruuus, jangan gampang sakit, jaga kondisi badan kalian sebaik mungkin. Tetap cinta sama Ochi ya dan tetap dukung 17!! I love you all so much.

Thank you for reading!! ❤

Continue Reading

You'll Also Like

157K 13.1K 52
Cerita fanfic ini akan fokus kepada kehidupan Hong Haein dan Baek Hyun Woo sebelum mereka menikah kembali, ketika menikah, dan setelah mereka menikah...
677K 47.2K 52
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
96.6K 1.4K 6
RJ harem boypussy.
72.7K 4.3K 116
"gue straight,gue nggak minat sama cowok centil kayak lu" -xavier galendra- " u're the most beautiful human exist " -xavier galendra-