Yuna tersenyum ketika melihat sosok Seokmin memasuki ruang kelas. Jam belum menunjukkan tanda-tanda kelas akan dimulai, dia merasa bersyukur karena Seokmin masuk sebelum bel berbunyi.
Lelaki itu berjalan kearahnya dan duduk di kursi kosong yang berada di sebalah Yuna. Tentu saja hal itu membuat Yuna menaikkan sebelah alisnya.
"Tenang saja, Roa suka duduk dimana saja. Jangan khawatir." kata Seokmin yang seolah menjawab pertanyaan Yuna.
Padahal si gadis Choi itu sama sekali tidak melontarkan satu kalimat pun dari mulutnya. Inilah salah satu hal kecil milik Seokmin yang membuat hati Yuna selalu merasa tersentuh. Laki-laki itu sudah mengetahui isi hati Yuna tanpa perlu mendengar apa yang Yuna akan katakan padanya.
"Aku merindukan momen seperti ini diantara kita." kata Seokmin sembari menggenggam tangan Yuna.
Mata Yuna tidak bisa berhenti menatap sisi samping dari wajah Seokmin. Dia ikut tersenyum dan setuju dengan apa yang laki-laki itu katakan.
"Aku juga... Lega rasanya bisa kembali seperti dulu."
Selang perkataan tersebut, bel masuk berbunyi dan membuat keduanya harus melepaskan genggaman mereka satu sama lain. Ya, tentu saja mereka harus melakukannya karena sebentar lagi guru yang mengajar di jam pertama akan masuk dan memulai pelajarannya.
Dan mereka tentu tidak ingin dihukum untuk keluar kelas karena ketahuan bermesraan.
"Selamat pagi anak-anak, silakan buka buku kalian halaman tigapuluh empat. Kita akan memulai bab baru dalam pelajaran biologi ini."
Dan begitulah kelas mereka berlangsung. Untuk sejenak, Seokmin dan Yuna menghentikan kemesraan mereka untuk fokus kepada pelajaran. Dengan harapan, jam pelajaran cepat berakhir dan mereka bisa bebas saat jam istirahat tiba.
.
____________________
"Hey, lovebird.... Apakah kalian keberatan jika aku bergabung disini?"
Jangan ditanya siapa yang menanyakan hal itu kepada Yuna dan Seokmin, dia tentu saja Roa yang baru sampai di meja tempat Yuna dan Seokmin duduk dengan sebuah nampan berisikan makanan di tangannya.
"Ya, aku sangat keberatan."
"Seokmin... Jangan seperti itu, Roa... Duduklah, kau tidak mengganggu sama sekali." kata Yuna yang duduk berhadapan dengan Seokmin.
"Santai saja Yuna, Seokmin memang sedikit menyebalkan kepadaku. Aku sudah biasa dengan sikapnya itu." ujar Roa yang kini memilih duduk disamping Yuna.
"Senang rasanya kau mengenalku dengan baik." kata Seokmin menyindir. Dia kini menyeruput susu pisangnya sebelum berfokus kepada dua perempuan yang duduk di hadapannya.
"Aku dengar Cha Eunwoo mengajakmu berkencan, apakah itu benar?" tanyanya pada Roa.
Yuna yang kebetulan duduk disamping Roa mengangkat sebelah alisnya. Well, meskipun dia adalah murid baru di sekolah ini, tetapi dia mengenal siapa itu Cha Eunwoo. Tidak ada yang tidak mengenal laki-laki itu. Dia kingka sekolah! Mana ada satupun siswa di sekolah ini yang tidak tahu cerita tentangnya.
"Sebagian besar cerita itu bukan urusanmu. Tetapi karena kau bertanya, jadi aku akan menjawabnya dengan iya. Dia mengajakku berkencan." jawab Roa.
"Lalu, apakah kau menerima ajakan kencannya itu?" kali ini Yuna yang bertanya.
"Oh, tentu saja dia pasti menerimanya. Siapa yang tidak mau berkencan dengan seorang kingka seperti Cha Eunwoo? Meskipun Roa sendiri tahu laki-laki itu adalah seorang playboy." ujar Seokmin mengutarakan pendapatnya.
"Yak! Yuna bertanya kepadaku bukan padamu! Jangan sembarangan kalau bicara!" bentak Roa yang merasa tak suka.
Seokmin tertawa puas melihat Roa yang kesal, sementara Yuna yang duduk disamping Roa mencoba menenangkan gadis yang tengah emosi itu dengan menepuk-nepuk pelan punggungnya.
