"Baby kita udah di surga sayang"
Ucapan Ali bagaikan petir menyambar di siang bolong
"Nggak lucu" ketus Hana
"Mana baby kita Kak. Bawa sini dong, Hana mau gendong" lanjutnya
Ali pun tak kuasa menahan tangisnya. Ia tak tega melihat orang yang paling dia sayangi menangis. Dengan cepat Ali merengkuh tubuh Hana ke dalam pelukannya
"Ini udah takdir sayang. Jagoan kita sudah di rumah Tuhan" ujar Ali parau karena menahan tangis
Seketika tangis Hana pecah begitu saja. Ia menangis menumpahkan segala kesedihannya di dalam dekapan suaminya. Dia tak percaya bahwa anaknya yang belum sempat ia lihat sudah pergi meninggalkannya
"Kenapa Kak. Kenapa harus anak kita yang di ambil Kak" erang Hana di sela sela isakannya
"Husstt.. Jangan bilang gitu. Ini sudah yang terbaik buat kita" jawab Ali lembut. Ia hapus kasar air matanya, ia tak boleh sedih. Dia harus kuat demi Hana istrinya
Dengan perlahan Ali mengurai pelukannya dan nampaklah wajah sembab Hana yang terlihat sangat menyedihkan. Ia hapus sisa air mata Hana menggunakan ibu jarinya lalu ia kecup kening Hana
"Jangan menangis sayang. Mungkin ini belum saatnya kita diberikan momongan. Kita cuma bisa menerima dan berdoa semoga kita masih dipantaskan Tuhan untuk menjadi orang tua. Kamu jangan sedih, karena kita sudah ditunggu anak kita di surga" ujar Ali lembut
Tangis Hana semakin menjadi. Ia kembali memeluk Ali dengan erat. "Apa salahku Kak. Kenapa anak kita pergi?!" erang Hana disela-sela isakannya
Ali hanya diam membiarkan istrinya menumpahkan kesedihannya. Tangannya tak berhenti mengusap lembut punggung Hana
"Aku mau dia Kak"
"Aku mau anakku Kak. Dokter pasti salah. Anakku kuat, dia nggak akan ninggalin kita" racaunya semakin menjadi
"Hana. Semua sudah terjadi sayang. Ini yang terbaik buat kita dan anak kita" ujar Ali melepaskan pelukannya dan menangkup kedua pipi Hana
"Tapi Hana mau dia Kak. Hana mau gendong dia Kak. Kenapa Tuhan nggak kasih kesempatan Hana buat sentuh dia Kak" ucap Hana sendu namun tatapannya tetap tertuju pada mata Ali
Ali tersenyum menenangkan dan menghapus air mata Hana lembut. "Kamu sayang sama anak kita?" tanya Ali
Hana mengangguk perlahan tanpa mengalihkan matanya dari mata indah Ali
"Kalo kamu sayang harusnya kamu bisa tegar. Kamu mau liat dia sedih karena liat Bundanya nangis terus hm?"
Hana menggelengkan kepalanya cepat lalu tangannya memegang tangan Ali yang berada di pipinya. "Hana nggak mau dia sedih"
"Kalo nggak mau berarti kamu harus ikhlas. Semua sudah ada yang mengatur. Kita hanya menjalankannya sayang. Bunda jangan sedih lagi ya"
Hana mengangguk lalu memeluk Ali sangat erat. Ia sangat bersyukur memiliki pasangan hidup yang sangat luar biasa ini.
"Hana nggak boleh sedih lagi. Aku akan belajar ikhlas demi anak kita" ujar Hana
Ali tersenyum lega lalu mengacak rambut Hana main-main. "Ini baru kesayangannya Kakak" ujar Ali mengecup puncak kepala Hana
Kemudian Hana melepaskan pelukannya dan menatap Ali. "Kakak udah liat dia?" tanya Hana
Ali mengangguk. "Kakak udah liat jagoan kita" jawab Ali.
