"Jika cinta sudah bertahta,
Maka dia akan merajalela."
🌼🌼🌼🌼🌼
"Yang ini sudah kau ambil gambarnya?" Tzuyu bertanya sambil menunjuk sebuah pohon obat yang berduri.
"Sudah semua."
"Baiklah giliranku, tunggu sebentar."
Disinilah Tzuyu dan Younghoon berada, ditepian sungai Han. Untuk mengerjakan hukuman mereka.
"Jangan terlalu berlebihan, bunga itu tidak sebagus yang kau kira." Younghoon berkata demikian saat melihat Tzuyu yang berbinar memuja kecantikan bunga berwarna ungu dihadapannya.
"Jika dipegang, dia akan langsung mengeluarkan racun, bunga itu mengerikan."
"Benarkah?" Tzuyu tersenyum, "Tapi baguslah, dia bisa menjaga dirinya."
Younghoon mengernyit bingung, "Maksudmu?"
"Kau bingung? Aku hanya merasa bunga ini beruntung, karena memiliki senjata untuk bertahan hidup. Lagi pula dia tak meminta diciptakan seperti itu, bukan? Jadi, tidak ada alasan untuk tidak menyukainya."
"Aneh! Tapi seseorang bisa dalam bahaya karenanya."
"Itu takdir. Apa bunganya berniat begitu? Maksudku- bahkan bunga ini hanya diam ditempat, untuk apa kita menyalahkan sesuatu yang jelas karena kita sendiri?"
Satu alis Younghoon terangkat, membuat Tzuyu semakin menyunggingkan senyumannya. "Tapi syukurlah kau memberi tahuku, jadi aku takkan celaka dan bunganya juga akan terbebas dari tuduhan."
Younghoon tertegun, sebegitu dewasanya kah gadis ini? Sampai setiap kata yang keluar darinya memiliki banyak makna.
"Apa perlu kita pasang papan peringatan disini?" Tanya Younghoon.
"Ide bagus, aku setuju."
"Tunggulah, biarku carikan kayunya."
Setelah cukup lama membuat dan memasangkan papan peringatan keduanya duduk menghadap sungai Han.
"Sepertinya, kau sangat senang mengobati."
"Tentu saja, bukankah itu memang pekerjaan kita?"
"Ya, kau benar." Younghoon mengangguk, "Tapi kau berbeda, kau bahkan rela mempertaruhkan segalanya demi menolong orang-orang."
"Apa?"
"Aku melihatmu waktu itu, saat kau mengobati para korban reruntuhan di pulau Jeju. Padahal, gempa masih belum berakhir dan bangunan masih banyak berjatuhan."
Tzuyu mengernyit, "Kau ada disana?"
"Ya, aku sedang berlibur, dan secara kebetulan gedung yang hancur itu adalah tempatku menginap."
Tzuyu terkejut, "Syukurlah kau selamat." Dia bahkan masih bisa merasakan teriakan-teriakan para korban yang tidak terselamatkan, akibat gempa yang menerjang.
Seketika, wajahnya berubah sendu. "Saat itu, yang ku pikirkan hanyalah agar bisa berguna dan dapat menyelamatkan mereka sekuat yang ku bisa. Tak adil rasanya jika aku selamat sendirian lalu membiarkan mereka menjerit kepedihan. Meskipun pada akhirnya aku tidak bisa menolong semuanya, tapi setidaknya jika seseorang selamat karenaku, mungkin aku akan sedikit merasa berharga."
Younghoon terdiam, dia menatap Tzuyu lamat-lamat. "Saat itu, apa kau tidak takut?"
"Bohong jika aku tidak takut." Tzuyu mengalihkan tatapannya pada Younghoon, "Saat itu, aku sama seperti mereka, sama-sama membutuhkan seseorang dan takut akan kehilangan." Dia tersenyum.
_______
Angin lembut menerpa rambut Tzuyu, membuatnya berterbangan menghalangi pandangan. Kini, Tzuyu sedang berjongkok untuk mengamati tumbuhan herbal dihadapannya, mencatat segala hal yang dia dapatkan untuk materi hukuman dari dosennya.
Suasana sore ini sangat damai, dengan suguhan sungai Han yang indah dan beberapa tumbuhan permai.
Sementara tidak jauh dari Tzuyu, pria Kim itu tengah duduk disebuah bangku. Dia termangu, fokusnya hilang dicuri gadis itu.
Kau berbeda, Tzuyu. Bolehkan, jika aku ingin tahu lebih jauh tentangmu?
Selang beberapa saat Tzuyu mendekat, "Younghoonsii aku sudah selesai, kau mau memeriksanya?"
