Terkadang aku bingung,harus bagaimana menghadapimu! Kalau aku marah,kau tertawa seakan hal itu lucu. Saat aku menangis,kau diam seakan itu sangat mengharukan. Dan ketika aku yang tertawa,kau malah menangis! Kau membuatku kesal. Setiap kutanya alasannya,kau bilang merasa bahagia saat melihatku tertawa. Lantas,harus bagaimana sebenarnya caraku menghadapimu?
_Devany_
______________________________________
Tok..tok..tok
"Masuk!" Suara bass milik seorang pria tua dengan pakaiannya yang rapi menyadarkan Randy dari lamunan singkatnya.
"Permisi pak. Saya Ciko," Sapa Ciko sopan saat memasuki ruangan yang dapat dikatakan tidak boleh sembarang dimasuki oleh semua orang.
"Saya tau.Duduk!" Tak mau panjang lebar,pria itu hanya menyuruh dengan tegas.
"Ah iya pak." Jawab Ciko santai. Dia duduk tepat disampingnya Randy yang sedang berbalut perban ditangannya dan perban juga dihidungnya. Sempat beberapa detik Ciko dan dia bertatapan,tapi langsung dialihkan dengan pertanyaan kepala sekolah yang membuat keduanya hening sekejap.
"Jadi,udah apa yang anda berdua dapatkan dari pertarungan tadi? Medalikah? Atau sertifikat penghargaan? Atau trofi? Atau kalian sebagai perwakilan untuk Indonesia?" Tanyanya beruntun.
Randy nampaknya menunduk dengan pertanyaan kepala sekolah tersebut. Sedangkan Ciko,dia hanya diam menunduk kebawah sambil melipat tangan sopan.
"Randy?"
"Tidak ada,pak."
"Ciko?"
"Ada,pak."
Jengjengggg
Suasana yang awalnya udah hening makin hening lagi karena Ciko menatap mata kepala sekolah santai. Jawabannya membuat ada aura ketegangan di ruangan itu. Bagaimana mungkin, seorang siswa berani berbicara kepada seorang yang sangat dihargai dan dihormati di sekolah?
Kepala sekolah menyenderkan punggungnya dengan kursi dibelakangnya. Dia menghela nafas sambil menatap iba wajah Ciko. "Apa yang kamu dapatkan?" Tanyanya sambil menaikkan dagu kearah Ciko.
Ciko berdehem sebentar. Lalu menegakkan punggungnya dengan sopan. "Sebuah pengakuan pak." Jawabnya seadanya.
"Sebuah pengakuan? Pengakuan apa? Apa yang perlu diakui dari anda? Kehebatan anda dalam bertarung? Anda tau Randy adalah anak komite sekolah?"
"Iya pak. Saya tau. Dan itu penyebabnya saya ingin mendapatkan pengakuan."
"Maksudnya?" Pria itu memajukan tubuhnya kedekat meja. Menaikkan alis dan menatap sinis kepada Ciko sekarang.
"Sebelumnya saya minta maaf atas kelancangan saya menjawab pertanyaan ini,pak. Tapi,saya tau dia siapa. Dan dia juga tau saya siapa. Hidup tetaplah hidup. Terkadang,ada saja manusia yang selalu menganggap dirinya lebih tinggi dari manusia lain. Padahal makannya tetap nasi,minumnya tetap air putih. Saya adalah anak laki-laki yang hidup apa adanya. Ayah saya bukanlah orang hebat bagi orang lain,tetapi sangat luar biasa bagi saya. Ibu saya bukanlah wanita karir seperti ibu lainnya,tetapi wanita terkuat dan terhebat bagi hidup saya." Ucapnya santai, namun sedikit dimaknai. Ciko diam sebentar menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lewat mulut.
"Hmm, lalu?" Tanya pria paruh baya tersebut seakan penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Ciko selanjutnya.
