Happy Reading♡
Jangan lupa untuk vote dan coment!
Semoga kalian suka dengan part ini.
~~~
Sebuah mobil mewah berwarna putih berhenti tepat di hadapan sebuah gedung besar dengan bertuliskan MEHTA COLLECTION. Orang-orang yang berada di sana termasuk wartawan dan juga photografi langsung menyambut seorang lelaki muda dan tampan yang keluar dari mobil tersebut.
Sanskar Singh Mehta, lelaki tampan yang selalu menjadi panutan semua orang termasuk para karyawannya itu baru saja sampai di sebuah gedung perkantoran milik keluarganya. Sang ayah memberikan kepercayaan sekaligus tanggungjawab kepadanya untuk mengurus perusahaan besar. Meski awalnya ragu, tapi mau tidak mau, Sanskar harus tetap menerimanya. Hanya dia putra satu-satunya dari keluarga Mehta.
Sanskar melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam gedung itu. Tapi ketika sampai di lobi, langkahnya harus terhenti saat salah satu perempuan menghampirinya.
"Selamat pagi tuan muda. Sepuluh menit yang lalu ada seorang gadis kemari. Dia mengatakan padaku jika dia ingin melamar pekerjaan disini tuan."
Sanskar melepaskan kaca mata yang terpasang di matanya. "Lalu dimana gadis itu sekarang?"
"Sekarang dia ada di ruangan mu tuan."
Tanpa menjawab lagi, Sanskar beranjak pergi bersama satu orang yang menjadi asistennya. Melangkahkan kakinya yang sempat terhenti. Setelah sampai di lantai 3, Lelaki itu keluar dari lift lalu bergegas menuju ke ruangannya. Baru saja dia ingin membuka pintu ruangannya, ada seseorang yang memanggilnya. Membuat dia harus mengurungkan niatnya itu
"Sanskar!"
Sanskar menoleh melihat gadis cantik berjalan menghampirinya. Rambutnya terurai panjang lurus, hanya bagian bawahnya aja yang sedikit ikal. Gaun berwarna putih bercampur pink membuat dia terlihat sangat cantik.
"Ragini kau sudah datang?"
Ya, gadis itu adalah Ragini. Gadis yang mampu menarik perhatian pria mana saja yang melihatnya.
"Tentu saja. Hari ini ada jadwal pemotretan bukan? Maka dari itu aku datang dengan begitu cepat," ucap Ragini begitu ramah pada Sanskar. Bagaimana tidak? Sudah sejak dulu dia menaruh perasaan pada lelaki yang ada di hadapannya saat ini. Tetapi ia belum tau, apa lelaki itu memilikinya perasaan yang sama sepertinya atau tidak?
"Bagus jika begitu."
"Kau baru datang Sanskar?" tanya Ragini.
"Iya tadi ada sedikit urusan kecil di rumah dan juga ada kendala saat di jalan," jawab Sanskar. Cukup singkat namun dapat Ragini mengerti.
Sanskar menatap Ragini dari atas hingga bawah. "Kau sudah mengganti pakaian mu?"
"Sanskar sebentar lagi pemotretan akan segera di mulai. Tidak mungkin jika aku belum juga mengganti pakaian," ucap Ragini.
"Baiklah. Aku masuk dulu," balas Sanskar dengan singkat. Lelaki itu memegang kenop pintu. Perlahan dia membuka lalu masuk ke dalam ruangan itu bersama asistennya dan juga Ragini. Sanskar sudah tau jika di dalam sana ada seorang gadis yang tengah menunggunya. Hanya Ragini saja yang belum tau soal itu.
*****
Saat ini Swara duduk di sofa menunggu kedatangan pemilik dari ruangan itu. Cukup lama dia menunggu membuatnya sedikit merasa bosan. Namun, ketika ia ingin beranjak berdiri untuk melihat sesuatu yang ada di sana, tiba-tiba ia di kejutkan saat ada orang yang tengah berbicara di depan pintu ruangan itu. Raut wajah Swara berubah menjadi panik ketika knop pintu mulai bergerak yang menandakan bahwa orang yang sedang di luar akan masuk.