"Tidak, tugasku hanya memphoto, selebihnya kau yang atasi."
"Baiklah, ku rasa ini sudah cukup. Hari juga mulai sore, kalau begitu aku pamit pulang."
"Biarku antar." Younghoon beranjak berdiri.
"Tapi-"
"Ayo, sebelum malam tiba."
Tzuyu terkejut, karena pria itu langsung menarik tangannya dan menuntun dia masuk ke dalam mobilnya.
Dalam perjalanan tidak ada yang memulai pembicaraan, sebelum akhirnya dering ponsel Tzuyu memecahkan keheningan.
Drrt,, drtt,,
"Halo?"
Chewy! Kenapa lama sekali kau angkat?!
"Iya maaf, ada apa?"
Datanglah ke rumahku, menginaplah disini. Aku takut sendirian! Orangtuaku pergi dan Mina, dia kabur begitu saja. Menyebalkan!!
"Kebiasaan, kau sudah dewasa Sana, kau bukan anak kecil yang harus selalu ditemani saat tidur."
Aku memang anak kecil! Jadi, cepatlah datang atau aku akan menangis!
Tzuyu menghela napasnya, "Baiklah, aku kesana."
Kamu memang yang terbaik sayang! Ya sudah, cepat! Ku tutup.
"Hm."
Panggilanpun berakhir.
"Maaf, bisa tolong berhenti disini." Ucap Tzuyu pada Younghoon.
"Disini?" Sebelah alis pria itu terangkat.
"Iya."
"Baiklah." Younghoon menepikan mobilnya tepat di depan sebuah toko.
"Sepertinya aku turun disini saja, Younghoonsii."
"Kenapa?" Younghoon mengedarkan tatapannya, "Disini hanya ada toko dan pusat perbelanjaan, aku tidak melihat satu rumah pun."
"Kau tahu Sana? Dia sedang merajuk padaku." Tzuyu berkata dengan kekehannya.
"Temanmu yang cerewet itu?" Tebak Younghoon.
"Haha,, iya, aku harus ke rumahnya."
"Kalau begitu biar ku antar."
Tzuyu dengan cepat menggeleng, "Tidak perlu, terimakasih. Aku juga harus mampir dulu ke suatu tempat sebelum kesana, ada beberapa hal yang harus ku beli."
"Tapi ini sudah malam, kau yakin tidak mau ku temani?"
"Sekali lagi terimakasih, tapi aku tidak apa-apa, rumahnya juga sudah dekat." Buru-buru Tzuyu keluar dari mobil sebelum Younghoon kembali mencegahnya. "Untuk hari ini, terimakasih Younghoonsii."
Younghoon mengangguk, "Kalau begitu aku pergi, kau hati-hati."
"Iya, kamu juga hati-hati."
🌼🌼🌼UTOPIA🌼🌼🌼
"Aku ingin satu paket lengkap makanan itali, dikemas saja."
"Baik, Nona."
Pada akhirnya Tzuyu menuruti keinginan Sana untuk membelikannya makanan favorit kesukaannya, khas Italia.
Secara tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dari belakang, membuat Tzuyu terkejut dan refleks membalikan badan.
"Hai, Nona Chou, kau disini?"
"Jimin Sunbaenim?" Tzuyu berucap seraya membungkuk hormat.
"Iya, ini aku. Kau mengingatku?" Jimin tersenyum cerah.
"Tentu, Sunbaenim."
"Wah! Aku senang." Pria Park itu semakin melebarkan senyumannya, "Kau datang sendiri? Sudah makan?"
"Aku hanya mampir sebentar untuk memesan makanan, tidak sed-" Ucapan Tzuyu terhenti kala netranya melihat seseorang yang datang di balik punggung Jimin.
Oh tidak!
"Kenapa?" Tanya Jimin heran, karena Tzuyu tidak menyelesaikan ucapannya.
"Jimin, ayo pulang. Aku sudah bosan dan-" pria itu juga tidak melanjutkan perkataannya. Agaknya dia terkejut ketika mendapati kehadiran Tzuyu.
Keduanya saling beradu pandang.
"Sebentar, Tae." Jimin kembali menatap Tzuyu dengan senyuman andalannya, "Tzuyusii, maukah kau ikut bergabung makan malam bersama kami?"
"Apa?"
"Apa-apaan kau Jimin!" Taehyung menatap tajam pada Jimin, dia tak setuju dengan apa yang dilakukan oleh pria Park itu.
"Suutt,, diamlah!" Jimin berbisik, "Simpan dulu amarahmu!"
"Sialan kau! Ck." Taehyung memalingkan wajahnya, marah.
