"Bisa bangun ga?" tanya Dean.
"Eh? Bisa kok Kak," ucap Rara sambil berusaha berdiri namun ternyata kakinya sangat sakit, sepertinya ia keseleo.
"Lo keseleo ya? Sini gue bantu," ucap Dean hendak membantu Rara.
"Eh gausah kak, Rara masih bisa jalan kok," ucap Rara menolak lembut.
"Eh gapapa, biasanya cewe seneng loh gue pegang," ucap Dean bercanda.
"Maaf Kak Rara bukan mereka," ucap Rara.
"Yaudah gini aja, lo jalan tapi gue ikutin di belakang ngawasin lo sekalian bawain buku yang tadi lo bawa," ucap Dean. Mendengar kata 'buku' Rara menjadi teringat tugasnya tadi yang harus membawakan buku tersebut ke ruang guru jika telat nanti Rara akan kena marah.
"Aduh Kak gapapa sini aja sama Rara bukunya. Mau Rara kumpulin ke Bu Sita nanti dimarahin kalau telat," ucap Rara panik. Dean langsung mengambil alih buku yang dipegang Rara.
"Biar gue aja, lo tunggu disini," ucapnya lalu pergi ke ruang guru untuk mengumpulkan tugas kelasnya Rara.
"Eh kok kamu yang bawa tugas ini sih?" tanya Bu Sita heran.
"Tadi sama anak kelas itu yang bawa cuma yang bawa buku ini tadi keseleo, kebetulan saya lewat," jelas Dean.
"Ouh begitu. Memang siapa yang bawa tugas ini?" tanya Bu Sita.
"Cewe yang waktu itu ibu suruh manggil saya di kelas," ucap Dean.
"Ouh Rara? Eh kata kamu dia keseleo? Terus sekarang dimana?" tanya Bu Sita berubah menjadi panik.
"Ada bu di lorong, saya suruh tunggu," ucap Dean santai.
"Ih kamu bukannya dibawa ke UKS juga," tegur Bu Sita.
"Ya maaf bu, lagian kalau saya ke UKS dulu, kasian tugas yang dibawa dia telat dikumpul," ucap Dean.
"Ya kamu lebih mementingkan tugas bukannya orang sakit," ucap Bu Sita.
"Iya bu maaf," ucap Dean. Lalu Bu Sita pergi untuk menemui Rara.
"Rara gapapa?" tanya Bu Sita.
"Eh ibu, gapapa kok bu," ucap Rara sopan.
"Mari ibu antar kamu ke UKS biar di urut," ucap Bu Sita. Mereka pun pergi ke UKS dengan Dean yang masih mengikuti mereka.
"Yan, tolong panggilkan Pa Agus!" suruh Bu Sita.
"Iya bu," ucap Dean.
Setelah datang Pak Agus, Rara lalu diurut. Untungnya Rara segera diurut soalnya jika telat sedikit saja akan bengkak dan sembunya lama. Asal kalian tahu, di urut bekas keseleo itu sakit banget Rara sampe teriak-teriak saking gakuatnya nahan sakit malah sampai keluar air mata. Kalo kalian mau bilang alay, mending cobain keseleo terus diurut.
"Rara bisa jalan ke kelas?" tanya Bu Sita khawatir.
"Bisa kok bu," ucap Rara.
"Yasudah kalau begitu ibu mau balik lagi ke kantor," ucap Bu Sita dengan berat hati meninggalkan Rara.
"Iya bu terimakasih, maaf sudah merepotkan ibu dan Kak Dean," ucap Rara sopan. Dan diangguki oleh Dean.
"Tidak apa-apa," ucap Bu Sita.
Rara kembali ke kelas dengan berjalan pincang-pincang. Untung saja ia cepat di urut. Lagian siapa suruh tali sepatu tidak diikat lalu menginjaknya pula. Bikin malu saja, ditambah sakit pula.
"Ra lo darimana sih?" tanya Lyra saat Rara sampai di kelas.
"Gue jatuh tadi keseleo pas mau nganterin buku ke Bu Sita," ucap Rara.
"Terus sekarang lo gapapa?" tanya Nanda dengan nada terkejut dan khawatir.
"Engga, tadi udah di urut sama Pak Agus," ucap Rara.
"Ouhh syukur deh, jadi kalau bengkak gaakan lama," ucap Lyra.
"Emang lo pernah keseleo?" tanya Rara pada Lyra.
"Engga hehe," ucap Lyra.
"Yeuu tol*l," maki Nanda.
"Hus bahasane," tegur Dina.
"Kaya yang engga aja lo," ucap Nanda.
"Hehe," Dina cengengesan.
Karena guru tidak ada, mereka bersama-sama ke kamar mandi untuk ngadem. Namun saat turun tangga, dari bawah ada Dean. Sehingga mereka berpapasan.
"Masih sakit?" tanya Dean.
"Udah mendingan," jawab Rara.
"Gws," ucapnya lalu melanjutkan menaiki tangga.
"Ra? Itu Kak Dean kan?" tanya Dina bingung.
"Anjir kok dia bisa tau lo sakit?" tanya Dina heran.
"Tadi gue ditolongin dia," ucap Rara santai.
"Wih beruntung banget emang lo Ra. Nih ya asal lo tau, Kak Dean emang ramah terus baik lagi. Tapi Kak Dean ga pernah nanyain keadaan cewe?!" ucap Dina histeris.
