Junho ngelihatin Dongpyo yang dari tadi mondar-mandir di depannya dengan wajah frustasi. Anak itu udah sekitar 30 menit mondar-mandir kayak setrika dan nggak ada niatan buat berhenti, dan akhirnya bikin Junho capek sendiri lihatnya.
"Pyo, duduk dong. Pusing nih mata gua liat elo uget-uget gitu," katanya sembarangan.
Dongpyo berhenti tepat di depan Junho. Wajahnya nggak setenang biasanya. "Perasaan gue kok gak tenang, ya, Jun dari tadi."
"Lo ada utang belom dibayar?"
Dongpyo menggeleng.
"Ada pasien bikin lo kesel?"
Dongpyo menggeleng lagi.
"Ada hal lain yang lo pikirin?"
Kali ini Dongpyo mengangguk dan akhirnya ngambil posisi duduk di samping Junho. "Pikiran gue mendadak gak tenang, Jun. Perasaan gue mendadak gak enak."
"Lo mau cerita sama gua? Gua gak bisa bantu sih, tapi seenggaknya gue bisa bantu dengerin lo. Gua pendengar yang baik kok." Junho tersenyum.
Dongpyo noleh sebentar. "Lo kan punya 2 kakak, gimana rasanya sodaraan sama mereka?"
Junho kelihatan mikir sebentar, terus menjawab, "Gak begitu bagus. Mungkin karena kita tumbuh dengan standart orang tua yang tinggi, kita jadi sama-sama egois dan individualis. Lo sendiri sama Hyungjun? Kalian kan kembar."
Dongpyo nunduk natap sepatunya. "Kalo Hyungjun sedih, gue suka ikutan sedih. Kalo Hyungjun sakit, pasti besoknya gue juga sakit. Intinya kalo Hyungjun kenapa-napa, walaupun gue ada di ujung dunia, gue bisa ngerasain itu."
"Ternyata bener kata orang. Anak kembar itu ikatan batinnya kuat." Junho terkekeh pelan.
"Dan sekarang perasaan gue gak enak, Jun. Gue takut Hyungjun kenapa-napa, tapi kok belom nelepon gue sampe sekarang? Biasanya dia kalo kenapa-napa, pasti nyempetin buat ngasih kabar sama gue karena gue orangnya parnoan."
Junho berdiri dari duduknya. "Kita ke VK aja sekarang. Sekalian liat Hyungjun lagi ngapain bareng Minkyu sama Wonjin. Gue juga khawatir sama Wonjin."
"Hyungjun udah pulang dari tadi. Gue udah kirim pesan ke Minkyu. Dia bilang Hyungjun udah pulang sekitar sejam lalu. Tapi dia gak ada bilang apa-apa sama gue. Pamitan juga gak, padahal itu motornya punya kita berdua."
"Ya udah kita ke rumah lo aja sekarang. Gua ijin dulu sama residen subspesialis kalo ada keperluan mendadak. Lo tunggu aja di mobil gua. Nih, kuncinya." Junho melempar sebuah kunci dengan gantungan Spiderman ke pahanya Dongpyo, terus dia ngibrit pergi duluan.
....
"Ya udah kita cerai aja. Gak ada lagi yang bisa kupertahanin dari keluarga ini. Punya istri selingkuh, punya anak satunya gay. Cuma Dongpyo yang waras di antara kalian."
"Papa, dengerin mama dulu. Tolong, jangan gini, pa."
Dongpyo berhenti di depan pintu rumahnya dengan badan menegang, sedangkan Junho yang berdiri di sampingnya Junho cuma bisa natap temannya khawatir.
"Kalo papa sama mamamu udah cerai, kamu ikut mama. Dongpyo ikut papa. Papa gak mau nampung anak lenjeh dan nyeleweng kayak kamu. Malu-maluin."
"Hyungjun minta maaf kalo gak bisa sesempurna Dongpyo, pa. Tapi tolong jangan pisah sama mama."
"Kalo papa emang mau kita cerai, oke, kita cerai. Bawa itu semua anak-anakmu yang gak berguna. Yang ini apalagi. Bisanya cuma bikin malu."
Dongpyo akhirnya membuka pintu rumahnya, masuk lebih dulu, sedangkan Junho cuma bisa ngekor pelan-pelan di depan. Dia masih punya kesopanan buat nggak sepenuhnya ikut campur ke dalam masalah keluarga Song walaupun dia temen deketnya Dongpyo sama Hyungjun.
"Kalo kalian emang mau cerai, cerai aja. Dongpyo capek liat kalian bertengkar tiap hari, main tangan tiap hari. Tapi jangan bicara yang jelek soal Hyungjun. Kalian gak tau apa-apa soal Hyungjun."
Junho diam di balik dinding, dengerin satu persatu percakapan mereka. Suara Dongpyo yang bergetar jadi sinyal sendiri kalo anak itu memang lagi emosi tinggi.
"Mama sama papa dari dulu kan selalu merlakuin Hyungjun sama Dongpyo beda hanya karena orientasi seksualnya Hyungjun. Mau kayak apapun Hyungjun, dia tetep anak kalian. Kalian gak berhak ngehina Hyungjun. Dan kenapa dia jadi gini? Mama tanya sama diri mama sendiri yang suka kelayapan sama laki-laki lain, sama suami orang."
