"Kita mau ke Dubai?" tanya Erika dengan menahan tangan suaminya untuk berhenti sebentar.
Felix melirik sedikit dan mengangguk singkat. Tangannya kembali menarik wanita itu untuk berjalan menuju atap Rumah Sakit.
"Untuk apa kita kesana, Fel?" Erika mau tak mau menerima tarikkan Felix dan mengikuti langkah cepat Felix dari belakang. Matanya hanya bisa menatap punggung pria itu dengan bingung.
"Bukankah kau sangat ingin kesana? Dan, sekarang kita kesana. Apa kau tidak merasa senang sedikit pun?" balas Felix tanpa menoleh.
Erika menggeleng cepat walaupun tak terlihat oleh pria didepannya ini. "Tentu saja aku senang, namun aku merasa aneh dan bingung. Kenapa tiba-tiba liburan? Bagaimana dengan pekerjaanmu, Felix?"
"Aku lelah menatap lembar demi lembar berisi laporan dan aku menginginkan liburan saat ini. Zaman sekarang sudah modern, kenapa tidak memanfaatkan sebuah telpon genggam yang lebih mengetahui segalanya dibanding kita?"
Erika terdiam. Ucapan Felix memang ada benarnya. Tapi, ia masih merasa aneh. Hatinya mengatakan ini salah.
Salah yang mana?
Tidak tahu. Ya, ia tidak tahu, tapi merasakannya.
"Ikuti saja aku dan kita akan bersenang-senang." Felix membuka pintu atap Rumah Sakit dan pertama yang menyambut mereka adalah wajah Elix yang datar.
Melihat itu, Erika menjadi bingung. "Elix mempunyai kembaran? Kenapa tiba-tiba sudah berada disini?"
Felix dan Elix tersenyum tipis.
"Tidak, sayang. Kita mempunyai pintu akses lebih cepat untuk sampai disini," ujar Felix menjelaskan.
"Pintu.. rahasia?" tanya Erika polos.
Sontak kedua pria itu mengangguk meng-iyakan. "That's right."
Dengan polos Erika hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti.
Elix menyingkirkan tubuhnya memberi akses jalan untuk kedua majikannya.
Felix menarik lembut tangan istrinya untuk melanjutkan jalan dan menuntun Erika lebih dulu masuk kedalam helikopter pribadinya.
Felix melirik Elix yang berada dibelakangnya. "Jam berapa ini?"
Elix melihat jam tangan berwarna silvernya kemudian menatap mata tajam Felix. "Jam 2 lewat, tuan."
"Kita akan sampai jam berapa di Dubai?"
"Kira-kira 15 jam, tuan."
Felix mengangguk paham dan masuk kedalam helikopter menyusul Erika yang sudah menduduki dirinya dengan cantik disalah satu single sofa beludru mewah.
"Kau lapar?" Pandangan Felix berubah melembut menatap sang wanita yang sangat dicintainya itu.
"Tidak, mungkin aku ingin..jus naga dan pancake selai nanas?" Entah kenapa Erika menginginkan itu.
"Baiklah."
Elix yang mendengar itu segera menganggukkan kepalanya dan berlalu pergi. Pasti ia pergi ke dapur helikopter yang ada dibagian belakang.
Kau ingin tahu seperti apa helikopter Tn. Vladimir?
1. Semuanya berwarna beludru merah maroon persis seperti warna kesukaan istrinya,
2. Dilangit-langit helikopter, tepatnya didepan single sofa Erika terdapat Tv kecil yang menggantung,
3. Dibawah sofa mereka dan berada ditengah-tengahnya, sebuah lemari kecil yang didalamnya banyak CD yang beragam macam film dan lagu. Bahkan film kartun seperti upin-ipin pun ada, karena apa?
Erika masih suka film kartun.
Sudahlah, abaikan, kita lanjutkan saja.
4. Disamping sofa Erika, tepat ditengah-tengah antara sofanya dengan jendela terdapat sebuah meja nakas yang didalamnya banyak makanan ringan yang dikhususkan Felix untuk istrinya. Diatas mejanya pun terdapat sebuah lemari pendingin kecil yang didalamnya banyak minum-minuman kesukaan Erika, seperti sprite. Walaupun ketentuan dari Felix, minum sprite kaleng hanya sekali sehari, tidak boleh lebih. Setidaknya Erika masih bersyukur diberi izin untuk tetap meminum minuman soda tersebut.
5. Dan lainnya.
Saya lelah menjelaskan semuanya.
Erika mengeluarkan ponselnya dari dalam slingbag hitamnya, dan hendak menaruhnya diatas meja nakas. Namun, terhenti oleh tangan besar Felix yang segera merebutnya. Erika menatapnya bingung.
Mengerti akan tatapan bingung istrinya, Felix segera berbicara, "beberapa hari ini aku belum sempat memeriksa ponselmu ini, apakah kau berbicara dengan pria atau tidak?"
Erika memutar bola matanya jengah. "Aku juga sakit sama sepertimu, jadi mana mungkin aku memegang ponsel."
Felix hanya mengangkat bahunya acuh dan tetap mengutak-atik ponsel miliknya. Karena malas memperhatikan pria disampingnya, Erika memilih untuk menyenderkan tubuhnya, mencari duduk yang nyaman dan memejamkan matanya.
Sudah 15 menit, mereka sama-sama terdiam. Felix yang masih sibuk dengan ponsel Erika dan Erika yang masih terpejam. Mungkin ia sudah berada didalam mimpi.