Ciko tersenyum lebar ketika melihat kerutan di dahi pria itu yang mulai berpikir kritis. "Seperti yang bapak katakan barusan, Randy adalah anak komite sekolah. Semua orang tau itu. Lantas,apa hebatnya menjadi anak komite? Toh yang menjadi komite ialah ayahnya,dia tetaplah seorang siswa yang duduk di kursi yang sama dan menggunakan seragam yang sama. Tidak ada perbedaan. Tetapi,karena semua orang mengakui keberadaannya,dia menjadi lancang berbicara kepada orang banyak. Hak orang lain tak dia pedulikan, perasaan yang dia lukai tak dipikirkan,bahkan menghormati seorang guru tak dia aplikasikan. Apakah itu attitude yang benar sebagai seorang anak komite sekolah? Saya rasa sampai sejauh ini bapak sudah mengerti dengan apa yang saya maksud." Ucap Ciko santai. Pria itu menghela nafas panjang lalu kembali menyenderkan punggungnya kepada senderan kursi yang lembut.
"Sudah dari kelas sepuluh,kamu selalu bermasalah. Untung kamu berprestasi! Baik secara akademis maupun non akademik. Bahkan,selama saya menjabat sebagai kepala sekolah di sekolah ini,kamu adalah siswa yang selalu muncul di ruangan BK bahkan diruangan ini." Katanya dengan ekspresi wajah heran. Mungkin beliau sedang mengingat kembali bagaimana Ciko dulu yang selalu hadir mewarnai buku hitamnya. "Lantas, langsung saja ke inti permasalahannya. Siapa yang memulai dahulu? Anda atau Randy?" Tanyanya lelah.
Randy dan Ciko saling bertatapan. Menunggu salah satu dari mereka akan mengaku.
"Menurut Lo siapa?" Tanya Ciko santai. Randy menatapnya tajam.
"Lo yang mulai,orang miskin!" Sahutnya lancar.
"Ah, aku lupa! Kata-kata yang barusan kamu bilang itu,alasan mengapa aku meninjumu." Balas Ciko pura-pura lupa.
Randy seketika membatu dengan apa yang barusan dia katakan. Matanya perlahan melirik kearah kepala sekolah yang sedang menyipitkan matanya.
"Sebenarnya,saya sudah banyak mendengar keluhan tentang kenakalan yang anda lakukan,nak Randy! Keluhan para guru,keluhan yang dilontarkan para siswa! Dan banyak lagi. Untuk kali ini anda memang tak bisa lagi ditolerir. Anda harus mendapatkan surat panggilan orang tua." Ucap beliau mutlak. Ia mengeluarkan sebuah kertas panggilan orang tua dan memberikannya kepada Randy. Tak butuh waktu lama,Randy menerima surat tersebut.
"Loh,pak! Saya tidak mungkin menerima surat ini. Dia yang menghajar saya sampe begini,kok saya yang dapat surat panggilan." Banyak Randy enggak terima.
Ciko berdiri lalu menepuk pundaknya pelan. "Itulah yang dinamakan keadilan sobat! Kebenaran pasti akan terungkap dengan sendirinya! Tak perlu ada lidah yang berkoar-koar. Kau punya kekuatan kekuasaan,dan aku punya kekuatan keperkasaan."
Randy bangkit lalu mencampakkan surat itu tepat diwajahnya Ciko,lalu menunjuknya tajam. "Awas Lo!"
"Oke,aku akan was-was." Sahut Ciko santai.
Randy menatapnya garang kepada kepala sekolah lalu pergi tanpa pamit sambil membanting pintu. Ciko melihatnya tertawa lalu duduk kembali.
"Sebenarnya bagaimana ceritanya?" Tanya pak Harto kepo.
"Huelehhhhhh,si bapak kepo! Tadi bahasanya saintifikasi bener,Ciko sampe merinding dengernya." Jawab Ciko sambil tertawa lepas.
Sebenarnya....
Semenjak Ciko pernah menolong mobil pak Harto yang mogok ditengah jalan dengan cara mengganti mobil,lalu mendorongnya sampai ke SPBU,mereka menjadi lebih dekat. Apalagi Ciko sering meraih prestasi di bidang sepakbola. Memboyong piala kemenangan setiap lomba antar sekolah. Dan semester lalu, tepatnya semester empat,Ciko mendapatkan juara tiga dikelasnya. Membuat seluruh warga sekolah heboh dengan kenyataan yang luar biasa itu.
"Jadi begini pak.."
Flashback on
"Kan aku udah bilang Ciko! Kalau pake seragam tuh yang bener! Kalau mau bergaya ,jadi artis Korea aja sana! Gak usah sekolah!" Pagi ini Ciko udah dipusingin sama celotehan Devany akibat tidak rapi memakai seragam.