"Cowok atau cewek Kak?" tanya Hana lagi
"Dia perempuan sayang. Cantik banget kayak Bundanya" jawab Ali sambil mencubit hidung Hana
Hana tersenyum miris mendengar jawaban Ali. "Kakak juga udah kasih nama"
"Siapa?" tanya Hana penasaran
Ali mendekati Hana dan menarik tubuh Hana agar berbaring di dadanya. Mereka saling berpelukan di brankar yang kecil
"Nama sesuai keinginan kamu, Naira Nayara Alamgir" ujar Ali sambil mengusap bahu Hana
Hana pun mendongak menatap Ali yang tengah menatap langit-langit ruangan dengan pandangan menerawang. Tangannya tak berhenti mengusap lembut bahunya
"Naira" ucap Hana lirih. Air matanya kembali keluar membasahi pipinya
"Jangan menangis sayang." ujar Ali kemudian membawa tubuh Hana ke pelukannya dan mengusap punggungnya lembut. Kecupan ringan ia berikan di puncak kepala Hana
Baik-baik disana nak. Ayah sama Bunda akan selalu mendoakan kamu
***
"Mamah.. "
"Heii kesayangan Mamah"
Kemudian Hana langsung memeluk erat Wisda yang baru saja datang. Ia menangis di dekapan hangat ibunya
"Menangislah sayang. Keluarkan semuanya" ujar Wisda lembut lalu mengusap rambut Hana
Hana pun menangis semakin tergugu. Dia tak tahan dengan cobaan yang menerpanya
"Maafin Hana Mah maaf.. "
"Loh kok minta maaf sih. Ini bukan salah kamu sayang" ucap Wisda lalu mengurai pelukannya
"Ini semua bukan salah kamu sayang" lanjutnya kemudian mencium kening putri semata wayangnya itu
"Tapi salah temen kamu. Ada yang naruh obat pelemah janin di makanan kamu"
Tiba-tiba Radit datang bersamaan dengan Ali di sampingnya. Lalu Ali mendekati Hana yang tengah duduk dengan ekspresi bingung dan air mata yang mengalir
"Obat pelemah janin?" tanya Hana pada Ali yang tengah mencium kedua pipinya
Kemudian Ali menjauhkan wajahnya dan memeluk Hana. "Saat kamu pergi sama teman-temanmu ada yang naruh obat itu di makanan kamu" ujar Ali
"Betul sekali. Sekarang cafe itu sedang dalam proses penyisiran oleh suruhan Ayah. Kamu mungkin liat teman kamu yang agak mencurigakan sayang?" ujar Radit
"Enggak ada Yah. Semuanya biasa aja" jawab Hana
"Beneran. Enggak ada yang pergi atau ke kamar mandi gitu?" tanya Ali
"Enggak Kak. Kita duduk di meja yang sama. Dan nggak ada yang pergi dari meja itu" ujar Hana
"Ya sudah. Biar suruhan Ayah yang cari tau" ujar Radit lalu mengusap puncak kepala Hana
"Yang sabar sayang. Semua pasti akan ada balasannya" ujar Radit lembut. Hana mengangguk dan memeluk sang ayah
Saat Radit tengah memeluk Hana tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan perlahan Radit melepaskan pelukannya. "Sebentar ada yang telefon"
Hana mengangguk dan melepaskan pelukannya lalu beralih pada Ali yang berdiri di sampingnya dan tengah tersenyum padanya. "Everything will be alright baby" ujar Ali lalu mengecup kening Hana
Sedangkan Radit tengah duduk di sofa ruangan Hana dengan Wisda di sampingnya. "Gimana? Sudah ada perkembangan?" tanya Radit
"Oke. Kalian bawa orang itu ke kantor polisi. Saya akan menunggu di sana" ucap Radit tegas lalu menutup telefonnya
