Sepenggal Kisah Lama

By jiminparkian

1.4K 154 58

Jatuh hati tidak pernah bisa memilih. Tuhan memilihkan. Kita hanyalah korban. Kecewa adalah konsekuensi, baha... More

Rahasia (1)
Egois (1)
Egois (2)
Posesif (1)
Posesif (2)

Rahasia (2)

224 23 9
By jiminparkian

Raya menutup laptopnya dan memandang Diana yang datang menghampirinya dari kejauhan. Diana membanting tubuhnya dikursi tepat didepan Raya. Raya memicingkan matanya tampak serius meneliti Diana yang tiba-tiba secara pribadi menemuinya. Jujur aja nih, Diana dan Raya tidak terlalu dekat, namun Diana cukup tau permasalahan Raya dan Brian. Diana ini dekat sama Brian. Soalnya tetanggaan. Kayak Raya sama Kak Jeff.

"Hey, lo nunggu Brian?" ucapnya serabutan. Raya menghembuskannya tanda tak peduli. Menurutnya, omongan Diana ini omong kosong belaka. Bisa-bisanya nyeblak gitu aja. Nggak tau apa gara-gara kejadian dua hari lalu, Raya jadi malas dengerin nama 'Brian'.

"Nggak." ucap Raya singkat. Diana tersenyum dan menatap Raya misterius. "Apaan?" tanya Raya cepat.

"Yaampun, Ra. Gue tau kok lo suka Brian" ucap Diana asal. Raya menggeleng pelan dan mengalihkan pandangannya dari gadis aneh didepannya ini.


"Apasih, random banget lo tiba-tiba"

"Lo nggak niat mau confess duluan, Ra? I mean, maybe you can try? Nggak usah mikir jawaban dia sih. At least you try, right? Daripada ngeganjal terus"

"Gila ya lo?"

"Nih ya Ra. Gue juga dulu pernah kok. Dan efek baiknya, ternyata dia juga suka sama gue. See? You never know if you never try, Ra. Kalo emang jawabannya nggak sesuai ekspektasi lo, ya nggak apa-apa. Hitung-hitung buat ngelegain dada lo aja" jelas Diana.

"Sounds really simple when you say it," Raya menyambar tas-nya dan meninggalkan Diana yang kebingungan. Raya berjalan keluar kelas dan menemukan Wira berjalan kearahnya, namun sebelum Wira sampai, Raya langsung menariknya agar tidak masuk ke kelas dan menariknya menjauh dari kelas.

****
Wira mengumpat kearah Raya yang telah menariknya asal dan membawanya ke taman belakang sekolah. Para siswa-siswi memang jarang kesini karena suasananya kuno trus sepi lagi, cuma ada suara desiran danau kecil didepannya dan kicauan burung. Benar-benar senyap, sepi, dan tenang.

Wira menghembuskan nafasnya kesal dan menatap Raya yang tengah menikmati segarnya udara pagi ini.

"Lo ngapa bawa gue kesini deh?" tanya Wira. Raya menatap Wira singkat lalu mengalihkannya lagi. Raya mencoba membuka kembali otaknya tentang pertanyaan yang akan dia lontarkan.

"Wirㅡ menurut lo Brian lagi suka sama seseorang nggak? I mean, is she Diana or who?" tanya Raya. Wira mengangkat bahunya tanda tak tahu.

"Mana gue tau. Emang gue emaknya. Eh tapi kalo gue liat dia nggak ada tanda-tanda lagi suka sama orang sih. Dia kelihatan biasa aja, nggak tertarik sama cewek di sekolah. Selain Diana emang siapa yang sering ngomong sama dia. Tapi, ya nggak heran sih kan Diana tetanggaan tuh sama dia. Kali aja mereka gibahin cerita tentang Pak RT mereka atau apa gitu. You see?" jelas Wira. Raya sedikit mengangguk samar mengiyakan perkataan Wira.

"Pelajaran dimulai 10 menit kan?"

