🍃•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••🍃
ʂιx
••••••••••••••••••
Lorong di dalam penjara bawah tanah begitu gelap. Namun ia bersyukur pada keistimewaan yang dimilikinya, ia mampu menggantinya dengan pandangan tajam tanpa batasan. Udara di dalam begitu lembab dan menyesakkan. Siapa pun penghianat yang tinggal disini benar-benar akan menderita. Satu persatu pemandangan menyedihkan terlihat oleh matanya.
Para shapeshifter, juga makhluk-makhluk lainnya berada di sana dan menyandang status sebagai tahanan. Mereka yang ditempatkan disana adalah para pencuri dan pembunuh. Ketegasan seorang Loneshifter tidak perlu diragukan lagi. Sedikit kesalahan, mereka akan berakhir di penjara gelap ini.
Chanyeol mengendap-endap, mencoba melangkah seringan mungkin dan menatapi setiap sel yang berada di kanan dan kirinya. Beruntung, mereka semua telah tertidur dan sibuk mendengkur.
Tiba-tiba, telinga perinya menangkap rintihan kesakitan dari penjara paling ujung. Dengan sedikit tergesa Chanyeol berjalan kesana. Rasa penasaran datang dengan menggebu-gebu. Jantungnya berdebar disetiap langkah yang ia ambil. Penjara di ujung adalah satu diantara dua ruangan yang memiliki pintu penutup. Telinganya dipasang baik-baik demi mencari sumber rintihan itu.
Semakin dekat dengan ruangan tersebut, sebuah cahaya tiba-tiba terbentuk dari pergelangan tangannya. Lambangnya bersinar redup tanpa bisa ia cegah. Sebelum benar-benar berpijak di depan pintu penghubung, Chanyeol menutupi lambangnya dengan lengan piyamanya yang panjang.
"Hhh... hhh..." Semakin keras suara itu terdengar, semakin cepat pula denyutan di nadi dan dadanya.
Rintihan itu penuh kesakitan dan entah mengapa Chanyeol merasa begitu buruk karena telah mendengarnya. Langkahnya semakin melambat, berjalan pernuh siaga dan perasaan was-was. Sedikit demi sedikit, dibukanya pintu kayu yang tertempel pada susunan batuan besar tersebut. Suara itu pun makin keras terdengar.
Ini penjara yang paling spesial dan tertutup dari yang lainnya.
Setidaknya, hanya penjahat paling ditakuti dan berbahayalah yang akan ditempatkan disana. Namun suara rintihan itu terlalu lembut untuk dimiliki seorang penghianat.
Chanyeol membuka pintunya lebih lebar, membawa tubuh besarnya masuk semakin dalam. Ada sebuah cahaya yang muncul dari celah bangunan. Membawa sedikit penerangan untuk retinanya. Disana, di ujung ruangan, terdapat sel besi berwarna perak dan seonggok tubuh terkulai jatuh di lantai yang kotor.
Seketika ia merasa iba, sedih, dan marah. Tubuh mungil sosok itu terlihat begitu lusuh. Tanpa disadari, ia telah mendekat. Menapakkan telapak tangannya pada permukaan palung-palung besi yang membatasi mereka. Mata abunya yang cerah menatap sosok yang telungkup itu dengan pandangan penuh arti.
Hatinya merindu tanpa sebab.
"Errhh... hhh... h-haus.."
Ketika menangkap keberadaan kunci yang tergantung, tanpa berfikir dua kali, Chanyeol membuka selnya. Mendekati sosok itu tanpa keraguan. Berjongkok di samping sosok itu sembari mengamati keadaannya. Dua buah rantai perak yang panjang membelenggu pergelangan tangan sosok itu, sementara tubuhnya telungkup tanpa tenaga.
Sosok itu berdesis, kulitnya memerah seperti terbakar. Sementara keringat membasahi tubuhnya. Telapak Chanyeol dengan berani memberikan usapan pada lengan atas sosok itu. Membuat sosok itu menolehkan kepalanya tanpa mampu mengangkatnya.
Wajahnya penuh dengan keringat, helaiannya sampai menempel di permukaan wajahnya. Rambutnya tergerai berantakan dan ikatannya nyaris terlepas. Sosok ini memiliki panjang rambut sekitar sepunggung dengan warna sehitam black pearl.