"Kau ini suka sekali meledek orang..." ujar Yuna pada Seokmin. "Pasti Roa punya jawabannya sendiri, oleh karena itu dia tidak langsung mengutarakannya. Benarkan Roa?"
Mata milik Yuna kini jatuh pada Roa yang sudah melunak. Gadis itu melihat ada semburat merah muncul di pipi Roa yang makin membuat Yuna penasaran.
"Sebenarnya ini rahasia... Dan aku harap kalian bisa menjaganya." kata Roa. "Terutama kau! Aku tidak bisa mempercayaimu bisa menjaga rahasia ini."
Seokmin mengangkat bahunya ketika Roa melayangkan tatapan mematikan kearahnya.
"Sudah, ceritakan saja. Seokmin tidak akan berani membeberkan rahasia orang, aku pastikan itu." yakin Yuna.
Roa menghembuskan nafasnya panjang sebelum bercerita kepada dua sejoli itu.
"Kalian pasti tidak percaya kalau sejak awal masuk sekolah ini aku sudah menyukai Cha Eunwoo..."
"Mwo??!"
"Yak! Pelankan suaramu Lee Seokmin!"
"M-mwo? Apa kau serius?" tanya Seokmin yang telah memelankan nada bicaranya.
"Apakah aku terlihat bercanda?" tanya balik Roa.
"Woaw.... Hebat sekali. Aku tidak menyangka gadis sok jutek dan sok keren sepertimu rupanya menaruh hati kepada laki-laki sepertinya hahahahahaha...." tawa Seokmin terbahak-bahak.
Tentu saja Roa jengkel dengan ledekan dan tawa Seokmin yang bagaikan menghinanya. Perempuan itu bahkan beberapa kali melempari Seokmin dengan sereal tanpa susu yang akan dimakannya tadi.
Namun lemparan-lemparan sereal itu tidak membuat Seokmin berhenti tertawa. Dia tetap menggoda Roa sambil menghindari lemparan sereal dari temannya itu.
"Yak! Hentikan Roa-ya, Seokmin-ah, kalian berdua seperti anak kecil." pinta Yuna.
"Ish, pacarmu ini harus diberikan pelajaran Yuna! Apa dia tidak bisa barang sehari saja tidak menyebalkan?" tutur Roa tanpa menghentikan aksinya.
"Akh!"
"Kena kau!" kata Roa puas karena sasarannya mengenai mata Seokmin.
"Arrghh..." Seokmin menjerit sambil memegangi kepalanya kesakitan.
"Seokmin-ah, kau kenapa?" tanya Yuna.
"Dia sedang berpura-pura Yuna-ya, biarkan saja." jawab Roa yang kelewat kesal.
Tetapi laki-laki yang duduk di hadapan mereka masih saja mengeluh kesakitan, bahkan sampai tersungkur ke lantai dengan kedua tangan yang masih memegangi kepalanya.
"Seokmin!!!" Yuna menjerit dan beranjak dari tempat duduknya.
Gadis Choi itu menghampiri Seokmin dan mencoba untuk menahan tubuh Seokmin bisa bangkit dari posisinya yang sekarang.
Melihat bahwa Seokmin tidak berpura-pura, Roapun ikut membantu Yuna dan membanjiri pertanyaan kepada Seokmin.
Seperti ada apa dengan dia? Kenapa dia kesakitan?
Sejenisnya.
Tapi Seokmin tidak menjawabnya melainkan terus mengeluh sakit yang sangat teramat di kepalanya. Alhasil dengan usaha keras, kedua perempuan itu memapah Seokmin menuju ruang kesehatan.
Sungguh, Roa tidak mengira kalau Seokmin bisa tiba-tiba kesakitan seperti itu. Dia yakin kalau lemparan serealnya tidak akan mengakibatkan rasa sakit yang sampai seperti itu Seokmin alami.
Sedangkan disisi lain, Yuna hanya berusaha menahan airmatanya. Dia terlalu cemas hingga tidak bisa mengontrol emosinya.
____________________
"Sepertinya dia harus dilarikan ke rumah sakit." kata suster penjaga ruang kesehatan setelah memeriksa kondisi Seokmin.
"Ru... Rumah sakit? Memangnya apa yang terjadi kepadanya? Kenapa dia harus dibawa ke rumah sakit?" tanya Roa.
