Silhouette
----------------
Semua orang setuju jika keluarga adalah hal yang paling berharga dalam hidup kita. Semua orang akan mengakui kehadiran sosok ibu adalah sumber dari segala kekuatan. Keutuhan keluarga adalah kebahagiaan. Senyum dan tawa mereka adalah keajaiban.
Disebut keluarga karena mereka saling terkait dan tertaut oleh takdir. Ikatan darah yang membuatnya semakin erat. Rantai alami yang akan selalu menjadi benang abadi. Tak akan pernah terputus kecuali terjemput oleh mati.
Seharusnya memang seindah itu jika berbicara tentang keluarga. Ayah dan ibu, tonggak dari kesempurnaan jalan hidup seorang anak.
Apakah itu terjadi pada sosok belia yang baru saja genap di usia enam belasnya. Tidak begitu menarik untuk diceritakan. Hanya akan membuat sesak rongga dada. Pada kenyataannya kata keluarga baginya adalah bencana.
Gundukan tanah merah yang masih basah sebab matanya menjadi bengkak dan sembab. Didalam sana bersemayam cinta dan kerinduan tanpa batas. Sosok ibu yang menjadi satu-satunya keluarga baginya. Terpanggil oleh Tuhan disaat ia belum bisa membuat ibu bahagia.
Keluarganya tak utuh lantaran sebuah benang kusut dari runyamnya polah tingkah manusia. Andaikata tidak ada yang namanya keegoisan. Andaikata hati manusia itu memiliki kadar ikhlas yang sama. Andaikata keserakahan dan ketamakan tidak termasuk dalam nafsu manusia. Logikanya, adalah bahagia.
“Selamat jalan Eomma, semoga Eomma bahagia disana bersama Tuhan, Kookie harus tetap melanjutkan hidup, bukan? Akan selalu ada Eomma dihati, tidak ada yang perlu Kookie khawatirkan,”
Taburan terakhir dari segenggam bunga yang baru saja ia raup dari keranjang, berhamburan menutupi permukaan gundukan pusara. Tetes airmata menjadi satu bukti nyata adanya luka. Hatinya terluka dan tak ada orang lain disana bersamanya melepas kepergian ibunda tercinta. Bahkan hanya untuk sekedar mengusap lengan apalagi sampai memberikan pelukan.
Telah pergi untuk selamanya, satu-satunya sandaran yang nyaman saat ia kelelahan. Telah sirna tanpa ada lagi raga yang nampak, ketika kerinduan perlahan menggerogoti kekuatannya. Langkah gemetar perlahan meninggalkan area pemakaman. Meninggalkan jejak cinta untuk satu-satunya keluarga yang tersisa.
Seoul,
Senja diawal musim gugur dengan angin sejuk menyegarkan
Ruas jalanan sore ini menjadi sangat padat ketika jam pulang kerja tiba. Lalu lintas tetap tertib dengan banyaknya pejalan kaki di trotoar. Termasuk salah satu dari ratusan orang itu adalah sosok manis dengan ransel dipunggung dan koper ditangan kirinya. Tergugu dalam diam, menatap sebuah layar super besar, di salah satu sudut persimpangan jalan.
Videotron itu menayangkan iklan sebuah acara megah yang akan mengguncang ranah Seoul beberapa hari lagi. Sepasang suami istri yang begitu mesra dengan balutan busana berkelas dan aksen strata tinggi yang kental.
Tajuknya adalah acara amal dalam rangka merayakan ulang tahun pernikahan penguasa pasar industri elektronik di Korea, The Mighty Kim. Dan si manis tidak lagi asing dengan dua wajah yang berbinar dengan senyum bahagianya. Ia hanya bisa mengulum senyumnya sendiri dalam kepahitan yang tak tersirat.
“Eomma, semua orang sudah bahagia sekarang, jangan khawatir,” Gumamnya, sebelum lampu jalan menjadi hijau dan saatnya ia beranjak untuk menyeberang.
Dia si kecil yang berkelana sendirian, meninggalkan kampung halaman, demi sebuah cita-cita ibunya yang harus ia wujudkan. Berbekal langkah yang yakin dan keteguhan hati serta sisa kekuatan yang sang ibu tinggalkan. Bahwa dia adalah calon laki-laki dewasa yang mengagumkan. Sekalipun pada kenyataannya dia hanyalah seberkas bayangan hitam dari megahnya kemewahan The Mighty Kim.
“Hyung, maafkan aku jika nanti akan sedikit merepotkan mu,”
Puluhan langkah pun akhirnya membawanya kesebuah bangunan yang menjulang tinggi. Ada puluhan lantai yang Jungkook hitung dari bawah karena ia kurang kerjaan. Senyumnya mengembang dan secarik kertas yang menjadi satu-satunya petunjuk ia simpan kembali dengan rapi.
Mengesampingkan rasa malunya, mengesampingkan harga dirinya, dia harus melakukan ini demi cita-cita. Karena uang hasil menjual rumah dan tanah di desa hanya cukup untuk bekal hidup beberapa hari saja. Selebihnya terkuras untuk melunasi tunggakan biaya pengobatan sang ibu di rumah sakit beberapa bulan lamanya.
“Siapa kau?”
Seraut wajah tampan muncul dari balik pintu silver. Jungkook tersenyum manis melihat sosok yang selama ini ia rindukan. Kim Taehyung, sang kakak.
“Hyung ini aku Jungkook, apa kau lupa?”
“Jungkook? siapa Jungkook?”
Kedua mata lelaki berhidung tegas itu masih lengket dan tertutup tanpa melihat siapa tamunya. Dia nampak berfikir sejenak sebelum akhirnya matanya membelalak secara mengejutkan.