"Ih lebay deh lo, lagian lo tau darimana kalo Kak Dean ga pernah nanyain cewe?" tanya Nanda.
"Ya biasa dari fans nya Kak Dean," ucap Dina.
"Ish dasar tukang gosip," ucap Lyra.
Lalu mereka pun melanjutkan berjalan menuju kamar mandi. Memang dasar menyebalkan mereka itu. Ngobrol di tangga, sehingga banyak orang yang lewat situ terhalang jalannya karena mereka.
Jam pelajaran banyak sekali yang kosong, dikarenakan gurunya ada rapat. Sehingga banyak anak yang berkeliaran di lingkungan sekolah pada saat jam pelajaran berlangsung. Tak terkecuali Rara, Dina, Lyra, dan Nanda. Mereka sedang nongkrong di koperasi sambil menonton TV yang ada di sana.
"Teh beli buku big boss 1," ucap seseorang. Namun keempat orang itu tetap asik menonton TV.
"Empat ribu lima ratus," ucap teteh penjaga koperasi. Lalu orang itu memberikan uang lima ribu.
"Heh ngapain disini?" ucap orang itu kepada Rara.
"Nonton la-," ucapan Rara terpotong.
"Eh kak, jajan?" tanya Rara basa-basi.
"Ini beli buku," jawab Dean.
"Duluan!" seru Dean sambil berlalu pergi.
"Ra lo ketemu terus sama Kak Dean deh kayaknya," ucap Lyra.
"Iya anjir sampe bose gue," ucap Rara.
"Eh balik yuk! Udah mau bel pulang," ajak Nanda pada yang lain.
"Teh! Makasih ya TV nya hehe, kita ke kelas dulu," pamit Rara.
"Iya sama-sama," ucap teteh penjaga Koperasi.
Mereka kembali ke kelas. Ternyata di kelas sedang ada sosialisasi pengumuman seleksi olimpide semua mata pelajaran. Dean yang memang anggota dari olimpiade ada di sana.
"Anjir udah ada di sini lagi Kak Dean," celetuk Dina.
"Hush," tegur Lyra. Lalu mereka masuk ke kelas.
"Jadi ada yang mau ikut seleksi olimpiade?" tanya salah satu kaka kelas perempuan. Hampir satu kelas mengacungkan tangannya. Memang di kelas Rara ini banyak sekali anak yang pintarnya. Namun, tetap ada juga anak yang malas.
"Eh disini ada yang namanya Fahira?" tanya seorang yang ikut dengan mereka. Lalu Rara mengacungkan tangannya.
"Lo ikut ya! Amanat dari Bu Sita. NEM lo gede terus nilai rapot lu juga mulus," ucapnya.
"I-iya kak," jawab Rara. Sebenarnya Rara tidak mau mengikuti olimpiade. Ia ingin fokus belajar saja tanpa ikut lomba-lomba lagi seperti saat di sekolah menengah pertama. Namun, apalah daya ia yang tidak bisa menolak amanat Bu Sita.
Lalu mereka diberi soal latihan yang harus mereka isi saat itu juga dengan waktu 10 menit. Soalnya hanya satu namun beranak tiga. Semua soalnya matematika. Karena katanya matematika itu ilmu dasar dari segalanya.
"Okey, karena waktunya sudah habis silahkan dikumpulkan!" perintah Dean. Lalu ia mengambil satu persatu kertas dari mereka. Saat mengambil kertas dari Rara, Dean menanyakan keadaan Rara.
"Masih sakit?" tanyanya.
"Udah mendingan," ucap Rara. Setelahnya Dean berlalu mengambil kertas yang lain.
Tak lama setelah itu bel pulang pun berbunyi. Menandakan waktu sekolah hari ini sudah habis. Semua murid mulai sibuk untuk meninggalkan sekolah.
"Pulang sendiri?" tanya Dean saat menuju gerbang.
"Engga Kak, tadi minta jemput,"
"Sama siapa? Pacar?" tanyanya. Entah mengapa Dean menjadi lebih banyak bertanya kepada perempuan. Padahal ia tidak pernah membuat suatu obrolan dengan perempuan kecuali perempuan itu yang memulainya terlebih dahulu. Apa mungkin ada yang salah dengan dirinya kali ini? Entahlah rasanya ia sangat ingin melakukan hal itu.
"Bukan, sama ayah," ucap Rara santai.
"Eh kak itu ayah udah dateng, Rara duluan ya," pamit Rara.
"Iya hati-hati Ra!" ucap Dean. Lalu ia pun melanjutkan jalannya menuju parkiran.
"Kak boleh nebeng?" ucap seseorang di samping motor Dean.
"Aduh maaf gabisa saya ada perlu," ucap Dean formal. Karena jika ia menggunakan lo-gue Dean takut perempuan itu kecewa.
"Yah, yaudah kalau begitu lain kali ya kak," ucap perempuan itu. Di dalam hati Dean bingung, siapa perempuan itu? Mengapa ia ada di dekat motornya? Kenal saja tidak kok minta nebeng.
"Bro!" panggil seseorang yang ternyata Gilang.
"Jadi latihan kan ntar jam 4?" tanya Gilang.
"Jadi, gue pulang dulu mau ganti baju," ucap Dean.
"Oh oke gue sama yang lain nunggu disana ya," ucap Gilang lalu pergi.
Dean pun melajukan motornya membelah jalanan kota di sore hari menuju rumah.
TBC