Kesukaan Ciko didalam kehidupan. Sengaja membuat dirinya seakan nakal supaya diperhatiin sama Devany. Karena suara celotehan Devany ibarat moodboster baginya.
"Iya sayang. Rapiin dong,jangan marah aja! Saatnya actionnya,bukan hanya talknya."
Modus..
Dengan ekspresi masam,Devany merapikan kerah baju Ciko beserta dasinya yang miring kesamping kanan. "Nunduk dikit dong! Kamu ketinggian!" Kata Devany kesal.
Ciko tertawa geli setiap kali Devany merapikan dasinya sambil berteriak kesal supaya Ciko menunduk.
"Iya,iya...
Makanya kamu banyak lompat dong,biar tinggi dikit." Ucapnya menggoda sambil menunduk sedikit.
"Emang kalau banyak lompat,bisa tinggi? Tupai aja lompat seumur hidup ukurannya segitu-gitu juga. Gak nambah." Balas Devany ketus.
"Sudah. Lain kali,kalau mau bergaya kesekolah,mending kita putus aja." Bisik Devany sambil merapikan seragamnya yang sempat naik, sedangkan Ciko merapikan rambutnya.
"Ya namanya tupai. Sepintar-pintarnya tupai melompat, sekali-kali pasti jatuh juga. Gimana mau tinggi kalau kerjaannya jatuh mulu. Eh tunggu! Kamu bilang kita putus?" Tanya Ciko tak habis pikir dengan apa yang baru Devany katakan.
Gadis itu mengangguk dengan santainya. "Iya,emang kenapa?" Tanyanya santai.
Ciko menghela nafas kesal. Sering kali hanya karena masalah sepele gadis ini mengungkit kata putus. Kata yang selalu Ciko gak suka setiap Devany mengatakannya.
"Sayang,kenapa suka banget sih bilang kata putus? Awas loh, perkataan itu doa!"
"Kalau kamu mau hubungan kita baik-baik aja,kamu juga harus ngelakuin hal yang baik dong! Dari dulu kamu selalu susah buat merapikan seragam. Apa sih hebatnya?"
Ciko mengerutkan keningnya mencari jawaban. Devany memangku tangan seperti menunggu jawaban Ciko yang pasti membuatnya semakin emosi.
"Apa? Kamu mau bilang apa?" Tantang Devany kesal. "Gak ada kan? Kamu taunya berantem aja! Melawan guru! Ahhh,aku bingung lihat kamu!" Ucapnya keras lalu pergi meninggalkan Ciko.
"Dev,Dev...
Jangan ngambek dong,Dev!" Panggil Ciko sewaktu Devany berjalan meninggalkan cowok itu diparkiran. Devany hanya berjalan cepat tanpa menoleh kebelakang sedikitpun.
"Yaelah,hanya karena masalah gini aja, berantem." Ciko mengambil kunci sepeda motornya lalu berlari mengejar Devany.
"Devany.."
😬😬😬
"Gue bilang bakso tanpa saos kampret! Ganti lagi!"
Tuarrr
Mangkuk berisi bakso dan kuah berwarna sedikit merah tumpah ke atas lantai kantin. Semua mata memandang sekilas,tetapi langsung beralih seakan tak terjadi sesuatu.
"Gua mau Lo ambil yang bener!" Ucap cowok itu sambil meludah ke arah cowok didepannya.
"Iya,iya bos." Katanya kikuk lalu pergi mengambil sesuai pesanan cowok yang dia panggil "bos".
"Udahlah Ciko! Dia murid baru! Belum tau apa-apa!" Kevin menyadarkan Ciko yang sedari tadi fokus melihat apa yang terjadi.
Ciko menatap tajam cowok itu,bahkan sempat mata mereka bertemu,tetapi cowok itu terlihat layas dan berwajah enteng.
"Siapa sih namanya?"
"Randy." Jawab James selow sambil menyeruput kuah bakso didepannya. "Dia anak komite! Murid pindahan dari sekolah bergengsi! Gatau pindah karena apa. Kelasnya IPS tiga." Jelas James panjang lebar.
Kevin melihat James kagum. "Gua gak nyangka nyet,Lo bagus juga dalam mendapatkan informasi." Katanya berdecak kagum.
"Wop ya jelas! James Bond gituloch! Gak si kaleng-kaleng gue!" Balas James menjijikkan.