"Aku mohon Tzuyusii, ini sebagai ucapan terimakasih karena kau pernah menolongku dulu."
Tzuyu bingung, jika menolak tentu dia tak enak, mengingat sudah yang kesekian kalinya dia menolak ajakan Park Jimin. Lalu Tzuyu menatap pada Taehyung yang sedang kesal.
Sadar akan itu, Jimin mengalihkan. "Jangan merasa tak enak, temanku ini memang selalu begitu dalam bersikap. Jadi bagaimana? Ku mohon, kali ini saja."
Dan dengan berat hati pada akhirnya Tzuyu mengangguk. "Baiklah."
________
Didalam, mereka duduk bertiga. Mengambil tempat paling bagus yang langsung menyuguhkan pemandangan kota, yaitu meja dekat jendela kaca.
Taehyung sedari tadi hanya memakan makanannya dengan tenang, karena merasa tak tertarik dengan percakapan Jimin dan Tzuyu yang menurutnya tak menarik.
Sebenarnya, sejak pertama kali mereka duduk di sana yang paling heboh hanyalah Jimin, dia terus menerus menyunggingkan senyuman dan memberikan Tzuyu banyak pertanyaan.
Bagaimana tidak?
Agaknya dia tengah terpesona pada Tzuyu si Nona anggun nan jelita. Pada semua yang dilakukan gadis itu, cara dia memegang sendok dan makan, caranya mengangkat gelas lalu minum, menguyah dan tersenyum, pokoknya semuanya.
Wah, sial! Benar-benar kelas atas!
Tiba-tiba handphone Jimin berdering, dan dengan secepat kilat dia mengangkatnya ketika melihat nama sang Ayah yang tertera disana.
"Ya, Appa?"
"Aku, aku sedang makan."
"Apa?!"
"B-baiklah, Appa. Aku pulang sekarang."
Saat panggilan terputus Jimin terlihat frustasi, dia juga berdecak kesal. "Aku harus pulang, Appa mengatakan sesuatu yang membuatku merinding." Jelasnya tanpa dimintai penjelasan.
Taehyung hanya mengedikkan bahunya acuh, sementara Tzuyu memberikan senyumannya.
"Maaf, Tzuyusii. Aku harus pergi di tengah makan malam kita, aku sangat menyesal."
"Tidak apa-apa, Sunbae. Kita bisa melakukannya lain kali."
Jimin tersenyum, "Kau benar, kita bisa melakukannya lain kali. Dan nanti, aku akan menagihnya lagi padamu. Oke?"
Tzuyu terkekeh lalu memberikan anggukannya.
"Kim, kau bisakan antarkan Tzuyusii pulang?"
"Apa?" Taehyung mengernyit, "Aku?" Katanya hendak protes.
"Iya, siapa lagi kalau bukan kau?! Hanya antarkan sampai rumah dengan selamat apa susahnya!" Jimin sudah heboh sendiri ketika melihat wajah Taehyung yang berubah dingin dan tatapan tajamnya yang mengerikan.
"Sunbae, tidak apa-apa. Aku bisa pulang sendiri." Tzuyu menyela, dia merasa tak enak sekarang.
"Tidak-tidak, kau harus diantar, bahaya untuk gadis secantik dirimu jika harus pulang sendirian, ini sudah sangat malam."
"Tapi-"
"Jangan khawatir, Temanku juga tidak akan keberatan, iyakan Tae?"
Taehyung mendengus,
Tapi Jimin menatapnya dengan memohon, seolah-olah pria itu mengatakan-
Ayolah, Kim! Selamatkan harga diriku!
"Iyakan, Kim?" Lagi, Jimin bertanya dengan nada meyakinkan.
Membuat Taehyung memutar bola matanya malas, "Pergi kau sialan!"
Dan telak. Jimin tertawa. "Ya sudah, aku duluan. Sampai nanti Tzuyusii."
Tzuyu tersenyum, "Hati-hati Sunbae."
Setelah kepergian Jimin suasana berubah canggung, tidak ada diantara keduanya yang memulai percakapan. Mereka hanya sesekali menyantap makanan dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Sampai Tzuyu memberanikan diri berbicara untuk mengakhiri ini semua dan sesegera mungkin bisa pergi, "Maaf jika keberadaan ku membuatmu tidak nyaman, Sunbaenim."
Taehyung mendongak.
"Aku tidak bermaksud untuk membuatmu berakhir seperti ini, dan terjebak dalam suasana yang tidak menyenangkan."
"Aku tahu." Taehyung menjawab sekenanya membuat Tzuyu getir.
Sekarang, apa yang harus dirinya lakukan? Buru-buru pergi? Tapi bagaimana?!
