Pak Purnomo ditemani si bungsu bernama Qiyala sampai dirumah sakit tempat dirawat istrinya beserta keluarga. Ketika bertemu Halimah, halimah menceritakan apa yang telah terjadi dan menenangkan Dika seraya berkata. "Dika, semua yang hidup pasti akan meninggal itu sudah ketentuan dari yang maha kuasa. Silahkan kamu bersedih tapi jangan berlarut-larut Nak, kamu kepala keluarga disini maka kamu yang harus lebih kuat."
Mendengar itu semua Dika tersadar jika ia selemah ini bagaimana ia bisa menyemangati istrinya nanti untuk menerima kenyataan bahwa Nadila anaknya telah tiada, lalu ia mengusap air matanya dan berdiskusi untuk mengurus pemakaman anaknya.
Dika membawa bayinya pulang ditemani oleh Pak Kariman, Pak Orland dan Pak Purnomo sedangkan Bu Halimah dan Qiyala menemani Bila dirumah sakit.
"Ayah, Bolehkah Nila ikut ayah menemani dedek bayi?." Pintanya yang masih bingung dengan kata-kata ayahnya dimana Adiknya sudah pergi ke surga tapi ia masih melihat adiknya digendongan ayahnya. Dika menyetujui dan berangkatlah mereka pulang.
Bila yang telah sadar kembali menjerit memanggil-manggil anaknya, Halimah berusaha menenangkan tapi Bila sangat tergoncang dengan kenyataan ini.
"Bila, bila tenangkan hatimu Nak. Ikhlaskan kepergian anakmu Nak." Pinta ibunya.
"Kenapa kebahagiaan yang ku Terima secepat ini Bu, kenapa?." Tanyanya dalam tangisan.
"Setiap ada kesenangan pasti ada kesulitan dan setelah ada kesulitan pasti ada kesenangan, kamu jangan lupa itu Kak." Jawab Qiyala yang ikut menenangkan kakaknya ini.
"Lalu sekarang dimana Mas Dika dan Anakku Bu?." Tanyanya kembali. Bu halimah menjelaskan bahwa Dika sedang melakukan proses pemakaman bayinya, ia sebenarnya ingin melihat bayinya untuk yang terakhir kali tapi Halimah tidak mengijinkan karena khawatir dirinya akan semakin hancur jika melihat keadaan bayinya. Luka yang dialami oleh si Bayi sama parahnya dengan luka yang diterima oleh Bila, halimah saja tidak tega melihat darah yang mengalir dari hidungnya dan luka di perutnya yang terkena pecahan kaca mobil apalagi Bila. Membayangkan itu semua ia menangis tersedu, Bilapun ikut menangis kembali. Qiyala tak tahan melihat penderitaan kakaknya lalu ia pergi ke Mushallah untuk shalat dzhuhur dan mendokan kebaikan untuk keluarganya.
Setibanya dirumah Dika ternyata sudah banyak orang yang berkumpul, baik tetangganya maupun Bu Lena dan Bu Kesya mereka siap menolong Dika dalam proses pemakaman anaknya. Ada rasa haru dihatinya dan bersyukur di kelilingi orang-orang baik.
Setelah jenazah dimandikan dan dishalatkan dibawalah bayi itu ke TPU terdekat rumahnya diiringi dengan suasana berduka, Nila ikut bersama mereka awalnya ia tidak diijinkan tapi ia merengek terus-terusan lalu Pak Orland yang mengijinkannya dan berjanji akan menjaga cucuknya itu.
Diseperjalanan hujan terus seakan ikut bersedih atas kepergian Nadila, Dika dan keluarga memutuskan menguburkannya menunggu hujan tidak terlalu deras. Setelah hujan reda hanya rintik-rintik saja barulah ia menguburkan jenazah anaknya, Nila melihat semua proses penguburan itu. Otaknya penuh banyak pertanyaan kenapa sekarang Adiknya dimasukkan kedalam tanah. Selesainya pemakaman orang-orang pergi meninggalkan mereka satu persatu hingga yang tersisa hanya Dika, Nila dan kedua kakeknya.
Nila melihat ayahnya menatap kuburan adiknya, lalu ia bertanya "Ayah kenapa adik nila dimasukkan kedalam tanah katanya adik Nila berada disurga."
"Ia nak untuk menuju surga ia harus dikuburkan terlebih dahulu agar dari dalam tanah ini ia bisa naik ke surga_Nya Allah swt." Jawabnya.
"Ini namanya kematian Nak, baik Nila, Ayah dan Kakek akan mengalami semua ini." Lanjutnya menjelaskan kepada Nila.
"Kematian." katanya dalam hati mengulangi kata-kata Ayahnya.
Seseram itukah kematian sampai semua orang menangis, setakut itukah kematian sampai semua orang enggan memikirkannya tapi apapun itu kematian telah meninggalkan luka yang pedih itulah yang dirasakan oleh keluarga Dika dan tidak ada satu orangpun yang bisa menghelak atau menghindar darinya.
Bersambung....!!!!