"Tapi soal pelajaran,Lo tetap James bodoh,paling terbelakang. Taunya mesum Mulu!" Bantah Kevin gak terima. Ciko melihat mereka bergantian. Menghela nafas kesal karena harus menghadapi mereka berdebat konyol setiap hari.
"Eh,gue biologi masih dapet sepuluh ya! Jangan salah pikir Lo!" Hardik James mulai geram. Kevin melipat tangan sambil mengejeknya.
"Sepuluh dari seratus,dan merupakan nilai kasihan. Udahlah James,Lo diam aja!" Bantah Kevin lagi.
Dan begitu seterusnya. Sekali menyeruput kuah,tiga kalimat dilontarkan. Mereka berdua gak ada yang mau ngalah. Tunggu sampai salah satunya terdiam atau kebelet kencing,baru mereka berhenti. Kalau enggak,mereka akan terus melanjutkan sampai titik darah penghabisan.
"Dasar!" Ciko tertawa kecil melihat kelakuan kedua sahabatnya itu.
Tuarrr
"Eh monyet panggang!" Kevin kaget sampai-sampai bahunya naik .
Semua mata dalam kantin itu yang mayoritas alias semuanya laki-laki memandang kepada satu arah.
Randy..
"Lo tuli,budek,atau idiot sih? Gue suruh bakso aja. Gak usah ada mienya. Monyet Lo!" Teriak cowok itu keras dan penuh penekanan.
Ciko menatapnya tajam. Dia iba dengan cowok tadi yang basah akibat kuah bakso di seragamnya.
"Gue gak selera makan! Ambilin gue jus jeruk! Cepat! Sekarang!" Katanya ketus.
"Kasihan banget tuh anak! Mending gabung bareng kita! Gak bakalan kita buli!" Bisik James ikutan iba.
Eh,bisa juga nih cowok merasa iba! Biasanya dunia dia hanya dipenuhi oleh pikiran mesum nan mengerikan. Tapi kali ini,tak hanya Ciko dan kedua sejoli,tetapi semua cowok di tempat itu merasa risih dengan perlakuan Randy barusan.
"Sebelum Lo pergi,bersihin bakso ini secepatnya!" Perintah Randy santai.
"I,iya bos!" Jawab cowok itu takut. Dia menunduk hendak membersihkan kuah dan bakso dilantai.
"Jangan bersihkan! Persetan orang kek dia! Lo gak layak diperlakukan seperti itu!" Tiba-tiba semua mata mengarah pada satu orang lagi.
"Hah? Ciko? Ngapain si bandot tua itu kesana? Eh, James! Kok gak Lo cegah sih?" Hardik Kevin yang baru sadar sambil menjitak jidat James dengan sendok.
"Wadaw,gue mana tau! Emang kanker dicegah? Dia itu udah besar! Tau mana yang salah dan benar! Biarin aja. Tapi kalau mereka main keroyok,gue terdepan!" Balas James selow.
Kevin menggeram melihat sahabatnya yang terkatakan absurd itu.
"Loh,anak orang miskin ternyata!" Ucap Randy setelah melihat Ciko dari atas kebawah dengan mata menyepelekan.
"Ya,gue memang anak orang miskin! Apa salahnya sama Lo?" Sahut Ciko geram. Dia membantu cowok tadi berdiri lalu membersihkan seragamnya. Cowok itu terlihat ketakutan.
"Cih, pantas sama! Lo berdua gak cocok disini!" Ucap Randy lagi.
Ciko tersenyum miring.
"Yakin Lo? Bukannya elo yang gak layak duduk di sekolah kita? Anak orang kaya kok sekolah disini. Oh iya, siapa tau Lo belum belajar arti HAM. Gue mau jelasin. Semua orang sama kedudukannya dan derajatnya. Jangan sok hebat. Kalau Lo hebat,kita boleh laga otot dan otak dulu. Jangan anggar barang aja Lo!"
Semua orang tertawa menyudutkan Randy.
"Lo pikir Lo siapa? Gak ada yang mengakui keberadaan Lo!" Bantah Randy mulai emosi.
"Tanpa mencari pengakuan,gue udah banyak diakui kok. Gak usah cemas!" Balas Ciko santai.
"Anjing Lo!"
