BOOM
Dentuman terdengar memecah suasana kala itu. Untuk kesekian kali bom-bom nuklir dan gencatan senjata menjadi latar di dataran negara yang terletak di lintang tenggara Beltran Guido. Asap hitam mengepul membawa serta abu yang menyesakkan pernapasan.
Keangkuhan dan keserakahan para pemimpin tinggi tak bisa dibendung. Tanpa peduli nasib warga negaranya, mereka berperang dengan cambuk kesombongan. Mengabaikan mereka yang tersakiti, ketakutan, dan terenggut hak kenyamanannya sebagai warga sipil.
Bumi tahun 2030, sebuah kota bernama Lazar, saat itu tidak lagi hijau. tidak lagi memiliki udara yang bersih. tidak lagi terdapat manusia yang saling mengasihi. Mereka berperang demi merebut kekuasaan. Bom dan senjata-senjata biokimia dikeluarkan menyebabkan udara terkontaminasi.
Bukan kemenangan yang mereka dapat, tapi justru mereka memancing malapetaka di mana muncul orang-orang di dalam garis abu-abu. Tidak hidup dan tidak mati. Senjata biokimia itu telah meracuni otak manusia, merusak syaraf mereka dan mengubahnya menjadi senjata baru mengerikan. Menyerang orang-orang dengan bringas seperti hewan yang selalu merasa lapar. Mereka berjalan di sepanjang kota dan bersembunyi di gedung-gedung gelap. Keluar dari persembunyian hanya untuk makan apapun makhluk hidup yang mereka temui.
Merekalah mahkluk akibat dari sebuah sebab yang ditimbulkan oleh peperangan.
The death walker
***
Lazar, 5 tahun setelah peperangan.
Saat semua penyesalan terlambat untuk diratapi. Manusia kini telah mendapat karmanya. Karma dari sebuah keserakahan dan kesombongan tak dapat ditolerir.
Di sudut hutan yang berbatasan dengan kota Lazar, seorang pemuda berlari cepat. Di belakangnya terdengar suara memekakkan telinga.
Bringas
Berangsang
Buas
"HARGH!"
GROOARGH
"Pergi kalian!" teriaknya ketakutan.
Beberapa mayat hidup mengejarnya. Walau langkah mereka lambat tapi jika terlalu banyak maka berlari pun tidak akan lolos dari maut, apalagi pemuda itu tidak dibekali senjata apapun. Saat merasa terpojok, pemuda itu mengambil sebuah batu lalu melemparnya ke arah zombie. Tidak berpengaruh sama sekali.
Dia berlari kian jauh ke dalam Hutan Zadnok yang daun-daunnya mulai berguguran. Dia baru berhenti ketika napasnya tersengal dan punggungnya menyentuh benda keras. Sial! Dia terpojok di antara batu besar sedangkan zombie ada di depannya.
Tes
Setetes air liur menetes di pipi. Pemuda itu lantas mendongak. Matanya membulat melihat zombie di atasnya. Sedetik berselang, makhluk itu melompat. Remaja itu tak dapat menghindar.
"Haaargh!"
"JANGAN MAKAN HABIS AKU!"
Teriak remaja itu kencang saat zombie itu menerjang ke arahnya. Yang terdengar kemudian hanyalah suara teriakan teredam oleh rakusnya 'mereka'.
****
DOR
DOR
"Aku menembak satu," ujar salah seorang pria muda berpakaian seragam militer hitam pada dirinya sendiri.
Baru saja salah satu zombie berjalan mendekati dinding pelindung kota. Dalam beberapa kali tembakan, zombie ditembak binasa. Setelah serangan zombie beberapa tahun lalu, hanya ini satu-satunya pelindung dari serangan luar. Pemuda itu lantas pergi menuju ruang pos ketika melihat dua mobil van hitam mendekati gerbang.
"Jorgi, beri kami akses ke luar," seru salah seorang pria di dalam mobil yang duduk di bangku penumpang di sebelah supir. Sebuah kacamata hitam membuat pemuda itu tampak berkharisma dan tak menghilangkan raut wajah tampan dibaliknya.
Pria bernama Jorgi itu mengangkat tangan, memberi salam hormat, "Siap, Komandan Hideo." Setelah memberi salam, lantas dia masuk ke dalam pos untuk membuka gerbang.