"Saya tidak tahu pasti, tetapi melihat gejala yang seperti ini, saya tidak bisa mengambil tindakan lebih." jawab sang suster. "Saya sudah menelfon ambulans, mungkin sebentar lagi akan datang. Kalian berdua sebagai teman dekat harus ikut pergi ke rumah sakit menemaninya, dan jangan lupa menghubungi wali dari Seokmin. Nanti urusan perizinan keluar dari jam sekolah akan saya tangani."
Penuturan sang suster itu makin membuat Yuna bingung. Tentu saja dia bertanya-tanya kenapa Seokmin harus segera dilarikan ke rumah sakit. Padahal sejak pagi tadi laki-laki itu baik-baik saja, pasti ada sesuatu yang ganjil.
"Yuna..."
"N.. Ne?"
"Ayo, ambulansnya sudah tiba. Kita harus membawa Seokmin ke rumah sakit." ajak Roa.
Kini, untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepada Seokmin, Yuna harus ikut pergi ke rumah sakit.
Ya, hanya ini satu-satunya jalan.
"Ne. Kaja!"
.
Sesampainya di rumah sakit, Seokmin yang masih mengeluh kesakitan segera dilarikan ke unit gawat darurat. Tentu saja Yuna dan Roa tidak dapat ikut masuk ke dalam ruangan tersebut. Yang terakhir mereka lihat adalah ketika Seokmin disuntik oleh obat bius sebelum pintu ruang unit gawat darurat tertutup.
Kedua perempuan itu kini duduk dijejeran bangku yang tersedia untuk pengunjung. Yuna memeluk erat Roa seolah meminta temannya itu untuk membantu menenangkannya. Begitupula Roa, yang membalas pelukan Yuna.
Dia berkali-kali mengatakan perkataan maaf karena merasa bersalah kepada Seokmin, seharusnya dia tidak melempari Seokmin dengan makan siangnya. Tetapi Yuna mengatakan kalau apa yang Roa lakukan itu bukan penyebab dari kesakitan yang Seokmin rasakan.
"Permisi, dimana wali dari pasien Lee Seokmin?" tanya seorang suster yang keluar dari ruangan unit rawat darurat dimana Seokmin berada.
Roa dan Yuna saling menatap satu sama lain, ah... Mereka belum menghubungi orangtua Seokmin. Menangkap kedua gadis yang tidak memberinya respon, suster tersebutpun mulu menjelaskan,
"Kalian lebih baik segera menghubungi wal dari pasien. Tim medis sudah selesai menangani pasien Lee Seokmin, dan ada beberapa prosedur serta administrasi yang harus diurus oleh walinya. Dan, ada juga yang ingin dokter sampaikan kepada wali dari pasien." terangnya. "Jika walinya sudah datang, katakan padanya untuk ke bagian administrasi. Terimakasih."
Setelah suster itu berlalu, Yuna menyerahkan ponsel milik Seokmin yang tadi terjatuh saat Seokmin mulai merasakan kesakitan di kepalanya kepada Roa.
"Aku yakin Seokmin menyimpan nomor orangtuanya, telefonlah mereka." ujar Yuna.
Tanpa basa-basi, Roa langsung mencari kontak dari orangtua Seokmin. Ketika dia menemukan caller id bernama 'Eomma', dia langsung menghubungi nomor tersebut. Dia yakin, itu adalah nomor dari nyonya Lee, ibu Seokmin.
"Yeoboseyo... Apakah ini benar nomor telefon dari nyonya Lee? Ibunya Seokmin?"
"..."
"I.. Ini saya Roa, teman sekelas Seokmin. Saat ini Seokmin dilarikan ke rumah sakit Sungak. Saya tidak bisa menjelaskan lebih detailnya karena dokter ingin mengatakannya langsung kepada anda."
"...."
"Ne. Baiklah."
Setelah panggilan terputus, Yuna menanyakan kepada Roa apa yang dikatakan oleh nyonya Lee lewat panggilan telefon tersebut.
"Dia bilang akan segera kemari. Lebih bak kita menunggu kedatangannya." jawab Roa.
Yuna sebenarnya ingin melakukan hal demikian. Tetapi dia takut. Dia takut untuk bertemu dengan orangtua dari Seokmin. Mengingat terakhir kali dia bertemu dengan orangtua Seokmin saat mereka masih tinggal di Jeolla Selatan, wajah dari nyonya Lee terlihat tidak suka dengan hubungan diantara Yuna dan anaknya.
.
___________________
Sekitar satu setengah jam menunggu, nyonya Lee datang dengan langkah yang tergesa-gesa. Yuna yang mengenali wajah dari wanita tersebut langsung berdiri dan menghampirinya bersama Roa.