"Wop,kasar banget karakter Lo!" Ciko mengangkat kedua tangannya keatas lalu melihat kerumunan orang. "Sadar bro! Kita anak milenium! Gak jaman sistem buli ah." Katanya lagi.
"Anak miskin kayak Lo gak bakalan diakui! Lihat dong gue,hebat!" Randy membanggakan diri ke semua orang.
"Yakin Lo? Udah ah,gue gak mau berantem. Kasihan bokap Lo nanti nangis! Gue emang miskin diharta,tapi kaya di hati." Ciko keliatannya berusaha menahan emosi dalam hatinya. Dia memegang cowok disampingnya lalu berjalan membelakangi Randy.
"Dasar anak orang miskin!" Kata Randy sambil tertawa remeh. "Lo bakalan jadi sampah masyarakat suatu saat!"
Tappp
Ciko dan cowok yang sedang dia pegang bahunya berhenti sejenak.
Randy tertawa lalu mengambil gorengan diatas meja dan melemparkannya ke punggung Ciko.
"Shit!" Lalu cowok dengan alis tebal dan rambut yang tertata sedikit berantakan itu menoleh kebelakang.
"Lanjut aja jalannya! Lain kali,dilawan! Lo udah gede,bukan anak cebong lagi! Ga usah takut selagi Lo bener." Bisik Ciko kepada cowok disampingnya itu lalu dia berjalan menemui Randy dengan kepalan tangan yang dalam sekali pendaratan membuat Randy terjatuh.
Bushhhh
"Aw," James berteriak ngeri sambil memegang pipinya sendiri. Kevin yang terlihat geram dengan Randy langsung menatap James kesal.
"Ah sialan Lo! Gue kira yang teriak Tante girang,ternyata elo!" Celotehnya kesal sambil melempar James dengan sendok garpu.
"Kan kasihan,pipi mulus gitu di tabok sama Ciko!" Jawab James centil sambil mengambil garpu di lantai.
Kevin bangkit berdiri lalu berlari ke arah belakangnya Ciko.
"Huhhfftttt.. padahal gue niatnya mau makan! Ni anak terus aja buat gue sial!" Ucap James menghela nafas sambil mengikuti Kevin dengan cepat.
Randy bangkit dari posisinya. Dia memegang pipi kiri yang sudah denyut- denyut dan mulai membengkak.
"Anjing! Pipi gue! Berani juga elo ya!" Randy maju kedepan sambil mengepalkan tangannya. Dia mengumpulkan tenaga sekuat-kuatnya lalu hendak meninju Ciko.
Sayangnya Ciko cepat menangkis. Berulang kali Randy mencoba menyentuh cowok itu,dia selalu gagal.
"Cih,nyentuh gue aja Lo gak bisa! Udah sok mau ngebuli anak orang! Malu dong!" Jawab Ciko disela-sela gerakannya untuk menghindar.
Randy merapikan kerahnya lalu mengumpulkan tenaga. Dia mulai kesal dengan tatapan para siswa yang seakan menjengkelkannya.
"Lo kira gue gadak nyali? Gue gak suka berantem dilihat banyak cowok! Kalau Lo mau kita main seriusan,ayo kebelakang sekolah!" Tantang Randy keras.
Ciko menaikkan alis kirinya. Berkelahi bukanlah hal yang asing bagi seorang Ciko. Cowok itu mengangguk lalu mereka berjalan ke tempat yang disepakati.
Semua cowok yang awalnya makan,pada berlarian mengikuti dua insan yang hendak melepaskan kesesakan emosi yang bergelora.
🤣🤣🤣
"Gitu sih pak, ceritanya! Yah saya rasa saya memang salah,tapi saya tidak suka dengan sikap dia." Akhirnya Ciko menyelesaikan ceritanya.
Pak Harto mengangguk mengerti. "Baiklah,kamu bisa keluar sekarang. Mungkin besok akan dipanggil lagi." Katanya tegas lalu menyuruh Ciko keluar.
"Ahsiyap pak!" Balas Ciko semangat lalu keluar dengan sopan.
Tinggallah pak Harto sendiri. Dia melihat pintu yang sudah tertutup lalu menghela nafas panjang.
"Anak itu memang sedikit gila. Tapi, bagaimanapun juga,dia ada benarnya. Dasar! Ciko... Ciko...
Hedehhh,"
____________________________________
Berharap ada yang komen dan kasih tanda bintang...
Makasih 😃😃😃