"Oh ya ampun, ada orang yang akan masuk ke sini. Apa mungkin itu pemilik perusahaan ini? Tapi jika bukan bagaimana?" gumam Swara panik. "Aku harus bersembunyi. Ya aku bersembunyi."
Swara beranjak bangun. Gadis itu berniat untuk bersembunyi. Tetapi bersembunyi dimana? Tak ada tempat yang aman di sana. Saat pintu itu perlahan terbuka, Swara langsung mengambil sebuah buku yang berada di atas rak. Lalu mengangkat dan menutupi wajahnya dengan menggunakan buku tersebut.
Sanskar terdiam. Begitu juga dengan Ragini dan lelaki yang menjadi asisten Sanskar. Ragini dan asisten Sanskar merasa heran, kenapa ada seorang gadis di sana? Siapa yang telah mengizinkannya masuk?
"Siapa kau? Berani sekali kau masuk ke ruangan ini," ujar Ragini langsung memarahi Swara.
"Ragini biar aku saja," kata Sanskar. Dia tau benar bahwa gadis itulah yang ingin melamar pekerjaan di perusahaannya.
"Tapi Sanskar dia—"
"Ragini dia gadis yang ingin melamar pekerjaan," ucap Sanskar sedikit menjelaskan. "Turunkan bukunya. Kau harus memperkenalkan dirimu sebelum melalui interview," pintanya pada Swara.
Gadis itu perlahan menurunkan buku yang menutupi wajahnya. Dia memberanikan diri untuk beradu tatap pada Sanskar. Entah ada magnet dari mana, Sanskar menjadi diam. Sepasang matanya fokus menatap pada Swara. Begitupun juga dengan Swara sendiri. Keduanya saling menatap seolah-olah tak memperdulikan ada kehadiran dua orang lainnya yang berada di sana.
Ketika melihat Swara, Sanskar menjadi mengingat ketika mobilnya nyaris menabrak seorang gadis. Gadis itu sama persis seperti Swara. Pakaiannya sama dan tasnya pun sama. Hanya saja dia tidak sempat melihat wajahnya.
Sanskar memegang dadanya. Ia merasakan degup jantungnya lebih cepat saat menatap gadis itu. Untuk kedua kalinya hal ini terjadi lagi. Dimana degup jantung Sanskar berdetak lebih cepat ketika berdekatan dengan seorang gadis.
Ada apa denganku? Kenapa aku merasakan seperti ada sesuatu yang terjadi padaku?, ucap Sanskar dalam hati.
Ragini melihat ke arah Sanskar lalu pada gadis itu. Dia sempat terkejut saat melihat wajah gadis itu yang sudah tidak asing baginya. Gadis itu adalah gadis yang sudah jatuh di hadapannya saat tadi.
"Kau?!" ujar Ragini pada Swara. Membuyarkan tatapan keduanya. "Apa yang kau lakukan di sini? Dengan beraninya kau masuk dan duduk di ruangan ini. Kau memang sama sekali tidak memiliki etika!" ujarnya kembali.
"Kau mengenalnya Ragini?" tanya Sanskar
"Tidak Sanskar. Bagaimana mungkin seorang Ragini mengenal gadis seperti dia," jawab Ragini menatap tajam pada Swara. Seolah-olah Swara adalah sampah baginya.
"Apa kau tau Sanskar? Saat aku sampai di sini, dia jatuh tepat di hadapan ku dan menghalangi jalan yang seharusnya aku lewati. Dia tidak sopan karena berani untuk memperkenalkan dirinya dan ingin menjabat tanganku. Tentu saja aku marah padanya," ucap Ragini mengadukan apa yang terjadi padanya sebelum Sanskar datang.
"Ragini aku mengerti. Tapi tolong untuk saat ini kau diamlah. Ada urusan yang harus aku selesaikan antara aku dan dia," balas Sanskar. Lalu beranjak duduk di kursi depan meja kantornya.
