The Protect Brother

By sheenapark07

78.4K 5.1K 447

"Apa? Jerman?" "Tidak" "Tidak akan kubiarkan kau keluar Seoul barang sejengkal pun" "Meninggalkan Seoul dan t... More

01-Seoul
02-Brother
03-Seventeen
04-Meet Jonghyun
05-College
06-Alone
07-Removals
08-Seungchoel Demam
09-Say Goodbye
10-Strange
-INTRODUCTION TO CAST-
11-Play For Fun
12-Misunderstand
13-Message
14-Sweety Night
15-He's Back?
16-He's Back? (2)
17-He's Back (3)
18-About Sana
19-About Sana (2)
20-Back To Dorm
21-A Plan
22-Kim And Chwe Sister's
23-She Was Back
24-Stranger
25-Good Night
26-Bad Dream
27-Beautiful
28-Heartbeat
29-The Information
30-Sorry
31-Incident
32-Loving Her
34-Dating?
35-Incident (2)
36-Good Call
37-Forgive Soonyoung
38-Piggy Back
39-Go To Dinner
40-Family Dinner
41-Nigth With Wonwoo
42-All Because Of Me
43-The Fact (2)
44-Him
45-Her
46-The News
47-Apologize
48-The Truth
49-Let Go
50-The Ending Becomes The Beginning (END)
BonChap-#01
BonChap-#02
BonChap-#03
BonChap-#04
BonChap-#05
SEQUEL

33-The Fact

788 78 2
By sheenapark07

Aku up sekarang ya.

Kenapa? Karena mungkin aku bakal ganentu minggu2 ini buat up cerita. Lagi sibuk ujian, dan jarang banget pegang hape.

Jadi, mumpung sekarang lg ada waktu aku bak up ceritanya. Hehehe.

Maaf kalau bosen hehehehe.

Selamat membaca.

—————

Setelah satu jam menunggu Seungcheol dan Soonyoung kembali. Akhirnya mereka kembali. Tapi tak bersama. Seungcheol kembali lebih dulu. Dengan wajah yang memerah dan nafas yang tersengal-sengal.

Aneh.

Ting.

+0xxxx
Periksalah paket dirumahmu. Dirumah-mu.

Sana mengerutkan keningnya bingung. Siapa yang mengirimi pesan. Nomornya tak dikenal.

"Ada apa, Sana?" Tanya Hansol yang melihat Sana menatap ponselnya dengan raut bingung.

Sana mendongak dan menggeleng pelan. "Tidak ada apapun, oppa." Ujarnya tersenyum.

Hansol mengangguk mengerti.

"Ah, Minseo–ya, mau ikut bersamaku?"

"Kemana?" Tanya Wonwoo yang tanpa menolehkan pandangannya sedikitpun dari ponselnya.

Apa lagi kalau bukan game?

Sana mendelik malas. Tak menjawab pertanyaan Wonwoo.

"Kemana, Sana?" Tanya Minseo yang terkekeh melihat Sana sebal karena tingkah Wonwoo.

"Kerumahku. Ada sesuatu yang harus aku ambil. Mau ikut atau tetap disini?"

"Lama tidak?" Tanyanya lagi.

Sana berpikir sejenak. "Mungkin tidak. Jika kau ingin disini aku akan kembali kesini lagi setelah mengambil barang dirumahku. Bagaimana?"

"Tak apa jika kau sendiri?" Tanya Minseo pelan. Pasalnya ia sedang malas untuk bepergian. Ingin nya santai-santai seperti ini. Kalau bisa ia ingin santai di pantai. Menyenangkan bukan liburan dipantai pada musim panas begini?

Sana mengangguk cepat. "Tak apa. Baiklah, kalau begitu aku pamit. Agar cepat kembali." Ujarnya terkekeh.

Minseo ikut terkekeh dengan mengangguk menyetujui.

"Mau kemana?" Tanya Seungcheol yang sudah berdiri didekat Sana.