Tampak begitu indah kalau saja kotoran lantai tidak menempel disana. Matanya tampak sayu, kesakitan, dan berkabut. Irisnya berwarna safir. Indah namun penuh luka. Parasnya benar-benar sempurna. Baru pertama kalinya Chanyeol melihat seseorang masih terlihat sangat sempurna meskipun lusuh dan penuh dengan debu tanah.
"J-Jongin..."
Chanyeol sempat berfikir sosok ini adalah perempuan andai suara itu tidak terdengar. Nama tak asing terucap. Membuat sebagian hati Chanyeol merasa aneh.
Sosok itu tak menyadari siapa dirinya. Seperti kehilangan kesadaran dan kekuatan. Tangannya yang penuh noda terulur tanpa tenaga, mencengkeram lengan piyamanya dengan sangat erat.
Dari balik piyama tipisnya, Chanyeol bisa merasakan betapa lembutnya tekstur kulit yang menyentuh lengannya. Juga, terasa sangat dingin. Lebih dingin dari suhu tubuhnya yang dikatakan abnormal untuk seorang shapeshifter.
"T-Tolong... d-darah..."
Darah?
Air mata perlahan menetes dari kelopak indahnya. Sementara bibir kecilnya terus bergumam kata 'tolong' dan 'darah'. Pemandangan itu meretakkan hati Chanyeol. Dia, tanpa sadar membuat tangkupan di bawah kelopak mata sosok tersebut, membiarkan tetesan air mata dari safir indah itu jatuh di permukaan kulitnya.
Rasanya sangat dingin, seperti lelehan es yang penuh keputuasaan. Sebagian jiwa alpha dalam dirinya merasa patah dan layu. Perasaan iba yang melebihi iba itu sendiri. Sedih dan... ia sendiri tak mampu menjelaskannya.
"Tidak, tolong jangan menangis..." bisiknya lirih. Menemukan suaranya sendiri bergetar oleh perasaan asing tersebut.
Cengkeramannya sosok itu melonggar. Mungkin tersadar oleh nada suaranya yang berbeda dengan pelayannya. Ekspresinya tampak terkejut sementara rintihannya terhenti dan nafasnya masih berderu lambat. Mata keduanya saling bertaut dalam keheningan.
"Apa kau kesakitan? Kau bahkan tidak bernafas."
Kalimat yang terasa tidak asing.
Safir biru Baekhyun bertemu dengan abu cerah milik Chanyeol. Seolah terkoneksi dengan baik, lelehan Baekhyun keluar semakin banyak. Liquidnya masih berakhir di tempat yang sama. Itu bukan lagi tangis kesakitan, melainkan karena hati merasa lega sekaligus bahagia. Perasaan aneh yang belum pernah keduanya rasakan.
Ingin bertanya, namun kenyamanan yang tiba-tiba membuat Baekhyun terbuai. Rasa hausnya terlupakan oleh kenyaman aneh yang muncul bak darah segar yang selalu dibutuhkan di malam bulan purnama. Aroma yang candu tercium oleh indera. Menguar dari kulit tubuh masing-masing. Baik Chanyeol atau pun Baekhyun merasakannya.
Tanpa ada yang menyadari, tanda di belakang telinga Baekhyun dan tanda di pergelangan tangan Chanyeol berpendar redup, hanya dua detik dan kemudian sinarnya menghilang secepat ia datang.
Tanda yang meneriakkan kata rindu yang sama.
__________
*Panjang rambut Baekhyun sekitar 30 cm (faktor 11 tahun dalam tahanan).
∞
Jongin tak mampu memejamkan matanya barang sebentar. Perasaannya begitu kacau. Rasa khawatir pada keadaan Baekhyun membuat sebagian dari dirinya memaksa untuk memeriksa. Bulan masih bersinar diatas sana, terang tanpa tertutupi awan. Meskipun Jongin telah memberinya darah kemarin, namun dia ragu jika Baekhyun masih bisa menahan rasa hausnya.
Mungkin sudah terjadi selama lima tahun ini, dia hanya akan memberikan darah sehari sebelum bulan purnama dan membiarkan Baekhyun sendiri tepat pada hari munculnya neraka bagi vampire itu. Selama lima tahun itu pula Jongin selalu merasa gelisah dan tidak tenang di setiap tidurnya.
Biasanya, dia hanya akan memaksa dirinya sendiri untuk memejamkan mata dan berhasil.