Swara menatap pada Ragini. "Wajahnya saja yang cantik tapi hati dan sikapnya begitu buruk," gumamnya.
"Kau mengatakan sesuatu?" tanya Ragini.
"Tidak tidak. Aku tidak mengatakan apapun," jawab Swara dengan cepat disertai senyuman. Sementara itu, Ragini beranjak duduk di atas sofa yang ada di ruangan tersebut.
"Silahkan duduk," kata Sanskar yang mempersilahkan Swara untuk duduk di kursi.
Swara mengangguk. Lalu duduk di salah satu kursi yang berada di depan meja itu. Kini posisinya harus berhadapan dengan Sanskar. Gugup? Tentu saja. Baru pertama kali baginya harus berinteraksi dengan pria tampan sekaligus kaya seperti Sanskar.
"Kau ingin melamar pekerjaan?"
Swara mengangguk.
"Baiklah. Berikan berkas lamaran pekerjaan mu," ucap Sanskar.
Swara langsung merogoh tasnya. Dia mengambil map berisi berkas lamaran pekerjaan yang sudah ia siapkan. Gadis itu memberikan map yang dia punya kepada Sanskar. Swara terlihat berbeda hari ini. Biasanya dia akan berbicara banyak di manapun dan kapanpun, tetapi hari ini tidak. Hanya terlihat kegugupan yang ada di wajahnya itu.
Sanskar menerima map itu. Lalu membuka isinya. Dia membaca dan melihat lembaran kertas yang di miliki Swara. Sesekali ia menoleh pada gadis itu saat memegang map berisi lamaran pekerjaan.
Tak perlu membutuhkan waktu banyak, Sanskar menutup kembali map itu dan menaruhnya di atas meja. "Kau di terima," ucapnya.
Swara terlihat terkejut saat laki-laki itu berkata bahwa dia diterima. Bahkan di interview saja tidak. Bukan hanya Swara, Ragini dan asisten Sanskar saja terlihat terkejut.
"Apa? Tuan mengatakan apa?" tanya Swara masih tak percaya.
"Kau di terima bekerja di sini. Kau paham?" ucap Sanskar sekali lagi.
Swara mengangguk. Senyuman manis mendarat di bibirnya membuat Sanskar menatapnya tanpa mengedip sekalipun. Ada rasa senang yang ia rasakan melihat gadis itu tersenyum.
"Terimakasih tuan. Terimakasih banyak," ucap Swara. Lalu menyodorkan tangannya untuk berkenalan dengan Sanskar yang mulai saat ini telah resmi menjadi bosnya.
"Untuk apa?"
"Untuk berkenalan sekaligus menandakan bahwa aku resmi bekerja di sini," ucap Swara yang berubah menjadi semangat. Tidak seperti tadi, yang hanya bisa diam dengan rasa gugup.
Sanskar terdiam. Dia belum juga membalas jabatan dari gadis itu. Membuat Swara terpaksa meraih tangannya dan menjabatnya.
"Aku Swara Chopra. Aku tinggal di perempatan jalan sana. Jika tuan ingin menemui ku suatu saat nanti, tanyakan saja pada pemilik kedai yang ada di jalan sana. Dan untuk jabatan ini, aku anggap sebagai peresmian bahwa mulai sekarang tuan menjadi bos ku. Secara sah dan saksikan oleh nona dan tuan ini," seru Swara.
Sanskar masih saja terdiam. Kali ini dia menatap gadis yang ada di hadapannya yang tengah tersenyum manis padanya. "Aku Sa—"
Baru saja Sanskar ingin memperkenalkan dirinya pada Swara, tiba-tiba Ragini melepaskan jabatan tangan antara Swara dan Sanskar. Begitu kasar dan terlihat ada rasa kesal dari wajahnya. Apa yang dia lakukan membuat Swara maupun Sanskar beranjak bangun.