Wira mengangguk."Iya, kenapa?"

Raya menggeleng. "Tipsen dong Wir. Bilang aja gue di klinik apa dimana kek. Gue ngantuk. Gue cuma pengen duduk disini doang,"

Wira membulatkan matanya dan menggeleng tanda tak percaya. Is this real? Seorang Shanindya Rayana mau bolos? Gila gila.

"Widih udah stress lo? Males ah, ntar ketahuan, gue yang mati nih" tolak Wira.

Raya menatap Wira penuh permohonan, tapi ditatap tidak peduli oleh Wira. "Yaelah, Wir. Tolongin gue kek. Gue lagi nggak pengen belajar, sumpah. Daripada gue tidur lagi? Kena hukuman lagi? Lo tega?" ucap Raya.

Wira kembali menggeleng menolak permintaan Raya. "Au ah! Gue nggak tanggung jawab kalo lo kena detensi nih! Jangan bawa-bawa gue" ucap Wira sambil beranjak dari tempatnya menuju kelas. Raya menghembuskan nafasnya. Mungkin Wira kelihatan nggak mau nolong, tapi sebenarnya dia bakal ngelakuin walaupun takut.

****
Raya mengeluarkan iPod serta earphone nya yang berwarna putih dari dalam tasnya. Perlahan tangannya menggesek layar touch-screen iPod nya dan menemukan sebuah lagu. Ah, lagu kenangan.

I don't know how much longer that I have to endure
I've been hiding everything in my heart
Eveytime we meet
Everytime we face each other
Do you know how much I have to force myself?

Raya mencoba meresapi setiap jenjang lirik didalam lagu yang tengah ia putar. Otaknya terus mengarah kearah Brian. Apa begini? Lirik itu sangat mewakili bagaimana perasaannya terhadap Brian. Dulu.

Sangat tidak adil. Setiap kali mereka bertemu, setiap kali mereka berbicara, jantungnya seakan berolah raga didalam yang membuat sekujur tubuhnya berkeringat dingin. Sedangkan Brian? Mungkin dia hanya menganggap Raya itu angin lalu.

Can you hear that?
Can't you hear my heart calling for you, loving you?
But I can't reveal my true feelings to anyone
Can you hear that?
Waiting for you to feel it
I was hoping that you will realize someday

Bisakah Brian mendengarnya? Tidakkah dia mendengar hati Raya yang memanggilnya? Menyukainya? Tapi, Raya tidak bisa mengungkapkan perasaannya, udah berjalan tiga tahun. Apa Brian masih nggak mendengarnya? Raya hanya bisa menunggu Brian untuk merasakan itu. Merasakan cinta itu. Raya terus berharap bahwa suatu hari Brian akan menyadari itu semua.

Pengorbanan. Merasa tertekan selama ini karena ada seorang gadis didekatnya. Bisa tertawa bersamanya secara langsung. Berbicara secara leluasa kepadanya tanpa ada rasa takut akan gugup atau berdikusi tentang masalah apapun, layaknya teman biasa. Tapi hal itu seperti mustahil bagi Raya.

Seorang Shanindya Rayana tidak bisa melakukan itu semua selama Brian masih ada dihatinya. Raya bersumpah, perasaan itu belum hilang, padahal dia sudah mencoba sekuat tenaga untum melupakan Brian.

Though I love you
Though I feel your love
But deep down inside I can't dare to tell you
Everytime we meet
Everytime we face each other
Though I am different
Do you know how much I have force to myself?

Selama Raya masih mencintai Brian, selama Raya masih merasakan cintanya, jauh dilubuk hatinya, Raya sama sekali tidak punya sedikit keberanian yang bisa sekedar membuatnya mengungkapkan semua itu kepada Brian. Raya selalu berbeda dimata Brian. Berbeda akan segala hal.