Felix yang sadar akan hal itu, segera menoleh dan tersenyum tipis melihatnya. Tangan kanannya bergerak dan merapikan anak rambut yang menyembunyikan wajah cantik istrinya. "Rasanya aku ingin menyembunyikanmu dari dunia, agar tak ada yang bisa melihat betapa cantiknya wajah dan hatimu."
***
Tangan kecil Erika meraba-raba sekitarnya dan dapat ditebak bahwa ia sedang berada diatas ranjang empuk. Bukankah terakhir kali ia berada dalam helikopter Felix?
Mata Erika seketika terbuka dan tubuhnya terduduk. Matanya bergerak liar menatap sekitar. Ia merasa asing dengan kamar itu. Ia berada dimana? Dan..dimana Felix?
Erika beranjak bangun dan menuntun kakinya berjalan ke suatu pintu yang ia harapkan itu pintu kamar mandi.
'Kriett
Dan, bingo!
Itu kamar mandi.
Ia segera masuk untuk mengeluarkan hasratnya sejak tadi. Setelah selesai, baru ia bisa bernafas dengan lega.
Ia mencuci mukanya dengan air wastafel dan menatap pantulan dirinya sebentar di kaca wastafel.
Wajah kusut yang terlihat jelas baru bangun tidur, rambut sedikit berantakkan seperti singa, dan dress rumah berwarna kuning yang bermotif bunga.
Tunggu..,
Dress rumah?
Bukannya saat ia pergi menaiki helikopter milik Felix ia masih memakai pakaian Rumah Sakit?
Erika segera keluar kamar mandi dan baru saja tangannya hendak meraih knop pintu yang lain, nada dering notif SMS ponselnya berbunyi. Dengan refleks tubuhnya berbalik dan menatap ponselnya yang lampunya berkedip-kedip pertanda ada pesan masuk.
Kakinya melangkah menuju ponselnya dan meraihnya. Ia berharap pesan itu dari Felix dan menjelaskan pria itu sedang berada dimana.
Ia membuka kotak pesan masuk namun terdiam melihat bukan Felix yang mengiriminya pesan, tetapi nomor tidak dikenal.
Jari lentiknya menekannya untuk membuka dan membaca pesannya dalam diam.
-----------Sabtu, 17 Agustus 2019-----------
+628**********
Hai, apa kabar?
Alis kiri Erika terangkat, siapa dia?
Baik. Siapa?
Jarinya mengetuk-ngetuk layar ponselnya dengan mimik wajah yang berpikir. Siapa tahu ia bisa menebak siapa yang mengiriminya pesan itu.
Tak sampai 5 detik, orang itu sudah membalas pesannya. Ia segera membukanya karena penasaran.
+628**********
Teman akrabmu dulu
Siapa namamu?
+628**********
M
Aku tak merasa memiliki teman
akrab dulu berinisial M
+628**********
Haha tentu saja kau melupakanku
??
'kriett
"Kau sedang apa?"
Suara itu mengejutkannya dan kepalanya menoleh. Felix.
Erika segera men-silent ponselnya agar Felix tak tahu jika ada notif pesan masuk di ponselnya dan segera menaruhnya kembali diatas meja nakas.
"Aku hanya melihat jam. Ya, aku hanya melihat jam." Erika sama sekali tak bisa menyembunyikan senyum gugupnya yang terlihat jelas sedang menyembunyikan sesuatu.
Mata Felix menyipit curiga. "Ada apa denganmu? Bukankah didinding depan ranjang sudah ada jam? Matamu bermasalah?"
Sontak Erika melirik dinding didepan ranjang dan terdiam. Disana memang sudah ada jam.
"Aku..aku tak memperhatikan sekitar. Refleks aku segera bangun dan meraih ponsel untuk melihat jam." Untuk kali ini, Erika berharap kebohongannya dapat dipercaya.
Felix terdiam sebentar, lalu menganggukkan kepalanya. "Baiklah, kau lapar?"
Belum sempat mulut Erika menjawab, perutnya yang berbunyi yang menjawab.
"Of course, kau lapar." Felix tersenyum geli dan menarik lembut jari-jemari mungil Erika untuk menuntunnya berjalan.
Apakah pria itu berpikir ia adalah seorang bayi kecil yang membutuhkan tangan seorang manusia dewasa untuk menuntunnya?
Mulut Erika menggerutu kesal. Walaupun gerutuannya hanya didalam hati dan tak bisa ia sampaikan langsung.
Ketika pintu kamar terbuka dan tampak seperti sebuah rumah mewah yang indah. Bahkan ini bukan bisa dibilang seperti rumah, namun villa. Besar sekali dan semua dekorasi ini tak bisa diragukan. Benar-benar royal hanya untuk rumah saja.
Mereka melewati setiap barang-barang mewah yang terpajang disetiap sudut rumah ini, hingga ia sadar akan sesuatu.
Kenapa disetiap jalan terdapat lemari hias dan meja hias panjang yang terdapat foto dirinya? Atau bahkan foto pernikahannya dengan Felix?
"Kenapa..terdapat foto diriku terus dimeja hias dan lemari hiasnya?" Erika tak bisa tak bertanya. Pertanyaan itu berputar-putar dibenaknya.
Felix sedikit melirik dan tersenyum teduh. "Karena, aku selalu ingin melihatmu walau hanya didalam foto."
Tatapan mata, senyuman dan ucapannya membuat kakinya melemas seperti jelly.
Tolong, aku tak kuat. Ada yang bisa menggantikan diriku?
Tbc
MOHON MAAF, BARU BISA UP:(
Up part selanjutnya? Minimal like nya 50, dan komen "bagus, lanjut" nya 5, okee?
See you in the next part!🙇
Regards,
Dinda unyu kayak Lisa manoban.