Namun tidak kali ini. Ada rasa khawatir dan takut yang begitu besar.
Akhirnya, ia memilih untuk menyerah dan bergegas mengambil jaket tebalnya. Tak lupa, Jongin membawa serta persediaan kantung darah di lemari pendingin sebelum akhirnya melangkah ke arah lorong yang akan menghubungkannya dengan penjara bawah tanah.
Malam ini, belum tentu Baekhyun sebaik biasanya. Perasaannya mengatakan ada hal besar yang terjadi di penjara itu. Sesuatu yang mungkin akan disesalinya seumur hidup.
Ketakutan Jongin semakin bertambah ketika melihat pintu di ujung ruangan tampak terbuka. Meskipun keadaan sangat gelap, namun mata Jongin cukup awas untuk melihat kondisi pintu penghubung tersebut.
Kakinya berlari cepat, meraih gagang pintu dan membukanya secepat yang ia bisa. Dan pemandangan pertama yang tertangkap retinanya, berhasil membuat debaran di jantungnya semakin mengeras dan matanya membola sempurna.
Chanyeol berada disana, sebelah tangannya menempel pada pipi Baekhyun sementara pandangan iris abunya langsung jatuh pada Jongin –Chanyeol lebih peka daripada dirinya sendiri. Tatapan remaja itu begitu dingin dan menusuk.
Menuntut suatu jawaban yang membuat Jongin ketakutan. Nafas Jongin beradu lelah. Merasa akhir dunia berada di hadapannya saat ini.
Mereka tidak seharusnya bertemu.
"B-Bagaimanaㅡ"
"Kita perlu bicara, paman."
Nada suaranya begitu serius. Chanyeol bukanlah anak berumur lima belas tahun. Nyatanya, ia sudah mampu berfikir seperti seorang remaja yang telah menginjak usia dewasa. Ia mampu menangkap kejadian apapun dengan cepat.
Jongin pada akhirnya memberikan anggukan kaku, kemudian ia bawa langkahnya untuk mendekat pada Baekhyun dengan ragu-ragu. Chanyeol berdiri dan menyingkir, memberikan waktu pada Jongin untuk mengurusi tubuh lemah Baekhyun.
Tangan besar pelayan Chanyeol itu meletakkan sebuah kantung darah tepat di depan bibir Baekhyun dan jemarinya bergetar saat membuka penutupnya. Jongin sadar betul, tatapan Chanyeol tak sedikit pun lepas darinya. Seolah menghakiminya. Pris dewasa itu berusaha memutar otak, mencari alasan masuk akal untuk mengalihkan Chanyeol dari sosok Baekhyun.
Sekitar tiga menit, kantung darah itu telah kosong. Cairannya telah masuk ke dalam tubuh Baekhyun namun pria mungil itu seperti belum memiliki tenaga. Safirnya tersembunyi di dalam kelopaknya dan nafasnya yang sedikit berhembus semakin minim.
"Bisakah kita bicara diluar?"
"Ya." Tatapan Jongin jatuh pada sosok Baekhyun. "Aku akan segera kembali, Baek." bisiknya tanpa mampu dibalas oleh vampire itu.
∞
Kedua serigala itu berada di depan pintu tahanan, Chanyeol masih membelakanginya sementara Jongin hanya mampu menahan kegugupan dan kegelisahan dalam hatinya. Otaknya yang telah menyusun berbagai kata seolah lenyap seketika. Aura alpha Chanyeol lebih kuat dari miliknya, membuatnya tunduk seketika.
Kekuatan besar dalam diri Chanyeol-lah yang membuat kakeknya begitu menginginkannya menjadi pemimpin. Namun garis keturunan pertama yang jatuh pada tangan Luhan, tak cukup membantu keinginan kakek Chanyeol itu.
"Siapa dia?"
Jongin menatap punggung Chanyeol. Melihat bagaimana remaja itu terlihat begitu besar dengan punggung lebarnya yang tampak kokoh. Jongin bahkan nyaris lupa bagaimana sosok kecil Chanyeol yang ia asuh dulu karena perubahannya begitu besar.
"Dia adalah seorang tahanan, Chanyeol."
"Bukan itu!" Chanyeol berbalik, menatapnya dengan tajam. "Jelas dia bukan tahanan biasa karena dia ditempatkan disana."