Apa Brian tau seberapa banyak tenaga yang ia keluarkan Jawabannya adalah tidak. Tenaga yang tidak bisa dilihat ataupun dirasakan oleh orang lain. Tenaga yang membuat hatinya menjadi kepingan ketika melihat Brian dekat dengan gadis lain. Raya selalu berpikir apakah dia pantas menyukai Brian selama ini?

Can you hear that?
My heart is telling you I love you
But I can't reveal my feelings to anyone
My heart is still waiting you to feel it
I can only hope you will know it
That I'm here to love you
Anyway someday you will know


Apa sekarang Brian bisa mendengarnya? Hati Raya masih saja ingin mengungkapkan bahwa dia ingin mengatakan bahwa Raya menyukainya. Tapi, Raya sama sekali tidak bisa mengungkapkannya. Tidak bisa. Hatinya masih saja menunggu Brian untuk merasakannya.

Raya hanya bisa berharap Brian akan tau semua ini, bahwa Raya disini menyukainya. Ingin dia berteriak sekarang. Semoga suatu saat Brian tau. Suatu saat. Ya, mungkin suatu saat?

Tapi sekarang, tugasnya hanya perlu melupakan bayangan Brian dan namanya. Anggap saja dia tidak pernah mengenal atau mendengar nama seorang Briandra Risjad selama hidupnya.

Lagu ini benar-benar membuat Raya ingin sekali mengumpat kepada dirinya karena dia baru menyadari betapa bodoh dirinya. Apa yang sudah dia perbuat? Meratapinya? Menyesalinya? Atau mengirim surat bodoh dengan isi yang sama sekali tidak dimengerti?

Itu sama sekali tidak membuat Brian mengerti. Demi Tuhan. Hal itu benar-benar membuatnya frustasi. Entah Brian masih memikirkan surat bodoh yang dengan tidak sengaja dilempar Wira kearahnya atau tidak. Gila.

Hembusan nafas seseorang berhasil membuat Raya kaget dan segera menghindar karena refleks. Ya ampun, ternyata Jeff. Raya mencoba menormalkan tingkahnya agar tidak terlihat aneh didepan Jeff.

"Lo bolos ya, hmm?" tanya Jeffyang tengah menikmati hembusan angin sepoi-sepoi disini. Raya mengangguk pasti. Jevin sedikit terkekeh. Gadis unik. Pikirnya.

Raya menatap Jevin aneh "Lo bolos juga?". Jevin mengangguk sambil tersenyum.

"Sementang ketua BEM ya lo," ucapan Raya membuat Jevin seketika ingin tertawa selebar mungkin.

"Lah kenapa emang? Ketua BEM malah banyak stressnya loh. Dasar" ucap Jeff. Raya sedikit tertawa dan membuat Jeff pun ikut tertawa. Berbicara dengan Jeff seperti ini seakan membuat semua besi yang mengganjal di hatinya, tiba-tiba menjadi mencair seperti gunung gletser yang dicahayai matahari selama berpuluh-puluh tahun. Dingin. Lega.

***
H-1 sebelum wisuda
Bulan Oktober
Tahun 2013


Raya melangkahkan kakinya perlahan berjalan kearah taman belakang kampus. Dia sudah melihat Brian disana. Raya meremas tangannya perlahan. Dia takut ini akan memalukan. Namun, ini harus berakhir. Ya berakhir disini, sekarang juga.

Raya sudah memutuskan untuk mengakhiri kisah cintanya sekarang. Raya tidak peduli bagaimana hasilnya. Dia cuma ingin mengungkapkan perasaannya selama lima tahun terakhir. Persetan. Raya bahkan tidak mengharapkan balasan apa-apa. Brian hanya perlu mendengarkan ucapannya hingga akhir.

Raya melangkahkan kakinya kearah Brian. Brian menatapnya sejenak dengan aneh.
"Kenapa manggil gue kesini? Ada sesuatu yang penting?" ucap Brian.

Raya menarik nafasnya perlahan dan mencoba menatap mata sipit milik Brian.