"Berani sekali kau lancang memegang tangan Sanskar. Baru pertama kali bagiku melihat gadis tidak tau malu seperti dirimu. Pertama kau menghalangi jalanku, kedua kau mencoba memperkenalkan dirimu padaku, ketiga kau masuk ke dalam ruangan ini dan keempat kau menjabat tangan Sanskar. Apa kau sama sekali tidak memiliki rasa malu?" ujar Ragini.
"Maafkan aku nona jika yang aku lakukan ini salah bagimu," ucap Swara yang hanya bisa meminta maaf.
"Ragini hentikan. Aku mohon jangan membuat keributan di ruangan ku. Aku tidak menyukai hal yang menyangkut keributan," ujar Sanskar pada Ragini.
"Sanskar seharusnya kau memarahi dia bukan aku. Karena dia sudah berani—"
"Berani memegang tanganku begitu? Dia hanya ingin berkenalan denganku, itu saja. Lebih baik sekarang kau pergi ke ruang pemotretan. Nanti aku akan menyusul," potong Sanskar yang menyela ucapan Ragini.
Ragini menatap Sanskar lalu ke arah Swara. Dia menghela nafasnya lalu bergegas pergi dari sana dengan kesal. Kini hanya tinggal Swara, Sanskar dan satu orang yang menjadi asisten Sanskar.
"Kau bisa bekerja mulai hari ini. Dan untuk pekerjaan mu tanyakan saja pada Rach. Dia yang akan menjelaskan semuanya padamu," ucap Sanskar pada Swara.
Swara mengangguk. Sementara itu, Sanskar beranjak pergi dari sana untuk menyusul Ragini yang mungkin saat ini tengah marah-marah tidak jelas.
"Kau sudah paham kan dengan apa yang di katakan bos. Sekarang ayo ikut aku," ucap Rach.
Swara hanya mengangguk mengiyakan saja. Kemudian dia bersama Rach beranjak pergi dari sana. Sepertinya laki-laki itu ingin memberikan penjelasan mengenai pekerjaan yang akan di dapatkan Swara. Karena tadi Sanskar tidak mengatakan apapun mengenai hal itu. Bahkan dia menyerahkan semuanya pada Rach.
*****
Swara datang ke ruang make-up bersama Rach. Tentu saja hal itu membuat Swara sedikit tidak paham. Kenapa lelaki itu membawanya ke ruangan make-up? Apa mungkin ia akan bekerja di bagian sana? Tapi menjadi apa? pikir Swara.
"Kenapa kau membawaku kemari?" tanya Swara.
"Karena kebetulan hari ini nona yang menjadi make over sedang sakit, jadi untuk sementara kau yang akan menggantikan dia dulu. Kau paham kan apa yang aku maksud?" jawab Rach. Membuat Swara sedikit terkejut mendengarnya.
"Jadi aku akan mendandani seseorang?"
"Ya aku harap kau bisa."
Swara mengangguk. "Tapi aku..."
"Tidak perlu pakai tapi-tapian. Kau hanya tinggal persiapan alat makeup dan menunggu nona model datang. Itu saja, tidak banyak," ucap Rach memotong ucapan Swara. Padahal gadis itu ingin menjelaskan keluhannya.
"Nona model yang tadi?"
"Iya nona Ragini. Kau harus pastikan dia terlihat sangat cantik dan jangan sampai kau membuat kesalahan meski sedikit saja. Kau mengerti?" ucap Rach kembali.
Swara terdiam sejenak. Ia menjadi resah ketika mengetahui bahwa dia akan mendandani Ragini. Dia tau benar bahwa gadis itu terlihat tidak menyukainya. Di lihat dari kejadian tadi saja ia sudah tahu. Tanpa melakukan kesalahan pun, Swara pasti akan di marahi olehnya.
"Yasudah kau diam di sini. Aku akan segera kembali," Rach beranjak pergi dari sana meninggalkan Swara sendiri di ruangan make-up.
"Tapi aku..."
