Ringg...riinggg...
Dira malas membuka mata. Ia masih terbaring tengkurap sambil menutupi telinganya dengan bantal. Tapi suara alarm masih saja terdengar mengganggu telinga. Dira berusaha meraba jam untuk mematikan alarm. Barulah ia bisa tenang.
Tapi Dira sudah tidak mengantuk lagi. Sebenarnya hari ini ia malas untuk bangun. Ia malas untuk sekolah. Dira hanya ingin tidur lagi dengan tenang. Kalau saja Dira itu beruang, pasti setiap hari ia akan hibernasi.
Dira mengambil ponselnya lalu membukanya. Ya, seperti biasa banyak notif yang masuk, tapi tidak ada yang penting. Inilah yang membuatnya malas untuk bermain hp.
Dira menatap notif paling atas. Lalu ia tersenyum kecut. Pesan spam dari Rafan.
[Kemarin 21.14] Varo Mata Kucing Rese : Dira.. udah bobo belum?
[Kemarin 21.15] Varo Mata Kucing Rese : Eh, udah ya?
[Kemarin 21.16] Varo Mata Kucing Rese : Yah, padahal gue mau tanya sesuatu nih..
[Kemarin 21.16] Varo Mata Kucing Rese : Oh ya, gue juga kangen lo kok
[Kemarin 21.17] Varo Mata Kucing Rese : Ra? Beneran udah tidur?
[Kemarin 21.17] Varo Mata Kucing Rese : Yaudah deh, good night and have a nice dream Nadira~
[04.30] Varo Mata Kucing Rese : Haii Ra.. Good morning~
Ini anak memang nggak ada kerjaan, hobinya nyepam terus. Dira hanya membacanya. Malas untuk membalas pesan tidak penting. Apalagi dari cowok mata kucing.
Dira meletakan ponselnya kembali. Beralih mengambil handuk untuk mandi. Ya mau tidak mau Dira harus berangkat sekolah.
Langit masih gelap. Hari ini cuacanya begitu terang. Bahkan bintang-bintang masih terlihat di langit. Maka dari itu pagi ini udara terasa lebih dingin. Mungkin mandi air hangat bisa membuatnya nyaman.
*****
Dira sedang sarapan bersama Cintya dan Kak Andi. Mereka hanya terdiam, sibuk dengan makannya masing-masing. Dira hampir menyelesaikan makannya. Tapi rasanya sudah kenyang untuk menghabiskannya.
Tring..
Oh, ponsel Dira berbunyi. Kira-kira pesan dari siapa ya? Ya, meskipun paling hanya pesan tidak penting, setidaknya ada kegiatan selama menunggu yang lain selesai makan.
Dira mengambil ponsel dari sakunya dan membukanya. Dira melihat satu pesan masuk.
[06.10] Varo Mata Kucing Rese : Ra berangkat bareng yuk.. nanti gue jemput ;D
Apa-apaan ini anak? Malas banget berangkat bareng Rafan. Maaf yah, sudah ada yang mengantar Dira. Tidak usah repot-repot jemput. Dira juga tidak mau berangkat dengannya.
[06.11] Vanadira Ayushita : Ogah!
Dira mengedarkan pandangannya, menatap kearah kursi kosong yang biasanya diduduki papahnya.
"Loh Mah? Papah mana?", tanya Dira baru menyadari Brian tidak terlihat daritadi.
"Papa udah berangkat daritadi. Katanya ada meeting penting, makanya berangkat pagi", jelas Cintya dengan masih sibuk makan.
"Lah terus Dira gimana?"
Oh, tidak! Jika papah tidak mengantarnya, lalu siapa? Dira tidak mau berangkat dengan Rafan!
"Anterin Kak Andi aja", usul Cintya.
Dira beralih menatap kakaknya. Sementara kak Andi menatapnya dengan agak cemas. Kak Andi hanya terdiam, pertanda dia tak mau mengantarnya.
Yah, malas sekali mengantar Dira. Lagipula kan sekolahnya tidak sejalan dengan kampusnya.
"Gak mau! Sana berangkat sendiri", tolak kak Andi yang terlihat untuk mengajaknya bertengkar.
"Kak Andii!", rajuk Dira kesal. Dasar kakak satu ini sangat menyebalkan.