"Penting buat gue, tapi nggak sebegitu penting buat lo" ucap Raya.

Brian menyerngit "Apa? Ini rahasia ya?" Raya mengangguk pelan.

Raya mengambil nafas dalam. Sungguh perlu memikirkan dengan matang dan penuh keberanian untuk sampai berada disini. Sekarang.

"Lo nggak perlu ngejawab. Lo nggak perlu ngomong apa-apa kok. Cukup dengerin gue ngomong, "

"Hm, okay?"

Raya mengambil nafasnya,
"Gue suka sama lo. Udah lima tahun. Sejak pertama kali kita bertemu pas kelas sepuluh, sampe sekarang,"

Raya menunduk. Dia nggak berani menatap Brian, "Tapi, semakin lama mata gue bisa melihat lo, rasa itu tumbuh terus menerus. Surat yang isinya 'this is a secret' itu dari gue. Entah lo udah tau atau belom, tapi itu surat yang paling bodoh yang pernah gue tulis.." Raya tertawa samar.

Apa yang harus dia ungkapkan lagi? Raya memberanikan dirinya untuk menatap Brian yang masih berdiri diam.

"Gue masih kepikiran pas tau lo nggak suka kenyataan kalo gue suka sama lo. Lo nggak perlu tau kenapa gue bisa tau. This is so fucking stupid, I know. Pernah nggak lo nungguin seseorang untuk balas perasaan lo, tapi lo nggak pernah berbuat apapaun? Gue ingat pas lo bilang bahwa lo nggak jadi ikut turnamen volli karena gue ikutan, ya walau pada akhirnya lo ikut bermain. Gue sakit dengernya, Bri. Lo terpaksa, kan? Gue tau.."

Raya menarik nafasnya lagi. Raya masih meremas tangannya untuk mengatasi rasa takut dan gugupnya yang sudah menyebar. Brian masih diam menatap Raya.

"Gue pindah ke Bali abis wisuda. Gue dapat tawaran kerja kesana. Nggak penting sih, tapi gue pergi lusa nanti. Gue udah usaha buat hilangin semua perasaan bodoh ini dan mencoba melupakan lo. Gue harap, lo juga akan melupakan semua tentang gue. Anggap aja lo nggak pernah kenal gue. Oh.." Raya merogoh saku celananya dan menemukan sebuah amplop berwarna biru.

"Ini warnanya biru. Warna kesukaan lo kan? Buka pas gue udah pergi nanti" ucap Raya mengakhiri perkataannya.

"Kenapa? Kenapa lo suka sama orang kayak gue?" Brian akhirnya membuka suara.

Raya tersenyum perlahan dan menggeleng, "Nggak tau. Bukannya kalo suka sama orang itu nggak pake alasan ya?" ucap Raya.

Ketika Brian ingin membuka suara, dengan cepat Raya memotong,
"Gue pergi sekarang deh ya. Makasih udah pernah ada dihati gue sebagai cinta pertama. I won't regret this,"

Raya tersenyum lalu berjalan menjauhi Brian, namun sebuah tangan kekar memegang pergelangan tangannya. Nggak. Jangan.

Raya membalikkan tubuhnya kembali menghadap Brian. Brian menarik Raya kedalam pelukannya.

Tidak. Raya tidak kaget. Kali ini dia pasrah walaupun dia akan mati sekarang. Raya diam. Tidak berontak atau membalas pelukan Brian.

Harum parfum Brian kini menyerbak kedalam tubuhnya membuat Raya mengingat kembali dimana saat hari-hari yang ia jalani ketika menyukai Brian.

"Makasih. Makasih udah suka sama cowo brengsek kaya gue selama tiga tahun. Dan maaf gue nggak bisa membalas perasaan ll, dulu" ucap Brian. Raya tersenyum kecil dan menyeka air matanya.

Raya menjauhkan jarak tubuhnya dengan Brian hingga pelukan hangat yang sangat amat langka untuk didapatkan pun hilang.