"Tuan Rach!" panggil Swara. Tetapi lelaki itu sudah benar-benar pergi. Lalu apa yang harus Swara lakukan sekarang?
Swara duduk di kursi yang ada di sana. "Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Sejujurnya aku tidak bisa mendandani orang lain. Mendadani diriku saja tidak bisa. Riwayat ku pasti akan mati jika Nona itu mengetahui bahwa aku tidak bisa mendadani nya," gumam Swara begitu cemas.
Tidak berselang lama, Ragini datang ke ruangan make-up. Membuat Swara langsung beranjak bangun. Gadis model itu tidak terkejut melihat gadis itu ada di sana. Dia hanya langsung duduk di kursi depan meja rias.
Swara menghampirinya—berdiri tepat di belakang Ragini.
"Aku dengar kau di terima. Jadi kau sebagai seorang make over?" tanya Ragini menatap Swara melalui pantulan cermin.
"B-benar nona. Aku akan menjadi make over sementara," jawab Swara dengan sedikit gugup.
"Baiklah. Tolong dandani aku dengan sangat cantik. Kau paham?" balas Ragini dengan bersikap biasa saja. Ia mencoba melupakan apa yang terjadi tadi di luar.
Swara mengangguk. Dia mulai menatap rambut Ragini dengan sebisanya. Sejujurnya dalam hati, Swara benar-benar gugup. Dia sama sekali tidak memiliki pengalaman seperti ini.
Ragini menatap Swara kembali dari cermin. "Nama mu Swara?" tanyanya.
"Iya aku Swara Chopra. Panggil saja aku Swara. Kalau nona sendiri?"
"Kau memang begitu lancang Swara. Kau sama sekali tidak tau cara menghormati orang yang tidak sederajat denganmu," ujar Ragini. Membuat Swara menunduk kepalanya. Sebenarnya dia tidak terima dengan ucapan nona itu, tapi di sini Swara bekerja. Dia tidak memilikinya hak untuk menjawab ucapan Ragini.
"Namaku Ragini Malhotra. Panggil aku Ragini," ucap Ragini.
"Salam kenal Nona Ragini," ucap Swara dengan tersenyum. Dia masih tetap memberikan keramahan pada gadis itu.
"Hm."
Setelah menata rambut selesai, Swara memulai membuka kotak besar. Dia cukup terkejut saat melihat apa saja yang ada di dalam kotak tersebut.
Oh ya ampun, apa ini? Perlengkapan alat makeup nya begitu banyak sekali. Aku benar-benar tidak mengerti apa saja itu. Aku juga tidak tau apa yang harus aku berikan pada nona Ragini. Bagaimana jika aku salah?, ucap Swara dalam hati.
"Kenapa kau diam Swara?" tanya Ragini.
"Tidak apa-apa Nona. Aku akan mulai mendadani mu," jawab Swara.
"Aku ingatkan padamu. Aku ingin terlihat sangat cantik sampai semua orang merasa terpesona padaku. Kau mengerti Swara?" ujar Ragini memperingati Swara.
"Baiklah."
Swara berusaha melakukan apa yang menurutnya benar. Semoga saja nanti hasilnya tidak mengecewakan. Dia benar-benar takut mengenai hal itu. Tetapi dia harus tetap percaya diri bahwa dia bisa.
*****
Sanskar bersama seorang photografi tengah berbincang-bincang seputar hasil pemotretan kemarin. Mereka juga membicarakan tema pemotretan untuk hari ini. Ketika keduanya tengah asik berbincang, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh teriakan seseorang yang berasal dari ruang make-up.
"Aaaaa!!!"
Semua orang yang berada di sana terdiam saat mendengar suara teriakan itu.
"Ragini," gumam Sanskar yang tau benar jika itu adalah suara Ragini. Ketika dia ingin beranjak masuk ke dalam ruangan itu, kehadiran Ragini bersama Swara membuat dia mengurungkan niatnya itu.