"Aku-"
"Kau-"
Keduanya kompak berbicara secara bersamaan, hingga mereka kembali saling melemparkan pandangan sebelum akhirnya sama-sama memalingkan wajah dan berdehem pelan.
"Kau duluan."
"Tidak, silahkan, Sunbae duluan."
Taehyung kembali berdehem, "Aku- entah mengapa, tapi aku selalu merasa kita saling mengenal. Tapi itu tidak mungkin, bukan?"
Tzuyu tertegun, sebagian hatinya merasa tertohok. "Mungkin, Sunbae salah orang."
Taehyung memandang Tzuyu lekat, "Kau benar, tidak mungkin aku mengenalmu, kita bahkan belum lama bertemu."
"Ya." Jawabnya pelan bagai bisikan, tanpa sadar kedua tangannya mengepal di bawah meja.
Beberapa lama dari itu, keheningan kembali terjadi, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang beradu, sampai-
"Akhh,, sial!"
"Sunbae! Yaampun, kenapa kau sangat ceroboh!" Tanpa sadar bentakan itu keluar begitu saja dari Tzuyu, membuat Taehyung terpaku.
Tzuyu juga reflek memegang tangan Taehyung yang tadi teriris, dia dengan cekatannya melilitkan tisu dijari pria itu. Bermaksud membersihkan darah yang keluar, setelahnya dia memberi plester hitam lagi dijarinya.
Sementara Taehyung yang awalnya diam memaku ditempatnya, kini tersadar. Dengan cepat dia menarik tangannya dari genggaman Tzuyu, "Apa yang kau lakukan? Hah! Aku bisa sendiri!" Bentaknya kasar.
"M-maafkan aku." Tzuyu pun gelagapan, merutuki kebodohannya yang kelepasan.
Melihat kegugupan gadis itu membuat Taehyung seketika menyesal karena telah membentaknya, perasaan bersalah tiba-tiba menyerang ulu hatinya.
Sial! Ada apa denganku?!
"Aku telah lancang, untuk itu aku minta maaf, Sunbaenim."
"Sudahlah, lebih baik sekarang kita pulang."
"Kalau begitu aku permisi, Sunbae." Dengan cepat Tzuyu meraih tasnya, dia berdiri bersiap beranjak pergi.
Tapi tanpa diduga Taehyung meraih tangannya, membuat Tzuyu tersentak kaget dengan mata membola tak percaya. Dia berbalik.
Deg!
"Tunggu, Nona. Apa aku bilang kalau kau pulang sendiri?"
Tzuyu masih diam, memandang sepasang mata tajam itu lekat, penuh kerinduan.
Kapan terakhir kali kau menggenggam tanganku, Oppa? Rasanya, dadaku sesak.
Taehyung mengeratkan genggaman tangannya, "Aku akan mengantarmu, jangan salah paham, aku hanya tak ingin repot-repot mendengar ocehan Jimin."
_________
Selama perjalanan tidak ada sepatah katapun yang keluar diantara keduanya, yang ada hanyalah keheningan.
Taehyung fokus menyetir, sementara Tzuyu tak bergeming.
"Dimana rumahmu?" Taehyung bertanya tanpa mengalihkan atensinya dari setir.
"Aku, aku akan ke rumah teman, belok kanan setelah persimpangan jalan didepan."
Taehyung mengernyit.
Semalam ini ke rumah teman? Ck!
Entah, tapi rasanya dia ingin marah.
Setelah beberapa saat akhirnya mereka sampai, "Disini, Sunbae."
Taehyung menepikan mobilnya dihalaman rumah berwarna biru.
Sebelum turun Tzuyu memberanikan diri melihat pada Taehyung, "Terimakasih sudah mengantar, dan maaf karena sudah merepotkan, Sunbae."
"Ya." Taehyung melirik Tzuyu sekilas saat gadis itu keluar dari mobilnya, diapun melaju pergi tanpa sepatah katapun lagi.
Sementara Tzuyu melangkah mundur, demi apapun kakinya seolah kehilangan pijakan. Punggungnya menyandar pada gerbang dan hatinya serasa sesak sekarang.
Sampai kapan aku harus menahan semuanya? Aku, sudah hampir lelah.
"Miris memang, kenapa aku masih saja menyimpan perasaan ini untukmu? Kenapa aku tidak pernah bisa melupakanmu?"
Apakah aku selemah itu?
🌼🌼🌼🌼🌼
🌼🌼🌼🌼🌼
Haii,
Sejauh ini, aku ingin mengucapkan terimakasih pada kalian yang sampai saat ini masih stay dan udah nyempetin buat baca.
Salam manis,
Fyuzle