Guys, kalian tahu kan cerita ini cerita fiksi?
Maafkan kalo emang ada yang nggak mungkin atau ngga sampai di penalaran kalian, toh namanya juga fiksi :( aku harap kalian ngerti, aku pengen banget ngedit ulang dari chap awal. Tapi nanti ceritanya jadi beda dong.
Huhu maafin aku :"(
Happy reading❤💕
.
.
.
.
.
.
.
.
__________________
Sang rembulan sudah memunculkan dirinya, menandakan hari sudah malam. Jalanan sudah lah sepi, menyisakan pemuda yang masih setia duduk di halte bis.
Angin malam berhembus lumayan kencang, hujan rintik turut menemaninya. Suhu malam ini sangat lah dingin.
Minho memasukkan kedua tangannya pada kantung hoodie, ia sangat kedinginan malam ini. Minho sungguh tidak punya tujuan, perasaannya juga terlihat tidak enak.
Seperti akan ada kejadian yang lebih buruk menimpanya, tapi Minho tidak ingin terlalu memikirkan hal itu.
Handphone di saku celana nya berdering, ia segera mengambil benda persegi itu untuk melihat siapa yang menelfon nya.
Nama Hwang Hyunjin tertera di layar hp nya, ia segera mengangkat telfon tersebut.
Beberapa menit setelah Minho menutup telfon itu, ia segera berlari meninggalkan halte.
Tidak peduli hujan yang semakin deras mengguyur tubuhnya, yang paling penting sekarang ia harus menemui Hyunjin untuk meminta kepastian.
-3-
Minho berlari di koridor rumah sakit tidak memperdulikan bajunya yang lembab habis terkena hujan, ia menuju ruang inap bernomor 325 seperti yang Hyunjin katakan.
Padahal ini bukan lah waktu kunjung untuk pasien, karena ini sudah jam 10 lewat 25 malam. Awalnya Minho tidak diperbolehkan masuk, sampai dirinya mengaku sebagai teman Hyunjin, barulah ia diperbolehkan mengunjungi pasien.
Minho terdiam sebentar di depan pintu kamar bernomor 325 itu, ia ragu untuk memutar knop pintunya.
Dengan mengumpulkan keberaniannya, akhirnya ia masuk ke ruangan itu. Hening menyapanya, kamar itu sudah gelap. Hanya lampu tidur lah yang meneranginya.
Dari sini Minho dapat melihat Jisung yang tertidur pulas dan orang asing yang duduk tertidur sambil menggenggam tangan Jisung.
Entah kenapa dada Minho terasa sesak, ia hanya mematung di depan pintu itu.
"Sakit? Lo sih kebanyakan alasan. Dia udah diambil orang duluan baru lo nyesel." Hyunjin tiba-tiba di belakang Minho, Minho segera berbalik dan menutup kembali pintu kamar Jisung.
Keduanya memilih duduk di kursi tunggu, sambil memikirkan sesuatu.
"Lo tau nggak sih? Kalo bukan karena lo sahabat gue, gue udah ngerebut Jisung dari lo." Minho langsung menatap nyalang Hyunjin.
"Gue udah lama suka sama Jisung, waktu lo bawa dia ke hotel cuman buat taruhan. Entah kenapa rasanya dada gue sakit banget. Ditambah dia hamil, lo tau kan sakitnya!?" nada bicara Hyunjin semakin meninggi dan menggema sepanjang koridor rumah sakit.
Minho terdiam mendengar itu.
"Gue beneran sayang ama Jisung, lo kira gue main-main!? Kalo lo juga sayang Jisung kenapa nggak dari dulu lo ngejer dia!?" Minho ikut meninggikan suaranya, ia tidak ingin menjadi pihak yang disalahkan disini.
Hyunjin menarik kerah hoodie Minho, lalu menatap tajam tepat di mata Minho.
"Karena gue tau, kalo dia nganggap gue nggak lebih dari sahabat! Dan gue juga masih ngehargain lo, tapi lo dengan seenaknya nyakitin dia! Lo kemarin jalankan sama cewek lain!?" Hyunjin benar-benar kesal dengan sahabatnya itu.
Minho terdiam sebentar, Hyunjin pun melepaskan tangannya dari kerah Minho.
"Kalo lo nggak tau apa-apa lebih baik diam!"
Selanjutnya terjadi perkelahian di antara mereka, keduanya saling menumpahkan amarah dalam pukulan masing-masing.
Entah kemana perawat yang biasanya menjaga, tidak ada yang melerai keduanya.
"Kak Minho, Hyunjin!? Berhenti!" Jisung berdiri tepat di depan pintu. Ia terkejut melihat wajah keduanya yang sudah babak belur.
Kedua dominan tersebut pun menghentikan adu pukulnya, lalu serentak menatap Jisung yang wajahnya menunjukkan raut khawatir.
"Kak Minho apaan sih!? Dateng-dateng malah mukulin Hyunjin!?" Jisung menyalahkan Minho karena menurut Jisung, Minho lah yang salah disini.