“Mau apa kau datang kemari?” Tanyanya tak suka.
“Hyung untuk beberapa waktu aku harus tinggal di Seoul, aku tak ada bekal cukup, bisakah kau memberiku tumpangan beberapa hari saja sampai aku mendapatkan pekerjaan dan uang untuk menyewa kontrakan,” Pinta Jungkook tanpa basa-basi.
Kening pemuda Kim itu berkerut tak setuju. Ia tegak kembali dan mendengus kesal. Ingat sekali kepada sosok kecil didepannya ini. Sosok yang dulu sempat membuat dirinya dikucilkan oleh sang ayah. Sosok yang ibunya menjadi perusak rumah tangga ibu dan ayah kandungnya. Jadi bagaimana bisa anak ini begitu tebal muka meminta tumpangan padanya.
Blaamm
Taehyung membanting pintunya kasar tanpa memberikan Jungkook jawaban. Ia rasa dengan caranya menutup pintu yang demikian sudah cukup untuk Jungkook pahami apa maksudnya. Jika ia menolak mentah-mentah untuk tinggal seatap lagi dengan si bayi pengganggu masa kecilnya.
“Tae-Hyung!! Aku benar-benar tidak punya tempat tinggal! Kau tahu kan aku tidak punya saudara lagi selain dirimu! Bermurah hatilah pada ku sekali ini saja Hyung!!”
Pintu kembali terbuka dan Taehyung masih bermuka masam.
“Tidak!”
“Hyung, Eomma baru saja meninggal dan aku tidak tahu lagi harus kemana,”
“Itu masalah mu,”
“Yang ku tahu aku masih punya satu kakak tampan yang baaaiiikkkk hati,”
“Aku tidak peduli dengan kakak tampan mu itu,”
“Tolong aku hyung, beberapa hari saja, aku janji akan segera mencari pekerjaan dan aku pasti akan mengganti rugi uang sewa tumpangan, bagaimana?”
“Dengar bocah, aku tidak peduli dengan masalah mu aku tidak mau tahu tentang dirimu dan aku sama sekali tidak butuh uang mu, sekarang pergilah cari orang lain saja, apa kau bahkan tidak punya teman?!!”
“Satu-satunya teman ku sudah dipanggil Tuhan Hyung,”
“Arrgh!!”
Blaamm
Pintu itu tertutup untuk kedua kalinya. Taehyung masih keras kepala sama seperti dulu. Dia lah anak yang membuat ibu Jungkook harus berbesar hati meninggalkan kediaman Kim. Karena Taehyung sakit dan tidak ingin melihat istri kedua sang ayah beserta bayinya masih tinggal seatap dengan mereka.
Jeon Jungkook, anak semata wayang Jeon Myunghee, istri kedua dari Kim Yoonseong, seorang pewaris tunggal The Mighty Kim yang sekarang masih dalam masa jaya. Mengalir darah yang sama di nadinya dengan darah Taehyung dari sang ayah, tidak menjamin nasib keduanya sama pula. Jungkook yang malang, harus menjalani hidup yang bertolak belakang, karena dia terlahir dari hubungan terlarang.
Sialnya, malam semakin beranjak tapi Taehyung tak jua merubah pikirannya. Jungkook hanya bisa duduk bersandar tembok didepan apartemen sang kakak. Setidaknya dilorong yang sepi itu dia bisa berteduh dari dinginnya angin malam. Beristirahat sejenak dilantai yang dingin lebih baik dari pada harus meringkuk dipinggi ruko, bukan. Dengan niatan, pagi buta sebelum Taehyung terbangun dan keluar dari sarangnya ia harus beranjak.
Apa yang akan terjadi esok hari, bisa dipikir belakangan. Yang jelas sekarang Jungkook butuh untuk bersandar. Perjalanan dari pedalaman Busan menuju Seoul juga tidak singkat. Berganti-ganti angkutan beberapa kali membuatnya lelah tiada tara.
“Selamat malam Eomma, hadirlah di mimpi Kookie ya, kangen sekali rasanya,” Gumamnya pada kesunyian sebelum kedua matanya terpejam.
Kisah ini baru saja dimulai. Kisah lembar demi lembar perjuangan seorang anak yang hanya menjadi sebuah siluet untuk keluarganya. Bayangan hitam yang terus berusaha mencapai cahaya. Berusaha mendapatkan mimpinya. Bayangan hitam yang berharap akan ada keajaiban untuknya dimasa depan.
Jeon Jungkook yang manis
Sayang nasibnya tak sebanding dengan parasnya
Terlalu pahit untuk disesap sedetik saja
Silhouette
----------------
To be Continued
======================
Silhouette
Prolog dulu ya sayang
*tolong jangan ditagih Chapter 1
Hahahahahahaaaa
Candaaa
Chapter 1 segera menyusul
😘😘😘😘
Diresapi kearah mana sy akan bernarasi nantinya
Ini cerita mungkin sudah sangat mainstream buat kalian
Tidak masalah jika ada diantara kalian sudah bisa menebak alurnya
Tapi sy mohon jangan mencela ya 😅
Eh mainstream
Eh udah biasa
Eh gini-gini aja alurnya
Lepas dari semua itu sy hanya ingin sekedar menulis, itu saja 😘
Kalau ada yg sudah bosan dengan sajian sy ya boleh untuk ngga baca
Ini tantangan baru buat sy
Tidak ada adegan favorit saya nantinya 😭😭
Baru penggalan awal tentang rumitnya jalan hidup seseorang yang sebatang kara
Sy mungkin sedikit mencurahkan perasaan
Karena sy sama seperti Kookie
No mother
Terimakasih sebelumnya untuk kalian yang masih antusias
😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘
Bye
🐰
[ 16.12.2018 ]