Untaian ikatan yang sepertinya terputus
Terima kasih sudah memilikinya
+++
"Disini kamu ternyata." Sooyoung menoleh ke pinggir dan mendapati Sungjae berdiri di sampingnya sambil memamerkan senyum.
"Oppa." Panggil Sooyoung.
"Ada apa?" Tanya Sungjae.
"Oppa sebenernya sakit apa?" Pertanyaan Sooyoung cukup membuat Sungjae bungkam.
"Kenapa oppa ga jawab?" Sooyoung bertanya lagi. Sungjae semakin bingung harus menjawab apa.
"Oppa ga perlu jawab. Aku udah tau semuanya. Kita kecelakaan bareng, iya kan?" Sungjae menatap Sooyoung tidak percaya.
"Dari mana kamu tau?"
"Yerin sama Hayoung cerita banyak tentang oppa." Jawab Sooyoung.
"Anak dua itu bener-bener." Sungjae mendengus kasar.
"Apa aja yang mereka bilang ke kamu?" Sungjae menginterogasi.
"Banyak banget! Tentang tanggal lahir oppa, sekolah, umur, dan masih banyak lagi!" Kata Sooyoung dengan bersemangat.
"Kepo juga kamu." Cibir Sungjae.
"Kapan oppa keluar rumah sakit? Keliatannya oppa udah sembuh." Ucap Sooyoung setelah cukup lama keheningan melanda.
"Besok."
"Oh." Ada nada kecewa dalam suara Sooyoung. Padahal ia ingin berlama-lama bersama Sungjae.
"Aku bakal jenguk kamu tiap hari sampai kamu keluar rumah sakit." Janji Sungjae.
"Benarkah?" Sungjae mengangguk. Sooyoung sangat antusias mendengarnya. Itu artinya ia masih bisa bersama Sungjae untuk waktu yang tidak ditentukan.
---
1 minggu kemudian
Seperti janji Sungjae, ia benar-benar datang menjenguk Sooyoung setiap hari. Hari ini Sooyoung boleh keluar rumah sakit. Namun wajahnya tidak menunjukkan kalau gadis itu senang.
"Kamu kenapa, nak? Kamu ga seneng keluar rumah sakit?" Tanya mamanya.
"Bukan gitu, mah. Aku seneng kok." Sooyoung memaksakan senyumnya. Yang membuat Sooyoung menekuk wajahnya adalah karena Sungjae tidak mengantar kepulangan gadis itu. Ia bahkan tidak datang ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah, Sooyoung di bawa ke kamarnya.
"Ini kamar kamu." Kata mamanya. Sooyoung menelisik seluruh ruangan. Kamarnya bernuansa putih dan kuning.
"Mama tinggal ya!" Mamanya meninggalkan gadis itu untuk bernostalgia dengan kamarnya.
'Jadi ini kamarku.' Batin Sooyoung. Ia mendorong kursi rodanya mendekati meja belajar. Entah kenapa ia merasa ada barang yang hilang di meja belajarnya. Tapi ia benar-benar tidak mengingat apapun.
1 jam kemudian Sooyoung di panggil mamanya untuk ke meja makan karena sudah waktunya makan malam.
"Kakak!" Dua anak yang lebih muda darinya tiba-tiba menghampiri Sooyoung dan memeluknya. Sooyoung bingung. Gadis itu berasumsi kalau dua anak itu adalah adik-adiknya.
"Itu adik-adik kamu, Sooyoung." Ujar papanya.
"Maaf ya kakak ga inget kalian." Ucap Sooyoung penuh sesal.
"Ga apa-apa, kak. Yang penting kakak masih ada sama kita." Balas salah satu adiknya. Sooyoung tersenyum. Benar, seharusnya ia bersyukur ia masih hidup setelah melalui kecelakaan yang membuatnya hampir kehilangan nyawa.
"Ayo makan dulu!" Ajak mamanya. Keluarga itu pun makan dengan khidmat. Setelah makan, Sooyoung kembali ke kamarnya. Ia memilih untuk mengenal dirinya sendiri lebih jauh.
Jam menunjukkan pukul sebelas malam tapi Sooyoung belum juga menutup matanya. Ia tidak bisa tidur. Padahal badannya sudah lelah tapi matanya tidak bisa di ajak kompromi.
Tiba-tiba terdengar suara jendela yang di ketuk dari luar. Sebenarnya Sooyoung takut untuk melihat tapi karena rasa penasarannya tinggi, ia menolehkan kepalanya.
"Sungjae oppa?" Panggil Sooyoung. Ternyata orang yang mengetuk jendelanya adalah Sungjae. Ia kira mahluk halus. Gadis itu membukakan jendela dengan berjalan tertatih.