Sanskar cukup terkejut saat melihat wajah Ragini yang terlihat seperti badut. Bibirnya merah namun terlihat tidak rapih. Make-up yang dia gunakan juga terlihat tebal. Bahkan yang membuat Sanskar heran di sekitar wajah Ragini ada bintik-bintik merah seperti akibat gatal-gatal. Semua orang malah cekikikan tertawa pelan agar tidak sampai di dengar oleh gadis itu.
"Ragini wajahmu?" tanya Sanskar.
Ragini menoleh ke beberapa orang yang ada di sana. Mereka mentertawakan dirinya. "Hei diam kalian semua! Berani sekali kalian mentertawakan diriku. Jika sampai aku melihat diantara kalian yang mentertawakan diriku lagi, aku akan meminta pada Sanskar untuk memecat kalian semua!" ujar Ragini. Membuat orang-orang itu menjadi terdiam dan kembali melanjutkan pekerjaan mereka.
"Ragini tenanglah. Sekarang ceritakan ada apa denganmu? Kenapa wajahmu jadi seperti ini?" tanya Sanskar. Sejujurnya dia ingin tertawa tetapi ia mencoba untuk menahannya.
"Sanskar wajahku seperti karena dia! Swara telah membuat wajahku menjadi seperti ini Sanskar," ujar Ragini mengadu pada lelaki itu dan menyalahkan Swara.
"Tunggu Ragini. Jelaskan agar aku paham. Memangnya apa yang dilakukan Swara sampai kau menyalahkannya? Aku tau Swara menjadi make over untuk sementara tapi kenapa kau?" tanya Sanskar yang masih bingung.
"Lebih baik kau tanyakan saja pada Swara. Apa saja yang telah dia lakukan padaku?!" balas Ragini.
"Maafkan aku nona. Aku benar-benar tidak tau jika semuanya akan seperti ini. Aku hanya melakukan tugasku saja," ucap Swara meminta maaf pada Ragini.
"Maaf katamu? Apa kau pikir dengan kau meminta maaf kau bisa membuat wajahku kembali baik-baik saja? Hah? Karena dirimu wajahku menjadi seperti ini Swara," balas Ragini menatap tajam pada Swara. "Aku tau kau pasti sengaja membuat wajahku seperti ini kan? Kau sengaja karena kau merasa sakit hati atas apa yang telah aku katakan padamu. Jawab aku Swara!"
"Ragini tenanglah dulu," kata Sanskar memegang kedua bahu Ragini untuk menenangkannya.
"Bagaimana bisa aku tenang Sanskar? Wajahku jadi seperti ini gara-gara dia. Sekarang aku minta padamu agar kau memecat Swara. Kau telah melakukan kesalahan dengan menerima dirinya untuk bekerja disini!" ujar Ragini.
"Tidak. Aku mohon jangan lakukan itu tuan. Aku benar-benar tidak sengaja melakukannya. Jujur saja aku tidak bisa mendadani seseorang tuan. Aku juga sempat ingin menjelaskan pada asisten mu jika ku tidak bisa bekerja dalam hal mendadani. Tolong maafkan aku. Jangan memecat ku tuan," ucap Swara. Gadis itu menangis begitu memohon pada Sanskar.
"Tidak Sanskar. Kau jangan memaafkan dia. Karena dia semuanya menjadi kacau. Pertama wajahku menjadi seperti ini, kedua jadwal pemotretan yang seharusnya sudah di mulai kini menjadi terhambat. Semua itu terjadi karna ulah dia. Aku minta padamu pecat saja dia!" ujar Ragini pada Sanskar.
Sanskar menatap Swara. Entah kenapa perasaannya menjadi aneh. Dia merasakan kesedihan yang dirasakan gadis itu. Air mata yang keluar dari matanya membuat Sanskar merasa sangat sedih.
"Anita," panggil Sanskar.
"Iya tuan."
"Cepat bawa Ragini ke ruang make-up. Berikan obat untuk menyembuhkan wajahnya. Jika wajahnya sedikit lebih baik, kau dandani saja Ragini. Pemotretan akan di tunda selama dua jam," ucap Sanskar pada Anita, salah satu pekerja yang ada di sana.