"Gimana Yah?" tanya Wisda penasaran. Radit tersenyum lalu mengusap rambut Wisda
"Pelaku sudah ditemukan. Ayah mau ke kantor polisi buat ketemu sama pelakunya. Kamu disini aja ya temenin Hana" ujar Radit lembut. Wisda menghela nafas lega lalu mengangguk patuh
"Li kita ke kantor polisi sekarang. Pelakunya sudah ditemukan" titah Radit
Ali mengangguk lalu beranjak dari duduknya. Namun baru satu langkah ia berjalan tangannya di cekal oleh Hana
"Kakak sini aja" pinta Hana memohon. Ali tersenyum lalu mendekati Hana dan mengusap pipinya
"Sayang Kakak harus ikut, sebentar kok nggak lama. Kamu disini aja ya, kan ada Mamah" ujar Ali lembut
"Tapi Hana takut"
"Jangan takut sayang. Kakak udah suruh orang buat awasin kamu. Dia ada di depan ruangan ini" ujar Ali
Hana pun mengangguk perlahan. "Jangan lama-lama"
"Iya sayang. Selesai urusannya Kakak langsung ke sini" ujar Ali tersenyum
Hana pun membalas senyuman Ali dengan kecupan ringan di pipi suaminya. "Hana sayang sama Kakak" ucapnya tulus
"Kakak juga sayang sama kamu" jawab Ali mengecup bibir Hana cepat
"Ekhem ekhem.. Tolong hargai orang tua disini" ujar Radit. Sedangkan Wisda tertawa
"Dikit doang Yah" ucap Ali terkekeh. Lalu pandangannya beralih pada Hana yang tersenyum karena ulah ayahnya itu. Ali bernafas lega bisa melihat istrinya tersenyum
"Kakak berangkat dulu. Kamu baik-baik disini ya. Ada Mamah ini. Kakak usahain pulang cepet" ujar Ali sambil mencium kening Hana
Hana mengangguk patuh. "Hati-hati Kak" ingat Hana
"Iya sayang"
"Ayo Yah" ajak Ali pada Radit yang tengah menggoda Wisda
"Mesra-mesraannya udah? Yuk berangkat yuk" kata Radit. Ali mengangguk lalu mereka berjalan beriringan
Sesampainya di kantor polisi....
"Ini orang yang memasukkan obat tersebut ke dalam makanan Nona Hana Pak" ujar salah seorang suruhan Radit saat mereka sudah sampai di kantor polisi
Tampaklah dua orang pria dan wanita dengan wajah menunduk menyesal. Perlahan Radit mendekati mereka dan duduk dihadapannya
"Apa benar kalian yang melakukannya?" tanya Radit tenang
Keduanya tetap bungkam. Wajahnya tak terlihat jelas karena pandangannya terus menunduk
"JAWAB!!" gertak suruhan Radit
"Iya. Saya yang melakukannya" jawab sang pria lalu mengangkat pandangannya hingga wajahnya terlihat jelas
"Doni"
***
Ali memasuki ruangan Hana dengan perlahan. Terlihat Wisda yang tengah duduk di sofa dengan tangannya yang memegang ponselnya
"Ehh kamu udah pulang nak. Gimana? Ketemu pelakunya?" tanya Wisda pada putra sulungnya yang tengah duduk di sampingnya
"Ketemu Mah. Ternyata dia temen Hana yang dulu sempet main ke rumah kita" jawab Ali
Wisda mengernyitkan dahinya bingung. "Siapa?"
"Doni Mah"
Seketika Wisda terperangah dengan jawaban putranya. Dia tak menyangka jika Doni adalah dalang di balik semua ini
"Kurang ajar dia. Beraninya melukai putri Mamah" geram Wisda
"Tenang Mah. Semuanya sudah di atur sama polisi. Doni sudah positif bersalah dan akan dipenjara" ujar Ali lembut untuk menenangkan Wisda yang mulai emosi
"Syukurlah. Ayah mana?"