Kapan dia pernah baik pada Dira? Sepertinya tidak pernah. Punya kakak tapi tidak berguna. Harusnya kan kakak laki-laki itu yang paling perhatian kepada adik perempuannya. Tidak seperti kak Andi!
"Sana minta dianterin supir aja!"
"Nggak ada mobil lagi kak!"
"Ya derita lo!"
"Ih, kak Andi!"
Ting tong..
"Siapa tuh pagi-pagi?", Cintya menatap ke arah ruang tamu.
"Biar Andi yang bukain", ucap Kak Andi dengan sukarela. Ia kemudian langsung beranjak untuk membuka pintu. Sekaligus bisa menghindari adiknya.
Beberapa detik kemudian, Kak Andi menuju ke ruang makan lagi. Ia kemudian bersandar pada pintu sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Kak Andi menatap Dira dengan senyum liciknya.
Mencurigakan! Kakak satu ini memang nggak pernah bener!
"Tenang saja adikku. Nggak usah khawatir nggak ada yang nganterin. Karna pangeran berkuda sudah datang menjemputmu", ujar Kak Andi sok dramatis.
Dira menatap kakaknya bingung sekaligus jijik. Sejak kapan dia jadi alay seperti ini? Eh, tapi siapa ya yang datang? Jangan bilang..
Dira menggendong tasnya dan segera menuju ruang tamu untuk memastikan.
Langkah Dira terhenti ketika ia mendapati seorang laki-laki yang tengah duduk di sofa. Mata Dira membulat sempurna. Ia hampir tak percaya dengan yang dilihatnya.
"Kak Diki?!". Ternyata Diki?
Diki tersenyum simpul pada Dira. Lesung pipinya membuatnya bertambah manis ketika tersenyum. Tapi, Dira agak heran melihatnya disini. Tumben sekali dia datang kemari.
"Van, berangkat sekarang?", tawar Diki dengan senyumnya.
"Eh, i, iya. Nggak apa-apa nih kak, berangkat bareng?"
"Ya nggak apa-apa dong, kan aku yang minta"
Wah, kebetulan macam apa ini? Disaat tidak ada yang bisa mengantar Dira, Diki tiba-tiba datang menjemputnya.
Tapi untunglah, hampir saja Dira mengira yang datang itu Rafan, ternyata Diki?
Kira-kira bagaimana dengan Rafan? Apa dia benar tidak jadi menjemput? Mungkin niatnya sudah menciut ketika Dira langsung menolaknya.
Setelah berpamitan dengan Cintya, mereka pun langsung berangkat sekolah dengan mobil Diki. Setelah itu, Cintya dan Kak Andi juga segera berangkat.
Baru beberapa detik mereka pergi, sebuah motor berhenti di depan rumah Dira. Pengendara itu turun dari motornya. Menatap rumah Dira yang sudah terlihat sepi.
"Pak, Diranya ada?", tanya orang itu pada satpam rumah Dira.
"Den Varo ya?. Non Dira baru aja berangkat sama Den Diki"
Diki? Astaga, Diki ketua osis yang kemarin?!
Mata Rafan membulat sempurna. Bagaimana mungkin Dira berangkat bareng Diki?! Apa itu sebabnya Dira tadi menolak? Tidak, Rafan sudah keduluan! Bagaimana ini?!
Tapi, Rafan jadi merasa sedih juga. Sebenarnya tidak rela jika Dira harus bersama dengan laki-laki itu. Rafan juga khawatir, bagaimana jika mereka saling mencintai? Lalu Rafan? Hanya menjadi nyamuk ngenes yang butuh obat.
Malangnya nasib Rafan. Kenapa Dira lebih memilihnya daripada Rafan?!
*****
Ingat, Dira dan anak osis itu berangkat belum lama. Rafan melaju dengan kecepatan diatas rata-rata. Tidak peduli motor Pak Hendra rusak atau lecet. Yang penting Rafan harus bisa menyusul mereka. Rafan tidak akan membiarkan mereka bersama.
Hingga sampai di perempatan lampu merah, Rafan berhenti. Ia memandang setiap mobil di depannya. Kira-kira yang mana mobil milik Diki itu? Apa Rafan harus mengeceknya satu persatu? Hah, ribet juga ya.