"Baik tuan. Ayo nona Ragini!"
"Sanskar aku peringatkan padamu sekali lagi, Swara tidak pantas berada di sini. Dan jika sampai kau tidak menuruti keinginan ku, kau membuktikan bahwa kau sama sekali tidak peduli padaku," ujar Ragini. Lalu beranjak pergi dari sana bersama Anita.
Sanskar terdiam. Dia kembali menatap kembali sepasang mata Swara. Dia bisa melihat jelas ada kesedihan di mata gadis itu. Rasanya ia merasa sangat sakit, tak tega melihat Swara sedih. Sanskar juga merasa bingung, kenapa ia begitu merasakan yang sebelumnya tidak pernah terjadi padanya?
"Tuan maafkan aku. Tolong maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf padamu. Aku tidak tau jika apa yang aku lakukan akan berdampak seperti ini. Jika tuan memang ingin memecat ku, baiklah aku akan menerimanya. Mungkin itu adalah hukuman yang pantas aku terima," ucap Swara dengan berlinang air mata.
Entah dorongan dari mana, tiba-tiba Sanskar mengusap air mata Swara dengan tangannya sendiri. Tentu saja hal itu membuat Swara sedikit terkejut dan menatap lelaki itu.
"Janganlah menangis. Karena dengan menangis akan membuat hati seseorang menjadi lemah," ucap Sanskar. Saat dia menyadari tangannya masih berada di pipi Swara, ia langsung menarik tangannya.
"Maaf," kata Sanskar.
"Apa tuan akan memecat ku sesuai dengan permintaan dari Nona Ragini?" tanya Swara.
"Aku tidak akan memecat mu. Kau sama sekali tidak bersalah. Ini semua adalah kecelakaan tanpa di rencanakan. Aku sangat percaya padamu jika kau tidak mungkin melakukannya dengan sengaja. Maka dari itu aku memberikan mu satu kesempatan lagi," jawab Sanskar.
Senyuman perlahan mendarat di bibir Swara. "Benarkah itu? Tuan mau memberikan satu kesempatan bagiku?" tanya Swara tak percaya.
Sanskar mengangguk.
"Terimakasih banyak tuan. Terimakasih," kata Swara yang langsung memegang tangan Sanskar. Rasa senangnya sampai ia tidak dapat berpikir apapun lagi.
Sanskar terdiam menatap ke arah tangan Swara yang memegang tangannya. Perlahan tatapannya beralih pada sepasang mata gadis itu. Swara yang menyadari itu, dia langsung menarik tangannya kembali.
"Maaf tuan bos," kata Swara.
Sanskar maupun Swara menjadi sama-sama terdiam. Akibat ketidaksadaran keduanya, suasana menjadi canggung. Bahkan degup jantung keduanya berdetak kencang.
"Swara," panggil Sanskar.
"Iya tuan bos."
"Mulai besok tugas mu akan berpindah sebagai pengatur jadwal. Kau bisa mengambil kertas jadwal yang ada lalu salin lah ke lembar yang baru. Kau harus pastikan semuanya tepat pada jadwal yang sudah ada. Kau mengerti?" ucap Sanskar mencoba menetralkan suasana.
"Baiklah. Terimakasih tuan bos," balas Swara.
Sanskar menatap kembali ke arah Swara. Tanpa mengatakan apapun lagi, Lelaki itu langsung beranjak pergi begitu saja menuju ruangan make-up. Kemungkinan besar dia akan menemui Ragini. Sementara, Swara menatap kepergian Sanskar. Dia tersenyum mengingat bahwa ia tidak jadi di pecat. Swara cukup beruntung. Jarang sekali ada orang yang melakukan kesalahan tapi masih bisa di beri kesempatan.
*****
Jangan lupa untuk vote dan coment.
Semoga kalian suka dengan part ini❤️
Salam,
Henyyanggraeni