"Oh, kamu berani sekarang? Hanya karena mau ngebela kembaranmu yang malu-maluin ini, kamu berani sama mama?"
"Kalian yang mulai. Kalo kalian emang mau cerai, silakan cerai. Dongpyo gak akan minta kalian buat selamanya bersama. Cerai kalo mau cerai. Silakan. Papa dengan kehidupan papa. Mama dengan kehidupan mama. Dongpyo lebih ikhlas kalian pisah, jadi Dongpyo gak perlu liat kalian bertengkar lagi. Tapi tolong, gak usah hina Hyungjun. Kalo kalian emang gak mau Hyungjun tinggal sama kalian, Dongpyo yang akan jaga Hyungjun."
"Pyo, udah. Hyungjun gak papa."
"Liat itu kembaranmu. Dia mau belain kamu yang menjijikkan kayak gitu dan kamu masih gak tau terima kasih."
"Papa punya hati gak? Yang papa hina-hina itu anak papa sendiri. Papa tau bangsat gak? Papa itu bangsat!"
Tepat setelah teriakan Dongpyo, hal pertama yang Junho denger adalah suara tamparan dan teriakan Hyungjun. Junho bukan main kagetnya. Saking kagetnya, dia akhirnya jadi orang asing yang mendadak muncul di antara keluarga Song.
"Kamu bawa temen ke sini?"
"Jangan-jangan kamu satu spesies lagi sama Hyungjun." Mamanya si kembar natap Junho dari atas ke bawah dengan tatapan geli.
Junho tersenyum miring, dan narik tangan Dongpyo sama Hyungjun buat berdiri di belakang punggungnya. "Ada masalah kalo saya satu spesies sama Hyungjun? Bukannya cowok itu kalo gak maho, yang brengsek. Kalo saya maho, om brengsek."
Dan perkataannya Junho yang kelewat lancang justru bikin dia kena tamparan panas di pipi. Hyungjun sama Dongpyo udah berusaha narik Junho buat keluar dari rumah mereka, tapi Junho yang dasarnya badannya lebih gede dari mereka cuma natap kedua orang tua si kembar datar, seakan tamparan tadi cuma berasa kayak cubitan.
"Saya kira cuma orang tua saya yang brengsek, tapi ternyata masih ada yang lebih brengsek. Mati aja gih om, tante, biar tenang idup temen-temen saya. Idup pun gak berguna, anak sendiri dihina."
.....
Junho natap Hyungjun sama Dongpyo satu persatu setelah setengah jam mereka duduk di Baskin Robbin dengan es krim yang sama sekali belum disentuh. Junho jadi frustasi sendiri karena dua temennya yang biasanya rame akhirnya jadi sediam ini.
"Kalian kalo ada apa-apa, coba jangan dipendem sendiri," Junho akhirnya angkat bicara setelah setengah jam diam.
Dongpyo mengangkat kepala. "Jun, thanks udah nolongin gue sama Hyungjun tadi. Dan maaf soal papa tadi."
"Jun, makasih buat tadi. Kalo gak ada lo, mungkin gue udah tamat di sana."
Junho menggeleng. "Gak usah bilang makasih. Gua juga gak ngapa-ngapain di sana. Harusnya gua yang minta maaf karena udah ngehina orang tua kalian tadi."
"Gak, Jun. Mereka emang pantas dihina biar mereka sadar, cuma selama ini gue gak pernah berani buat ngelawan mereka. Tapi tadi untung ada lo."
"Gua cuma gak suka mereka ngehina Hyungjun dan bilang sejahat itu sama lo, Pyo. Kalo gua yang ngatain elo pada kan niatnya bercanda, tapi mereka tadi gak ada kesan bercanda. Gua gak suka mereka ngehina dan main tangan sama kalian karena gua tau dihina sama orang tua itu gimana rasanya."
Dongpyo sama Hyungjun nggak menjawab. Dua-duanya cuma nunduk natapin es krim mereka yang mulai leleh.
"Kalo kalian butuh sesuatu, bilang aja sama gua. Gua bakalan jadi Doraemon buat kalian. Sekalian, kalo kalian perlu jasa kayak tadi, gua open 24 jam kok. Gak usah khawatir. Selama ada gua, gua akan biarin kalian ngegebel di luar karena kelakuan orang tua kalian. Kalian gak perlu takut. Kalian punya gua dan gua punya... gua punya apa ya? Barbel? Lumayanlah. Gegar otak tuh papa kalian kalo kena wkwkwk..."
"Junho, sekali lagi, thanks ya."
Kali ini Junho mengangguk. "Habisin es krimnya sekarang. Kalo gak abis, bayar sendiri. Kalo abis, nanti gua beliin J.Co sama Pizza Hut sekalian, oke?"
When you have good friends, it's more fun than staying alone.
.
.
.
Koass-koass kita yang selalu berisik, ngeluh sana sini, otak warasnya cuma separo... satu persatu udah nunjukin sisi lain dan latarbelakang kehidupan mereka.
Tinggal Yohan sama Junho😶