"Tumben lo tadi pagi datengnya terlambat, Yan?"
tanya siswa ber nametag Sutan Zico itu
"Gue tadi berangkatnya jalan kaki"
"Lho, kok? gak bareng sama Hani, Yan?" .
"Gue udah putus sama dia"
"Bukannya kalian baru sebulan pacaran? Masa udah putus lagi aja?"
Brylian yang sedang memainkan game online itu terpakasa harus mem-pause dulu permainan favorite nya itu untuk menjawab pertanyaan dari sahabatnya, Zico.
"Gue males aja pacaran sama dia. Soalnya selain karena dia manja, dia juga boros banget kalo diajak jalan. Uang bulanan gue aja cepet habis semenjak pacaran sama si Hani. Parahnya, gue pernah makan mi instan mentah yang diremukin doang pas hari minggu kemarin gara-gara habis ngajak Hani ke mall. Padahal itu masih tanggal muda loh. Pokoknya si Hani bikin gue jadi tambah melarat"
"Suruh siapa dipacarin..."
"Ya kan lumayan gitu kalo pacaran sama dia gue jadi punya tumpangan buat berangkat atau pulang sekolah. Gue juga bisa ikut hits, secara kan dia selebgam di sekolahnya. Bukannya untung, eh gue malah buntung" Brylian kembali memainkan game online tersebut.
"Haha, makanya insyaf bro. Udah gak zaman jadi playboy yang cuma mau manfaatin ceweknya doang. Sekarang tuh zamannya setia sama satu cewek biar langgeng sampe ke pelaminan"
"Halah! Kayak mas nya punya pasangan aja ngomongin setia segala. Haha"
"Anj. Malah ngeledek"
"Kantin yok. Gue laper"
"Emang lo ada duit?" pertanyaan macam apa ini, lebih cocok disebut sebuah penghinaan bagi Brylian.
"Jir, itu nanya ato menghina"
"Haha skor sementara 1-1"
"Eh btw, pake uang dulu yak? Lo tau kan ini tanggal tua, bokap gue belum transfer"
Reflek Zico menoyor kepala sahabatnya itu, "tuman!" dan membuat Brylian meringis kesakitan, "sakit bego" umpatnya
"Udah biasa juga kan? Haha. Cepet ke kantin ah, tadi pagi gue belum sarapan. Laper banget gue"
Keduanya segera pergi ke kantin untuk memberi asupan pada cacing-cacing diperut mereka yang sudah mulai konser.
Malang bagi mereka, kantin yang ukurannya tidak terlalu besar itu sudah penuh sesak oleh siswa yang lain. Kalau menunggu sepi, keburu bel masuk bunyi. Kalau beli makanan di warung depan sekolah, tidak akan diizinkan oleh guru piket. Terpaksa mereka harus menerobos kerumunan itu.
Beberapa lama menunggu, akhirnya Brylian dan Zico sudah mendapat makanan mereka. Dan tugas mereka saat ini adalah mencari meja yang kosong untuk menyantap makanan yang ada di tangan mereka.
Mata Brylian bergerak dengan pelan dan hati-hati menelusuri setiap sudut ruangan itu, berharap masih ada meja kosong di dalam kantin itu.
Tap. Dia melihat meja nomer tiga yang hanya diisi oleh dua siswi. Dan masih menyisakan dua ruang kosong di depannya.
"Ayo, Co" Brylian menarik lengan kiri Zico yang tak membawa makanan.
"Lepasin anj. Gue masih normal"
"Idih najis banget. Itu ada meja kosong, bego!"
Zico akhirnya diam dan membiarkan lengannya ditarik oleh Brylian.
"Sory. Boleh ikut gabung disini, gak?" tanya Brylian ketika sampai di meja nomor tiga. Lebih tepatnya mereka berada di belakang dua siswi yang ada di meja tersebut
Salah satu dari siswi itu menengok, "boleh. Gabung aja" sedangkan temannya hanya fokus pada semangkuk bakso didepannya
"Jheny, kan?" tanya Zico
"Ehm... Siapa ya?" tanya gadis yang tadi mempersilahkan mereka duduk.
Zico dan Brylian duduk di depan Jheny.
"Gue Zico. Dulu pas kelas sepuluh kita satu eskul bareng loh"
"Oh iya-iya gue inget.."
"Eh iya kenalin Jhen, ini Brylian. Temen gue"
"Brylian,"
"Jheny" keduanya bersalaman.
"Dia temen lo, Jhen?" tunjuk Brylian pada gadis disampingnya.
"Iya. Dia Nadeeva,"
"Div, ngomong napa. Diem mulu" bisik Jheny.
Diva hanya tersenyum pada dua lelaki di depannya.
"Panggil aja Diva" ucapnya.
🐝🐝🐝