"Hyunjin balik ke ruangan aja sana, bentar lagi Jeongin dateng. Biar aku suruh dia obatin." Ucap Jisung pada Hyunjin, Hyunjin pun meninggalkan mereka berdua.
Lalu suasana semakin mencekam, Minho menundukkan kepalanya. Tidak berani melihat Jisung.
"Kak Minho mau apa? Mending pulang sana kak, gausah datengin aku." Ucap Jisung dengan wajah kecewanya.
"T-Tapi Sung, kakak kangen kamu." Ucap Minho yang kini menatap mata Jisung.
"Cih, kenapa bukan pacar lo aja kak yang lo kangenin? Pergi sana." Setelah mengucapkan itu, Jisung menutup pintu ruang inap nya.
Katakan lah Jisung kekanakan karena tidak mendengarkan penjelasan Minho, tapi semua itu ada alasannya.
Semua orang yang disayangi Jisung selalu menipu dirinya dengan mengatakan bahwa mereka mencintai nya.
Termasuk.. Orang tua kandungnya.
-3-
"Kenapa bisa memar gini kak?" Jeongin mengobati luka Hyunjin, ini sudah jam 1 pagi.
Awalnya Jeongin datang untuk menemani Jisung tapi Jisung malah menyuruhnya mengobati Hyunjin.
"Shh- pelan Jeong." Hyunjin meringis saat Jeongin menekan sudut bibirnya yang berdarah.
"Ini semua gegara Minho." Lanjut Hyunjin.
Dan Jeongin malah menekan kuat luka Hyunjin, membuat pemuda itu menjerit kesakitan.
"Yak! Sakit njing!" Jeongin sadar sudah membuat Hyunjin makin sakit, ia segera meminta maaf.
"Eh iya maaf kak! Habisnya Jeongin kesel ama yang namanya Minho Minho itu." Ucap Jeongin yang kini mem-plaster luka Hyunjin.
Setelah siap mengobati luka Hyunjin, Jeongin duduk di sofa bersebelahan dengan Hyunjin.
Keduanya kembali terlarut dalam pikiran masing-masing.
"Jeong-- jadi pacar kakak yuk?" Hyunjin mengatakan itu secara tiba-tiba, Jeongin yang mendengar nya terkejut.
Tapi Jeongin mencoba tenang, dan tatapannya menjadi tajam.
"Apa ini salah satu rencana kakak buat menangin taruhannya? Kakak dapetin aku, terus kakak tidurin aku, lalu kakak ninggalin aku. Gausah licik kak, aku udah tau semua yang kalian lakuin. Sampai kak Jisung hamil dan kak Felix menghilang." Jeongin bangkit dari duduknya, dan berjalan ke arah pintu.
Tak berapa lama, ia merasa punggungnya sakit terbentur dinding. Hyunjin mendorongnya kuat dan mengunci pergerakannya.
Tubuh Jeongin terlalu kecil, dirinya tidak bisa lepas dari kukungan Hyunjin. Jeongin meronta-ronta agar Hyunjin melepaskannya.
"Lo bisa diem nggak?" Kata-kata Hyunjin pelan namun menusuk. Jeongin mendadak terdiam, ia takut drngan Hyunjin sekarang.
"Turutin perintah gue, atau gue bakal ngelakuin yang lebih?"
Oh Tuhan, selamatkan lah Jeongin sekarang. Ia tidak ingin berakhir seperti kakak nya.
Kepala Jeongin mendadak sakit, nafasnya tersendat-sendat.
"Cih culun. Turutin perintah gue, atau lo bakalan habis?"
Entahlah, tapi Jeongin seolah mendengar kata itu. Tubuhnya bergetar sekarang, masa lalu kembali menghantui nya.
Hyunjin sadar akan hal itu, ia juga dapat melihat Jeongin yang perlahan menangis.
Hyunjin tahu bahwa yang dia lakuin terlalu berlebihan dan mencoba membawa Jeongin duduk kembali di sofa.
Namun, Jeongin menepis tangan Hyunjin.
"Jangan sentuh Jeongin!" Jeongin berjongkok dan menyilangkan kedua tangannya seakan-akan memeluk dirinya sendiri. Tubuhnya bergetar hebat dan air mata terus mengalir di pipinya.
TBC
Yey aku kembali :* apa ada yang sabar nunggu cerita ini? :(
Huhuu kek nya aku lama banget ya hiatus nya :(
Alhamdulillah aku bisa ngerjain semua soal UN :( Makasih buat kalian yang semangatin aku!
Maaf nggak bisa balas komen kalian satu-satu, tapi jujur aku makasih banget ama kalian semua.
Makasih buat yang selalu baca cerita aku dan ngedukung aku, aku sayang kalian!!
Dan aku janji kan bakal double up sama special Chap?
Aku up nya nanti setiap 1 jam sekali.
Dan untuk special chap, couple nya itu Minsung ama Changlix.
See you!!♥♥