"Pulang kerumahku. Ada urusan. Kau sudah selesai dengan Soonyoung oppa?" Tanya Sana pelan.

Seungcheol memalingkan wajahnya. "Sudah." Jawabnya tanpa menatap Sana.

Sana mengerucutkan bibirnya. "Yasudah. Kalau begitu aku pergi dulu."

"Aku antar ya?"

Sana menoleh dan menggeleng. "Tidak usah. Aku sudah memesan taksi. Kau latihan saja, jangan kabur-kaburan lagi, big baby!" Ujarnya meninggalkan Seungcheol yang sebal sekaligus senang.

Ah, sepertinya jantungku benar-benar akan turun ke perut jika berurusan dengan Sana. Ugh.

——————

"Nona datang?"

Sana tersenyum ramah dan mengangguk. "Hanya mampir, Ahjussi. Ahjussi, apa kabar?" Tanya Sana.

Shin Ahjussi. Lelaki paruh baya yang masih setia bekerja untuk keluarga Park.

"Sangat baik, Nona. Nona, baik-baik saja?" Tanyanya balik.

Sana mengangguk. "Tentu. Aku bahkan sangat baik." Ujarnya terkekeh.

Dan Shin Ahjussi hanya mengangguk kecil dengan kekehan kecilnya.

"Ahjussi, apa ada kiriman paket untukku?" Tanya Sana.

Shin Ahjussi mengerutkan dahinya. "Maaf, Nona. Saya baru kembali bekerja, sudah seminggu saya tidak masuk karena ada urusan keluarga."

"A-ah, begitu." Ujar Sana kikuk.

"Mungkin Pelayan didalam rumah tahu, Nona." Ujarnya.

"Mereka tidak diliburkan?" Tanya Sana bingung yang hanya dibalas gelengan pelan.

Sana menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu, aku masuk dulu ya, Ahjussi." Pamitnya yang dibalas senyuman oleh Shin Ahjussi.

"Nona Sana?!"

Sana tersenyum melihat Lee Ahjumma. "Hai, Ahjumma. Lama ya tidak bertemu, hehehe"

Lee Ahjumma tersenyum hangat. "Kami kira Nona tidak akan mampir." Ujarnya.

Sana terkekeh. "Aku hanya bingung ingin melakukan apa jika sendirian dirumah yang besar ini. Jadi, sebaiknya aku menyibukkan diri dirumah idol itu." Ucapnya dengan tertawa pelan.

"Ah, iya. Ahjumma, apa ada paket untukku?" Tanya Sana.

Lee Ahjumma berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Sebentar ya, biar Ahjumma ambilkan."

Sana mengangguk dan menunggu dimeja makan yang memang tak jauh dari sana.

"Nona Sana, kenapa jarang mampir? Padahal baru saja kemarin lusa Tuan Doyoon datang." Ujar Lee Ahjumma dengan memberikan dua kotak berukuran kecil padanya.

Sana mengerutkan keningnya bingung. Datang? Doyoon? Bukankah ia ada diluar negeri?

"Ahjumma tak salah?" Tanya Sana bingung.

"Apa yang salah?" Tanya Lee Ahjumma yang mulai bingung.

"Doyoon oppa. Dia datang?"

Lee Ahjumma mengangguk. "Bahkan terkadang mereka selalu kesini untuk mengecek keadaan rumah. Dan juga mengambil paket atas nama Nona."

Sana semakin mengerutkan dahinya heran. Apa sebenarnya yang disembunyikan oleh kakak-kakak nya?

"Mereka?" Ulang Sana.

"Iya. Seperti Tuan Haegi, Tuan Doyoon, Tuan Iljoon, juga ada salah satu yang sering kemari. Kalau tidak salah namanya, Wonho—ah benar. Namanya Tuan Wonho." Ujarnya.

Sana mendesah pelan. "Ahjumma, berhenti memanggilku dengan sebutan Nona, dan berhenti memanggil oppa dengan sebutan Tuan. Aku tak nyaman mendengar nya." Ujar Sana sebal yang dibuat-buat.