"Ayah masih di kantor polisi Mah. Aku pulang duluan buat jagain Mamah dan Hana. Yang penting pelakunya sudah jelas, sisanya Ayah yang urus" jelas Ali
"Oo gitu"
Ali mengangguk lalu beralih melihat ke arah brankar. Nampaklah Hana tengah tertidur pulas dengan tangan yang di letakkan di atas perutnya. Seketika hati Ali seakan remuk, posisi itu adalah posisi favorit Hana. Dia paling senang tidur dengan tangan yang mengusap perutnya. Alasannya karena ia ingin merasakan setiap pergerakan janinnya
"Mamah ke kantin dulu. Kamu belum makan kan?"
Suara Wisda membuat lamunan tentang Hana buyar entah kemana. "Iya Mah"
Wisda tersenyum lalu beranjak dari sofa dan berlalu meninggalkan ruangan. Kini tinggal Ali sendiri di dalam. Perlahan ia berjalan mendekati Hana yang masih terlelap. Lalu ia duduk di kursi samping brankar. Ia ambil tangan Hana yang terbebas dari infus. Dikecupnya lama punggung tangan Hana
"Maafin Kakak sayang. Andai saja Kakak lebih memperhatikan kamu pasti Naira akan hadir di tengah-tengah kita" ujar Ali lirih. Pandangannya tak lepas sedetik pun dari wajah ayu Hana yang kini terlihat pucat
Merasa putus asa kemudian Ali menenggelamkan wajahnya ke tangannya yang ia tekuk. Ia menangis dalam diam, ia merasa gagal menjadi suami karena membuat istrinya menangis dan ketakutan
"Kakak jangan nangis"
Ali terkejut dengan suara lembut dan usapan di rambutnya. Dengan cepat ia mendongakkan kepalanya dan mengambil tangan Hana di kepalanya. Ia kecup tangan Hana lama
"Kakak bilang Hana nggak boleh nangis karena nanti Naira juga nangis. Tapi Kakak sendiri nangis, kasihan Naira Kak. Dia nggak mau liat Ayahnya nangis" ujar Hana lembut
Ali tersenyum dan menghapus air matanya kasar. "Kakak nggak nangis, tadi abis nguap jadi keluar air matanya" ujar Ali berkelakar
"Naira nggak mau punya Ayah tukang bohong" ujar Hana jengah. Ali tertawa lalu mencium pipi Hana
"Kakak seneng liat kamu udah nggak sedih lagi sayang" ujar Ali tersenyum manis
"Sebenarnya Hana belum bisa melupakan Naira Kak. Hana masih terpukul dengan kepergiannya. Tapi Kakak bilang Hana harus kuat demi Naira"
Ali mengangguk cepat dan kembali menciumi wajah Hana sampai jengah lalu menjauhkan wajah Ali menggunakan kedua tangannya
"Kak.. " panggil Hana
"Ya sayang"
"Hana pengin jenguk Naira. Boleh?" tanya Hana lirih
"Tentu boleh sayang. Besok kalo kamu udah sembuh pasti Kakak ajak kamu ke makam Naira" jawab Ali
Hana berusaha mati-matian menahan air mata yang hampir tumpah saat Ali menyebut kata makam. Sungguh ia sangat sedih dengan kepergian anaknya
"Kuat sayang. Naira nggak mau liat kamu nangis" ujar Ali sambil menghapus sebutir air matanya yang mengalir di pipi istrinya
Hana mengangguk lalu tersenyum. "Hana kuat kok. Naira jangan khawatir sayang. Bunda kuat kok" ujar Hana menerawang
***
Nggak ngefeel ya?
Maaf deh😥
Kan aku masih junior jadi belum bisa bikin kalian sampe nangis guling guling😬
Intinya vote coment😍
Ayafluuu🙆