Mobil-mobil itu kini berada di luar Kota Lazar ketika sebuah berita terdengar lagi melalui saluran siaran radio mereka, [Kepada seluruh Divisi Misi Penyelamatan STERIL, aku Altar Langit akan memberi hadiah bagi siapapun yang dapat menemukan anakku, Tahta Langit, dalam keadaan apapun.]
"Aku berharap akan menemukan zombie Tahta hari ini," komentar salah satu anak buah Hideo.
Hideo menoleh ke samping di mana anak buahnya itu sedang menyetir. Dia lalu berkata sedikit mengejek, "Kau tertarik untuk menemukannya?"
"Tentu, komandan. Bukankah Tuan Altar orang kaya dan berpengaruh di Kota Lazar? Beliau pasti akan memberi hadiah besar bagi siapapun yang berhasil menemukan anaknya."
Hideo menggelengkan kepala mendengar penuturan anak buahnya itu, "Dasar matre."
"Aku tidak seperti komandan yang bergaji besar dari petinggi Beltran Guido, lagipula siapa yang tidak tergiur dengan tawaran dari Tuan Altar?"
"Aku," balas Hideo. Matanya masih terus menatap jalanan yang sepi.
"Ha-ah. Komandan tidak butuh harta. Yang komandan butuhkan adalah kekasih. Hahaha."
"Terus saja mengejekku, Zarda," Hideo meninju lengan anak buahnya yang masih tertawa.
****
Siang hari di perbatasan kota Lazar, mobil STERIL memasuki kawasan pemukiman kecil yang diduga menjadi sarang zombie. Sepuluh pasukan berpakaian hitam dengan senjata lengkap dan atribut pelindung, berjalan memasuki salah satu gedung tua, mengikuti status yang dikirim oleh robot kamera.
[Area depan aman, Komandan], seru kamera robotik yang lebih dulu memasuki gedung.
"Terima kasih, Dorry," jawab Hideo berbisik melalui earphone.
Sang komandan pasukan divisi dalam misi Penyelamatan STERIL mengarahkan pasukannya. Mereka mengemban tugas membawa death walker ke sebuah gedung untuk menjalani rehabilitasi.
Tidak semua zombie mereka bawa untuk diselamatkan. Hanya yang masih terlihat utuh dan sedikit terkoyak saja. Lebih parah dari itu mereka binasakan. Karena sudah tidak ada lagi harapan bagi mereka untuk menjadi manusia. Miris? Ya, namun begitulah adanya.
Derap langkah kaki pasukan yang diutus sangat pelan, hampir tak terdengar. Jangan sampai zombie-zombie itu tahu kedatangan mereka. Kalau tidak----misi akan gagal. Sang komandan berjalan paling depan, memberi komando kepada anak buahnya agar mengikuti intruksi. Kacamata mode melihat dalam gelap bertenger di hidung mancungnya, menambah kesan tegas sekaligus berwibawa. Pria itu lalu menggerakkan jari, menyuruh anak buah di belakang untuk maju dan membagi tugas.
Dziiiing
Deesssss
Suara dari senjata mesin khusus pembius dosis tinggi terdengar halus. Peluru langsung menancap pada leher salah satu zombie begitu sang target ada dalam jarak jangkauan. Tubuh mayat hidup itu ambruk. Salah satu anak buah Hideo mengeluarkan lempengan baja beton dan meletakkannya di perut monster juga kaki. Begitu tombol pada lempengan baja ditekan, rantai terulur keluar, melilit buruan dengan kencang seperti kaki gurita. Beberapa menit sesudahnya, tubuh itu melayang di udara. Ini memudahkan mereka untuk mengevakuasi zombie hingga ke dalam mobil berlapis baja yang menunggu di luar tanpa kontak fisik.
Satu buruan telah ditemukan, mereka pun melanjutkan pencarian hingga sebuah suara kembali masuki gendang telinga Hideo.
SREEK SREEK
Terdengar langkah kaki diseret. Sang komandan menajamkan pendengaran. Karena cahaya sangat minim dan hanya menyinari ruangan melalui celah jendela, gelombang suara pun jadi satu-satunya identifikasi yang bisa diandalkan.
"Uum."