Oh, mobil putih itu, dari belakang terlihat seorang cewek dan cowok. Apakah dia Dira? Rafan harus memastikannya.
Untung saja Rafan pake motor, mudah saja untuk menyalip. Sayangnya, ketika Rafan hampir melihat orang di dalamnya, lampu hijau telah menyala.
Tapi Rafan semakin yakin kalau itu mereka. Rafan akan terus mengawasinya. Jika mobil itu sejalan menuju sekolah, berarti kemungkinan itu adalah mereka.
Sampai di lampu merah berikutnya. Kebetulan sekali, Rafan bisa berhenti tepat disamping mobil itu. Rafan berusaha melihat orang yang ada disampingnya.
Memang benar Dira!?
Rafan mengetuk kaca mobil, membuat orang didalamnya terkejut.
"Ra! Dira!", Rafan heboh sendiri.
Mata Dira membulat sempurna. Bagaimana mungkin tiba-tiba Rafan ada disini? Dan apa yang sedang dia lakukan? Dasar cowok gila!
Dira membuka kaca mobil dan menatap sinis ke arah Rafan. "Lu ngapain sih?!".
"Gue kan udah bilang buat berangkat bareng gue. Ngapain lo sama dia?!", ujar Rafan kesal sambil menunjuk ke arah Diki. Sementara yang ditunjuk hanya menatapnya bingung.
Siapa cowok aneh ini? Pacar Van? Atau cuma orang gila?!
"Ra! Turun nggak?!"
"Enak aja, nggak mau!"
"Dira, lo harus berangkat sama gue!"
Rafan terus mengetuk-ngetuk pintu mobil Diki. Anak ini benar-benar sudah gila! Maksudnya apa ngajak ribut di tengah jalan?!
"Eh, lo siapa sih? Jangan maksa Van dong!", Diki akhirnya ikut angkat bicara.
"Diem lo, kecoa!"
Yah, gue dikatain kecoa??
Tin..tin..
Suara kendaraan di belakang mereka mulai berbunyi beriringan. Lampu sudah hijau kembali, tapi dua orang itu malah ribut menghalangi jalan!
"Ya, yaudah deh!", akhirnya Dira menyerah. Daripada orang-orang dibelakangnya mulai marah dan demo padanya.
"Maaf ya kak", Dira jadi merasa tidak enak pada Diki. Semua ini gara-gara Rafan. Dasar orang gila!
Dira akhirnya turun dari mobil dan beralih untuk membonceng Rafan. Sebenarnya terpaksa, sangat terpaksa! Baru kali ini Dira menemukan cowok super aneh bin nyebelin seperti Rafan.
Sementara Diki juga terpaksa melepas Dira bersama cowok asing itu. Diki juga tidak punya hak untuk melarang Dira kan. Ia juga tidak tahu siapa cowok itu. Dan ada hubungan apa dengan Dira?
Kayaknya saingan gue nih,
*****
Dira turun dari motor dengan wajah ditekuk. Sebenarnya sejak tadi Dira ingin sekali memukul kepalanya, tapi Dira tahan.
"Ngapain sih lu maksa-maksa gua, hah?!"
"Gue cemburu!"
"Ya nggak usah maksa gua! Serah gua dong mau bareng siapa! Napa lu maksa? Hah! Emang lu siapa?!", Dira benar-benar sudah marah.
Bukan masalah berangkat bareng siapa, tapi malunya itu lho!
"Gue jodoh lo"
Sepertinya anak ini memang sudah gila. Ya ampun, harus bagaimana lagi menghadapi bocah ini?! Omongannya selalu ngawur! Gak jelas!
"Tauk ah!"
Dira langsung pergi meninggalkan Rafan sendirian. Daripada ia harus terus naik darah. Tidak baik jika terus dekat-dekat dengan Rafan.
Rafan hanya diam menatap kepergian Dira. Meskipun ia sudah sering melihat Dira seperti itu, tapi entah mengapa kali ini rasanya berbeda. Rafan merasa agak sedih melihat Dira terus saja menjauhinya.
Ra, lo nggak tahu ya? Kalo gue suka sama lo
*****