"Nggak perlu bilang makasih ataupun minta maaf. Gue pergi, ya" Raya berjalan meninggalkan Brian yang masih berdiri tegak tak tau harus berbuat apa. Entah apa yang dia pikirkan. Dia hanya bisa memandang punggung gadis itu yang semakin lama semakin menjauh darinya.

Brian akan kehilangan. Brian benar-benar akan kehilangan sosok gadis yang biasanya selalu menatapnya diam-diam atau bahkan tersenyum saat dia tertawa. Dia akan benar-benar akan kehilangan itu semua. Dan itu semua adalah akibat dari kebodohannya.

Bodoh karena dia terus berusaha untuk menyangkal bahwa dulu dirinya juga menyukai Raya. Bahwa dulu, dia juga tersenyum ketika Raya tertawa. Bahwa dulu dengan bodohnya dia menganggap bahwa perasaan sukanya terhadap Raya hanyalah rasa cinta monyet sekejap. Dulu.

Bodoh karena sekarang yang bisa dia lakukan hanyalah menatap kepergian Raya. Siapa lagi yang akan menatapnya diam-diam sekarang? Siapa lagi yang akan salah tingkah ketika dia menatap Raya kembali?

Everything happens for a reason.
Semuanya karena sebuah alasan. Alasan yang hanya seorang Brian yang tau. Alasan mengapa dia hanya bisa berdiam diri seperti patung menatap gadis yang dia sukai dulu.

Perlahan tangan Brian membuka sebuah kertas berwarna biru yang Raya berikan padanya.

"Dear, you.

You. Yes, you who read this stupid letter.

It might sounds so cringe right now. But, I will do it anyway.

Sorry.

Sorry, because I kept clinging into you.

Sorry, because I couldn't took my eyes over you.

Sorry, because I couldn't talk to you properly.

Sorry, because I acted like I don't care.

Sorry, because I felt so burden when you talked to someone else.

Sorry, because I don't have courage to say this properly to you.

Sorry, because I loved you for this whole five years.

And, Thank you.

For being a reason for me to woke up in the morning.

For being the only thing I want to see.

For being a reason for me to smile.

I don't know how to say this. I'm not a poetriest who can write you beautiful words.

But, here is the end.

Goodbye.

See you when I see you.

Brian.

And,

Will you keep this forever as a secret?

Jakarta, October 2013.
ㅡSR
"

✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨

1/5 💜

YEAY!
Jadi, ini kisah awal dari perjalanan cinta Raya & Brian. Nggak semua kisah cinta itu awalnya manis-manis. Contohnya mereka berdua.

This story is based on my true story.
Some of them are not tho, but mostly yes. It forced me to flashback to the time when I realized I was so fucking dumb.

📽 CREDIT :

Songs:

1. I Can't Make You Love Me - Bonnie Raitt

(Kalau kalian merasa ini sedikit kuno, coba dengar versi Shane Filan)

2. Marisa Sukosol - Someday (english translation)

📍 Visualisasi :

Shanindya Rayana

Dhirga Abriansyah

See you to the next chapter!

Continue Reading

You'll Also Like

221K 16.8K 28
Ratu Azzura, anak ketua mafia pecinta kedamaian yang hobinya menolong orang-orang dengan cara membully nya balik. Protagonis atau Antagonis? Entahlah...
2.4M 236K 58
📌Spin off "Kiblat Cinta". Disarankan untuk membaca Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengenal masing-masing karakter tokoh di dalam cerita Muara Kiblat...
193K 17K 48
Jika dirinya Bintang, Dia adalah Bulan. Jika dirinya Kakak, Dia adalah Adik. Lantas, kenapa sosok adiknya sangat berkuasa? ** Tara, begitulah orang m...
1.2M 23.4K 52
Gadis cantik yang masih duduk di bangku SMA terpaksa menjalankan misi misi aneh dari layar transparan di hadapannya, karena kalau tak di jalankan, ma...