Terkejut.
Begitulah ekspresi yang dikeluarkan oleh nyonya Lee ketika melihat wajah dari Yuna. Dia benar-benar tidak menyangka kalau bisa bertemu lagi dengan perempuan yang tidak disukainya itu.
Ada banyak sekali pertanyaan dalam benak nyonya Lee tentang Choi Yuna, terutama alasan kenapa gadis itu bisa berdiri di hadapannya saat ini.
"Lebih baik kalian berdua kembali ke sekolah dan melanjutkan pelajaran. Saya sudah disini dan akan mengurus semuanya. Terimakasih sudah mau membantu." ujar nyonya Lee.
"Ne. Kalau begitu kami permisi dulu." kata Roa yang mewakili mereka berdua.
Selepas perginya kedua perempuan itu, nyonya Lee langsung pergi ke bagian administrasi untuk mengurus semua pembiayaan dan prosedur yang telah tim medis lakukan kepada anaknya.
Setelah selesai, suster yang menangani biaya administrasi tersebut mengatakan kepada nyonya Lee untuk menemui dokter yang menangani Seokmin. Mengingat dokter tersebut ingin memberitahu sesuatu yang penting kepadanya.
Langsung saja nyonya Lee melangkahkan kakinya menuju ruangan dokter Nam.
"Permisi, dokter Nam?" panggil nyonya Lee yang baru saja membuka pintu dari ruangan dokter tersebut.
"Ne. Anda pasti ibu dari pasien Lee Seokmin." sambut dokter Nam yang kini mempersilakan masuk nyonya Lee ke dalam ruangannya. "Silakan duduk."
"Sebenarnya apa yang terjadi kepada anak saya?" tanya nyonya Lee yang sangat penasaran.
Dokter Nam menghela nafasnya. Dia mengeluarkan sebuah hasil scan dari tengkorak kepala Seokmin dan menyerahkannya kepada nyonya Lee.
Tentu saja nyonya Lee tidak mengerti dengan hasil scan tersebut karena dia bukanlah orang yang mengetahui dunia pendidikan kedokteran, oleh karena itu dokter Nam mulai menjelaskan apa maksud dari hasil scan tersebut.
"Anak anda, Lee Seokmin mengidap kanker otak. Setelah tim medis rumah sakit kami menyelidikinya lebih lanjut, kanker tersebut sudah mencapai stadium akhir." terangnya.
Nyonya Lee hanya terdiam dengan ekspresi terkejut. Bahkan di pelupuk matanya sudah terlihat dengan jelas bahwa sebentar lagi airmatanya akan jatuh.
"Ka.. Kanker? Kenapa baru sekarang penyakit itu diketahui? A.. Apalagi... Sudah stadium akhir..."
"Efek dan gejala dari kanker tersebut baru dirasakan oleh Seokmin belakangan ini. Oleh karena itu dia sering sekali mengalami sakit kepala yang teramat parah baru-baru ini." jawab dokter Nam. "Kasus yang Seokmin alami cukup langka dan mungkin hanya ada sepuluh dari seratus ribu orang di dunia ini mengalami hal yang sama dengan Seokmin. Oleh karena itu, penanganan intensif harus sesegera mungkin kami kerahkan."
Tak ada kata lagi yang keluar dari nyonya Lee selain derai airmata dan isakan. Dia benar-benar tidak menyangka kalau anaknya akan bernasib seperti ini. Dia merasa telah gagal menjadi orangtua yang baik untuk Seokmin.
Dia terlalu sibuk mengejar uang dan harta ketimbang kebahagiaan sang anak. Dan kini, Tuhan telah mengetuk pintu kesadarannya lewat penyakit mematikan yang diderita oleh Seokmin.
"Anda harus tabah dan menjadi orangtua yang kuat untuk anak anda... Dia membutuhkan dukungan dan bantuan anda untuk melewati masa-masa yang berat ini nyonya Lee."
Tidak ada respon yang diberikan oleh nyonya Lee. Dia terlalu larut dalam kesedihan yang baru saja menimpa keluarganya ini.
Di dalam hatinya dia bertanya-tanya, kenapa harus Seokmin yang harus menerima semua kesakitan itu?
Rasanya dunia yang tadinya indah itu seketika berubah menjadi terbalik. Semua keindahan itu lenyap begitu saja dalam sekejap, sama seperti sebuah sinar yang hilang ditengah gelapnya malam.
___to be continued.