"Itu sudah peraturan nya, Nona. Bagaimana bisa saya memanggil sesuka hati?" Ujarnya terkekeh.

"Aigooo. Gwenchana, Ahjumma. Kami sudah menganggap Ahjumma sebagai keluarga kami sendiri. Jadi, panggil kami dengan nama kami masing-masing. Oke?"

Lee Ahjumma hanya tersenyum dan mengangguk. "Baiklah, Sana–ya."

Sana tersenyum lebar. "Begitu lebih baik. Ah—aku akan kekamar dulu, ya."

"Mau dibuatkan cemilan?" Tawar nya.

Sana menggeleng. "Aku belum lapar. Jika sudah lapar aku akan turun dan makan."

Lee Ahjumma mengangguk dan membiarkan Sana berjalan keatas memasuki kamarnya.

——————

"Bagaimana? Paketnya sudah diterima?" Tanya lelaki itu dengan menyeruput wine miliknya.

Lelaki yang berstatus sebagai bawahannya pun mengangguk. "Sudah, Tuan. Kami sudah memastikan bahwa sekarang sudah benar-benar ada ditangannya." Jawabnya.

Lelaki itu menyeringai puas. "Bagus. Lanjutkan pekerjaan mu." Ujarnya.

"Baik, Tuan. Saya permisi."

Lelaki itu pergi dari ruangan megahnya. Meninggalkan Tuan nya yang menyeringai semakin lebar dan puas.

"Mari bersenang-senang, gadis manis."

——————

Sana harusnya langsung kekamarnya saja untuk sekedar istirahat sejenak. Tapi, melihat ruang kerja Ayahnya yang tak tertutup rapat ia mengurungkan niatnya untuk kembali kekamar.

Dan, disinilah dia. Ruangan kerja Ayahnya yang cukup luas dan nyaman.

Saat memasuki ruang kerja Ayahnya ia benar-benar teringat dengan paket kiriman lalu, lalu paket ini, lalu pembicaraan nya dengan Lee Ahjumma dan pembicaraan nya dengan kakak-kakaknya.

Apa ini ada sangkut-pautnya dengan Ayah?

Dan dengan cekatan ia mengunci ruang kerja Ayahnya dan mencari sesuatu berkas yang mungkin bisa menjadi petunjuknya.

Mencari disetiap laci meja kerjanya. Bahkan dilemari, rak buku, dan seluruh bagian yang ada disini.

Sana frustasi bukan main. Ia tak menemukan apapun. Sebenarnya apa yang disembunyikan oleh mereka semua? Sial!

Hendak bangkit dari duduknya dia melihat satu laci yang belum ia buka. Laci kanan.

Ia membukanya dengan hati-hati dan terdapat brangkas didalamnya. Sana mengerutkan dahinya bingung. Ayahnya tidak pernah menaruh uang tunai dirumah. Ia mempunyai tempat sendiri untuk menaruh harta kekayaannya. Setahu Sana begitu.

Ia menekan-nekan digit sandi untuk membuka brangkas tersebut.

Ulang tahun Ayahnya.

Ulang tahun Sana.

Ulang tahun Kakek.

Ulang tahun Nenek.

Semua tidak bisa. Terkunci rapat.

"Ibu!"

Dengan cepat ia menekan tombol nya dan—

Ceklek.

Terbuka.

Dan apa?

Ia hanya mendapat lima buah berkas dan dua buku seperti buku diary.

Ia mengambil semuanya dan diletakkan diatas meja bersama dengan paketnya tadi.

Berkas pertama, wilayah perusahaan Kakek.

Berkas kedua, wilayah perusahaan Nenek.

Berkas ketiga, surat-surat penting keluarga—seperti, kartu keluarga, akta kelahiran, dan lain-lain.

Berkas keempat, Rekam medis Ibunya.