Jemari besarnya menuding pintu di belakang Jongin dengan kasar. Mata bulatnya sedikit memerah karena emosi dalam dirinya. Surai ashgrey itu sendiri tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya.
Ketika melihat keadaan sosok itu, hatinya begitu dongkol dan kesal. Amarah yang lebih besar dari yang ia rasakan biasanya. Lebih seperti, ia ingin membunuh siapapun yang melakukan hal kejam itu pada sosok asing –namun terasa familiar– di dalam sana.
"Dia juga meminum darah!"
"Chanyeol, dia hanyaㅡ"
"Apa dia sama sepertiku?" Chanyeol mendekat perlahan, menuntut jawaban dari pelayan setianya. Mengintimidasi dengan tatapannya yang tajam. "Apa dia seorang shapeshifter yang terkutuk sepertiku? Tubuhnya lebih dingin dariku, airmatanya seperti lelehan es, dan dia memiliki kulit yang pucat. Lebih dari itu semua, dia terlihat sangat lemah untuk dijadikan tahanan! Tidak mungkin dia seorang penjahat yang berbahaya."
Kepala Jongin berpaling. Terlalu bingung untuk memberikan jawaban.
"Paman!"
"Dia adalah seorang vampire murni."
"A-Apa?"
"Dia bukan shapeshifter, Chanyeol. Dia seorang vampire." Nafas Chanyeol berhembus dengan cepat dan tubuhnya kaku. "Dia telah melakukan kesalahan terbesar seorang vampire."
"Lalu kenapa dia ditempatkan disini?"
"Karena korbannya adalah seorang shapehifter, karena itu kamilah yang memberinya hukuman."
"Kau bohong." Jongin mengangkat wajahnya, menatap kedua iris abu cerah milik Chanyeol dengan ekspresi bingung. Remaja itu terlihat kalut, penuh emosi, dan tak terkendali. Percikan amarah terlihat jelas di kedua bola matanya.
Apakah ketakutan itu benar-benar terjadi?
Bahwa Chanyeol akan mengenali Baekhyun sebagai mate-nya?
Aura dominan dalam diri Chanyeol jelas menunjukkan betapa emosinya remaja itu. Jongin memanggilnya, hendak menyentuh lengannya namun Chanyeol mundur dua langkah. Kepala Chanyeol tertunduk, retinanya bergerak kesana kemari tak ingin melihatnya. Sikap anti Chanyeol pada dirinya jelas membuat pemikiran negatif Jongin muncul.
"Chanyeol..."
"A-Aku... aku merasa sangat mengenalinya."
"Chanyeol..."
"Aku ingin bicara dengan ayah sekarang!"
"Tidak bisa." Jongin mencoba berdiskusi. Melangkah lebih dekat pada tuan mudanya tanpa membuat Chanyeol terganggu oleh jarak mereka. Jantungnya berdebar oleh rasa takut. "Kembalilah ke kamarmu dan kita akan membicarakannya besok dengan ayahmu. Sosok di dalam bukanlah seseorang yang berhubungan denganmu, Chanyeol. Dia hanya tahanan biasa."
Kepala Chanyeol lagi menggeleng. Mengabaikan seluruh ucapan pamannya dan tetap kukuh pada pendiriannya. Rasa penasarannya benar-benar tidak bisa ditunda lagi. Ia harus tahu siapapun sosok di dalam sel tahanan itu.
"Aku tidak akan mempercayai ucapanmu, paman! Perasaanku mengatakan hal lain!"
"Aku mohon, Chanyeol..."
"Tidak. Aku tidak akan percaya. Aku akan berada di dalam sel itu sampai ayahku datang dan menjelaskannya!" putus surai ashgrey itu kemudian.
Kakinya melangkah cepat menuju pintu penghubung dan menutupnya sekeras yang ia bisa. Jongin terlonjak, berusaha menarik dan membuka gagang pintu kuat-kuat, namun nihil.
Seolah memang sengaja dikunci dari dalam oleh shapeshifter muda itu. Ia berusaha memanggil Chanyeol, namun seolah tuli remaja itu tak mau menjawabnya. Dengan putus asa, Jongin akhirnya membawa dirinya mundur perlahan.
Tak ada cari lain selain memanggil Loneshifter-nya untuk menyeret Chanyeol pergi dari sini.