"Ngapain oppa kesini malem-malem?" Tanya Sooyoung berbisik. Ia takut keluarganya terbangun.
"Aku kangen. Maaf tadi ga bisa nganter kamu pulang." Sesal Sungjae.
"Ga apa-apa. Yang penting aku ketemu oppa." Balas Sooyoung. Ia mempersilahkan Sungjae masuk ke kamarnya. Mereka duduk di atas kasur.
"Gimana keadaan kamu?" Tanya Sungjae memulai pembicaraan.
"Baik. Aku yakin sebentar lagi aku udah bisa jalan normal." Jawab Sooyoung.
"Baguslah kalau gitu."
"Oppa ga apa-apa kesini tengah malem? Ga akan di cariin?" Tanya Sooyoung heran.
"Jangan khawatir. Dari dulu aku anak nakal. Jadi pulang malem itu udah biasa." Entah kenapa Sooyoung merasa lelaki itu membanggakan kenakalannya.
"Nakal kok di banggain." Hardik Sooyoung.
"Yang penting ganteng." Sooyoung menatap Sungjae horror. Tingkat kepedean lelaki itu membuat Sooyoung merinding.
"Oppa, dulu hubungan kita bagaimana?" Tanya Sooyoung penasaran.
"Buat apa aku kasih tau, toh kamu juga ga inget. Yang penting sekarang kita bisa buat kenangan baru." Sungjae menjawab dengan bijak.
"Maaf. Disini cuma oppa yang inget tentang kita." Sooyoung menekuk wajahnya.
"Ga perlu minta maaf. Kamu ga salah." Kata Sungjae mencoba menenangkan.
"Gimana kalau minggu depan kita jalan-jalan? Ke tempat yang pernah kita datengin dulu." Saran Sooyoung dengan semangat.
"Boleh. Berarti aku yang nentuin tempatnya." Balas Sungjae tak kalah semangat.
"Oke deh. Harus ke tempat yang bagus ya, oppa!"
"Pasti. Aku yakin kamu pasti suka." Balas Sungjae percaya diri. Dan keheningan pun melanda.
"Sejak kapan oppa menyukaiku?" Akhirnya Sooyoung buka suara.
"Asal kamu tau, dari SMP kita udah satu sekolah. Dan dari SMP aku udah suka sama kamu." Jawab Sungjae.
"Kalau aku? Apa oppa tau kapan aku menyukaimu?"
"Entahlah. Aku juga ingin tau." Sungjae tampak menerawang. Ia sendiri memang tidak tau kapan gadis di sampingnya menyukainya.
"Kapan kita mulai pacaran?" Tanya Sooyoung.
"Waktu kamu kelas 10."
"Tepatnya bulan apa?"
"Juni tanggal 20." Sungjae menjawab dengan yakin.
"Ah, pantes aja password ponselku 0620." Sooyoung mengangkat ponselnya.
"Sama denganku."
"Mana coba liat." Sooyoung menengadahkan tangannya meminta ponsel Sungjae.
"Aku ga bawa ponsel. Ketinggalan. Tadi buru-buru soalnya kabur dari rumah." Sungjae terkekeh.
"Dasar anak nakal." Cibir Sooyoung.
"Yang penting laku." Ucap Sungjae dengan percaya diri.
"Idih. Siapa yang bilang? Emangnya aku mau sama oppa?"
"Jadi kamu gamau? Kamu mau putus?" Sungjae menuntut jawaban.
"Bukan gitu, oppa. Aku kan cuma bercanda. Baperan deh." Sooyoung hendak memukul Sungjae, namun lelaki itu menghindar.
"Tanganku masih sakit karena kemarin bekas kecelakaan. Jadi jangan pukul aku." Sungjae memperingati.
"Maaf, aku gatau." Sooyoung mengurungkan niatnya.
"Kalau gitu aku pulang sekarang. Udah terlalu malem. Kamu juga harus tidur." Sungjae berjalan mendekati jendela.
"Oppa." Panggil Sooyoung sebelum lelaki itu sempat keluar.
"Apa?"
"Hati-hati." Sungjae tersenyum karena gadis itu mengkhawatirkannya.
"Aku tau. Selamat tidur, Joy." Sungjae keluar dari kamar Sooyoung.
"Selamat tidur juga, Sungjae oppa." Gumam Sooyoung sambil terus memperhatikan kekasihnya berjalan menjauhi daerah rumahnya.
################################
Update! Maaf kemaleman!
Voment juseyo and please love this story!
Love you, readers!