Sana terkejut dan cepat-cepat ia membuka dan membaca itu semua. Dimana Ibunya yang kesulitan hamil anak pertama. Terdapat kelainan pada pinggulnya. Beresiko untuk tetap mempertahankan nya dan mengakibatkan Ibunya meninggal.

Sana tertawa getir. "Karena aku. Karena aku Ibu meninggalkan Ayah."

Lolos. Satu bulir air matanya lolos keluar dari matanya. Ia meremas kertas yang berada digenggamnya. Rasa bersalahnya semakin besar dan semakin membuncah.

Berkas kelima—berkas terakhir—sukses membuat mata Sana membelalak. Ia benar-benar tak percaya bahwa semuanya berawal dari nya. Dari dirinya sendiri.

Rekam Medis Psikis Park Sana.

—————

"Haegi, apa tak sebaiknya kita rundingkan dulu dengan Sana soal masalah ini? Kurasa Sana juga berhak tahu kenyataan bahwa Sohyuk meninggal."

Haegi memijit pelipisnya pelan mencoba mengurasi rasa peningnya.

"Aku belum siap." Jawabnya pelan.

Wonho menghela nafasnya. "Mau sampai kapan jika menunggumu siap? Aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana jika Sana mengetahui segalanya dengan sendirinya."

Haegi mengangguk setuju. "Aku ingin memberitahukan nya, tapi—kurasa ada kejanggalan disini."

Wonho mengkerut. "Kejanggalan? Maksudmu?"

"Entahlah. Aku rasa ada yang belum aku ketahui tentang Sohyuk, mengingat ia adalah pribadi yang sangat-sangat tertutup." Ujarnya.

"Kalau begitu aku akan mencarikan informasi untukmu. Aku akan menggerakkan bawahan ku." Ujarnya yang langsung diangguki oleh Haegi.

"Ah, iya Won. Ibuku bilang untuk makan malam kau jangan absen."

"Memangnya ada apa?" Tanyanya bingung.

Haegi mengedikkan bahunya. "Mana kutahu. Datang saja, lagipula setelah kita kembali ke Korea, kita semua akan tinggal bersama?"

"Kita? Kenapa harus kita?"

Haegi memutar bola matanya malas. Sialan sekali Wonho ini. Tak sekali tangkap.

"Maksudku, kau, aku, dan adik-adikku, Wonho." Jawabnya malas.

Wonho hanya ber-oh ria saja. Cukup tau saja.

"Oke." Ujarnya dan berdiri dari duduknya hendak keluar dari ruangan Haegi.

"Kau mau kemana?" Tanya Haegi yang melihat Wonho keluar.

"Mencari jodoh." Jawabnya asal.

"Sialan."

Wonho terkekeh dan membuka pintu bersiap keluar sebelum ada sesuatu yang melintas dipikirannya.

Ia berbalik menatap Haegi yang mulai fokus pada berkas diatas mejanya.

"Hae?"

Haegi mendongak dan berdehem.

"Sana tidak akan tahu tentang ini selagi kita menutupinya dengan baik kan?"

——————

Sana hanya duduk diam sendiri menyembunyikan wajahnya dalam kegelapan. Kamarnya gelap tanpa pencahayaan yang layak dan hanya satu lampu tidur yang menyala di dekt jendela.

Ia hancur.

Ia tahu segalanya.

Ia menyesal.

Sana benar-benar berharap bahwa ia tidak akan menyentuh berkas-berkas itu, terlebih membuka paket yang membuatnya benar-benar histeris dalam diam.

Kejadian tiga tahun lalu.

Sana dilecehkan.

Sana depresi.

Sana kehilangan.

Astaga, bagaimana bisa kakak-kakak nya juga Ayahnya menyembunyikan ini semua darinya?

"Mianhe.. jinjja mianhe.."

Ia terus bergumam dengan penuh tangis sesak. Rasa bersalahnya semakin besar. Tak bisa dideskripsikan, tapi cukup membuatnya terus menerus menyalahkan dirinya sendiri.