Kali ini gumaman yang syarat akan nada dingin tertangkap oleh telinga Hideo. Hideo tahu zombie itu ada satu ruangan dengannya, tapi di mana? Posisinya masih belum diketahui. Sang komandan mengarahkan senjatanya untuk bersiaga.
GRROOOAAGH
Tanpa diduga salah satu zombie melompat dari atas dan menerjang hingga dia jatuh ke lantai. Zombie itu berusaha memakan manusia di bawahnya sehingga sang komandan harus menahan lehernya dengan senapan.
'Sial! Dia kuat sekali,' Komandan Hideo menggeram dalam hati.
HAARGH
Zombie itu membuka mulut dan berusaha memakan Hideo.
Padahal zombie di atasnya bertubuh lebih kecil tapi karena sedang dalam kegilaan, kekuatan zombie itu dua kali lipat dari orang normal. Walau terpojok Hideo masih bisa bertahan dan melakukan serangan balik. Dengan cepat komandan bertubuh tegap itu mengambil tembakan berisi peluru bius yang disimpan di dalam tas pinggang.
Ceessss
Obat bius sudah ditembakan, namun zombie itu belum juga lumpuh. Dia malah menggertakkan giginya dan memperlihatkan gusi berwarna merah lebih beringas dari sebelumnya. Dilihat dari bawah, Hideo bisa melihat kalau zombie kecil ini memiliki mata ungu keabu-abuan yang menatap dengan nyalang. Rambutnya pirang pucat. Daging di salah satu pipinya terkoyak, tapi tubuhnya masih bagus. Baunya sedikit busuk, karena pada dasarnya tubuh mayat hidup telah berhenti beregenerasi.
Karena tidak juga lumpuh, sang komandan menembakkan lagi obat bius berikutnya. Setelah tembakan kedua, barulah zombie itu ambruk.
"Cih! menyingkir dariku, makhluk mati!" Hideo mendorong tubuh kecil zombie agar menjauh. Tak peduli jika makhluk itu mengamuk. Toh, dia sudah menembakkan peluru bius.
Hideo kesal karena dia berhadapan langsung di mulut zombie yang bau amis. Dipandanginya lagi sosok berseragam itu kini tergeletak di lantai. Kalau diperhatikan baik-baik selain bertubuh kecil, wajah zombie itu juga sedikit menawan. Aish! Apa yang kau pikirkan? Bagian mananya dari zombie yang menawan? Kau mungkin sudah gila.
Hideo baru sadar kalau zombie itu memakai seragam sekolah Cassanova High School. Bukan hanya dia yang menyadari ini, melainkan anak buahnya juga. Insiden penyerangan bus yang ditumpangi sekelompok anak sekolah membuat geger Kota Lazar. Ditambah ada anak Tuan Altar di sana. Pastilah menjadi berita menghebohkan pada waktu itu. Ditambah Tuan Altar gembar-gembor mengeluarkan sayembara bagi siapa saja yang menemukan anak semata wayangnya.
"Komandan, kau baik-baik saja?" tanya salah seorang anak buahnya.
"Ya, aku baik-baik saja."
"Zombie ini berasal dari sekolah Cassanova?" tanya anak buahnya yang lain.
"Ya. Ternyata anak-anak dari insiden penyerangan bus sekolah beberapa bulan lalu masih bisa kita selamatkan." sahut Hideo ala kadarnya. Sebenarnya dia tertarik dengan insiden bus sekolah itu, tapi tugasnya sangat banyak. Tidak ada waktu untuk bergosip.
"Komandan, lihat papan namanya? Di sini tertulis namanya Tahta Langit. Dia anak Tuan Altar, Komandan?!" Seru prajurit yang lain. Ternyata anak buahnya lebih antusias daripada komandannya sendiri.
Mendengar ini, Hideo lantas menarik jas yang dipakai makhluk itu agar bisa membaca lebih jelas. Hideo tidak bereaksi apa-apa selain memasang wajah datar. Bukan berita besar dia bisa menemukan anak Tuan Altar atau tidak. Baginya tugas adalah tugas.
"Bawa dia ke markas!" perintah Hideo tegas.
"Siap, Komandan!"
Setelah merantai zombie Tahta pada sebuah lempengan baja, mereka segera keluar dari gedung dan pergi menuju markas Atlantis yang menjadi pusat rehabilitasi.
****
Bersambung