Ponselnya terus berdering. Pesan masuk dan panggilan masuk terus membuat ponselnya berisik. Tapi, Sana tidak terganggu sama sekali. Ia hanya diam duduk dilantai dengan bersandar pada bagian samping kasur dan menghadap pada jendela.

Sana benar-benar baru tahu jika dia pernah mengalami trauma dan membuatnya depresi. Walaupun hanya depresi kecil tentunya. Tapi, tetap saja. Dia tidak pernah membayangkan itu semua.

Sana juga tak menyangka bahwa penyebab itu semua adalah dasar dari ia dilecehkan. Tapi, pertanyaan nya adalah, siapa yang melecehkan nya dan kenapa ia tak ingat?

Tak sampai disitu, Sana juga terkejut bukan main saat membuka paket berisi foto dimana mayat Sohyuk yang berlumuran darah. Ia tak pernah menyangka jika Sohyuk akan meninggal dalam keadaan tragis yang sial nya juga Sana tidak tahu bagaimana keadaannya. Bunuh diri kah? Bertarung kah? Atau dibunuh?

Ia hanya bisa menyalahkan dirinya sekarang.

Ya. Memang siapa lagi yang harus ia salahkan selain dirinya sendiri?

Membaca diary Ayahnya membuat rasa bersalahnya semakin besar.

Sayang, hari ini aku merindukanmu, lagi.

Sana menangis. Hatinya ter-iris. Perih.

Sayang, lusa anakmu kembali kesini. Bagaimana aku harus bersikap? Aku merindukan mu.

Bahunya bergetar naik turun. Hatinya tercabik. Sakit. Ayahnya bahkan menyebutnya 'anakmu' bukan 'anakku' ataupun, 'anak kita'.

Sayang, bisakah kau kembali? Aku benar-benar merindukanmu sampai rasanya mau mati saja.

Ia meraung dalam diam. Air matanya semakin deras turun membasahi pipinya. Hatinya begitu sakit. Pilu.

Ini semua salahnya.

Ini semua karenanya.

Ini semua sebabnya.

Semuanya tanpa terkecuali.

Apa yang harus Sana lakukan?

Ia bahkan tidak menyangka jika diumurnya yang masih delapan belas tahun ini harus mengetahui fakta yang besar ini.

Yang menyakitkannya.

Yang menyadarkannya.

Yang memang ulahnya.

Sana benar-benar terpukul. Mau bagaimana pun ia merasa bersalah. Ia merasa jika semua adalah kebohongan. Rasa sayang yang ia terima adalah hanya pencitraan. Semua salahnya. Karenanya.

Fakta yang memang harus ia akui mulai detik ini.

Bahwa ia hanya sebuah kesalahan.

Bahwa ia tak diinginkan keberadaan nya.

Bahwa ia penyebab Ibunya pergi meninggalkan semua orang yang menyayangi Ibunya.

Bahwa ia hanya sebuah luka bagi orang-orang disekitarnya.



Tbc.

Continue Reading

You'll Also Like

4.6M 121K 34
⚠️FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA BIAR UPDATE-AN NYAMPE Hidup dengan aturan yang di buat oleh Genta, guru nya tersebut menjadikan hidup Dentala gadis yan...
46.8K 3.3K 33
Keluarga dengan visual judes, dingin, dan cuek. Siapa lagi kalau bukan keluarga Suho Hartono? Kuy ikutin kegiatan mereka sehari-harinya di cerita ini...
6.8M 213K 38
"Aku pernah hampir diperkosa saat SMP." -Naresha Luveeana Agatha- Luvee menderita Haphephobia, sebuah penyakit psikis, di mana dia akan merasa sangat...
Daddy Gyu By Ana

Fanfiction

537K 50.9K 31
Tentang seorang CEO yang bersikap dingin dan juga merupakan seorang duda tampan yang mempunyai 2 anak.