Sebenernya mau nunggu vote tembus seratusan lebih dulu baru up.
Tapi aku greget banget pengen up part iniii
Yaudahlah yaaa gapapaa
Sooo happy readingg❤❤
***
1 BULAN KEMUDIAN
"Mas, awas ih!"
"Lewat aja loh, Cha."
"Gak bisa, awas!"
"Gak mau."
Acha memandang Rian datar, membuat cowok itu seketika terkekeh, "Katanya udah bisa jalan, coba sini lewat."
"Lewatnya gimana coba ih! Kamu nutupin jalan!"
Yang benar saja. Rian dengan isengnya berdiri di depan Acha ketika melihat cewek itu turun dari kasur. Ia merentangkan tangannya, seakan memblokade jalan Acha. Cowok itu lagi ngapain sih?
"Kamu mau kemana emang?"
Acha mengernyit, "Yaaaa, mau jalan-jalan."
"Gak boleh."
"Loh?"
"Gak boleh sendirian."
"Astagaaaa," Acha gemas sendiri jadinya, "Aku gak akan diculik!"
"Nanti dimodusin dokter genit!" Rian kemudian menyingkir, dan berdiri disamping Acha, "Yuk jalan-jalan sama saya."
Modus, dasar aja pengen ikut.
Mereka kemudian berjalan bersama. Sangat pelan dan lambat. Karena Rian mau tidak mau harus menyesuaikan jalan Acha yang masih tertatih-tatih. Tapi tidak apa-apa, bukankah jalan bersama orang yang dicinta semakin lambat akan semakin bagus?
"Mas, aku mau ngomong."
"Hm?"
Acha menggigit bibirnya kikuk. Cewek itu sudah memikirkannya semalam, dan kali ini ia akan mengutarakannya pada Rian. Lebih tepatnya, minta izin.
"Boleh gak aku balik ke Bandung dan lanjutin pengobatan disana aja? Urusan kuliah aku udah bener-bener terlantar."
Rian terdiam, membuat Acha jadi bingung karenanya. Sepertinya cowok itu tengah berpikir. Namun melihatnya, Acha jadi deg-degan. Apa gak boleh ya?
"Emang udah pulih banget?" tanya Rian tanpa menatap matanya. Cowok itu hanya memandangi jalan yang mereka lewati.
"Lumayan."
Rian lalu diam lagi.
Acha bingung, sekaligus ragu. Tapi mau bagaimana lagi, ia harus balik ke Bandung secepatnya. Kalau tidak, kuliahnya tidak akan selesai-selesai.
"Boleh?" Acha bertanya lagi, membuat Rian akhirnya menoleh dan menatapnya.
Cowok itu lalu menghembuskan napas beratnya, "Saya gak tenang kalo kamu jauh."
"Kenapa?"
"Gak ada yang jaga kamu disana, Cha. Kalaupun ada, gak tenang aja. Saya gak bisa percaya siapapun selain Fajar dan bunda untuk sekarang."
"Kan ada bunda...."
Rian berhenti berjalan lalu menghadapkan tubuhnya ke arah Acha, "Terus di kampus? Gimana?"
Benar juga. Apalagi di Bandung ada Sisy. Sangat beresiko untuk Acha kemana-mana sendiri. Sisy bisa saja tiba-tiba datang dan melakukan hal jahat padanya lagi. Lalu ketika tidak ada yang dapat menolongnya disana, Acha mau apa?
Tapi mau bagaimana lagi? Kuliahnya tidak bisa terus-terusan terlantar begini.
"Terus gimana dong?" Acha cemberut, "Padahal pengen cepet-cepet wisuda."
"Hm? Kenapa pengen cepet-cepet?"
Acha tersentak, sepertinya cewek itu tau arah pikir Rian. Ia lalu dengan cepat mengibas-ibaskan tanganya, "Bukan gitu. Yaaa pengen cepet lulus. Mahasiswa mana yang gak pengen? Pengen cepet kerja, pengen cepet berpenghasilan, pengen cepet-"
"Nikah?" potong Rian langsung sambil terkekeh.
Acha seketika terdiam. Lalu sedetik kemudian cewek itu mendorong bahu Rian gemas, "Apasih, Mas!"
"Loh, hahahaha! Kenapa sih?"
Cewek itu tidak menjawab. Ia memulai langkahnya lagi, meninggalkan Rian yang terkekeh sendiri. Hingga akhirnya ia merasakan sosok Rian kembali berjalan di sampingnya. Tentu masih sambil terkekeh geli.
"Ayok ke KUA sekarang aja."
Apa ini? Rian kenapa suka banget bikin anak orang jantungan tiba-tiba?
Ngajak ke KUA kayak ngajak beli kacang.
"Bukannya kamu bilang gak mau buru-buru?"
"Saya mah nurut aja sama ibu negara. Kalo mau sekarang ya ayok."
Astaga, Acha kayaknya salah ngomong. Cowok di depannya ini malah terkekeh geli melihat ekspresi Acha yang seketika speechless mendengar perkataannya.
"Mas, kamu serius?"
"Cha, kamu serius?"
"Yaaa, aku bercanda."
"Aku juga bercanda, hahaha!"
Acha menepuk jidatnya, "Kamu kenapa sih? Hepi banget kayaknya."
Rian tidak menjawab. Cowok itu hanya senyum-senyum sendiri sambil terus berjalan. Dia kenapa sih? Kenapa moodnya jadi tiba-tiba bagus?
Keheningan lalu terjadi diantara mereka. Walaupun terus berjalan beriringan, namun tidak terjadi obrolan apa-apa. Acha fokus dengan latihan berjalannya yang masih tertatih-tatih. Sedangkan Rian entah apa yang ada dipikirannya, tapi cowok itu sejak tadi masih senyum-senyum sendiri.
Lalu kemudian Rian membuka suara, "Saya seneng kamu bilang pengen cepet-cepet wisuda."
Acha mendengarnya, tapi cewek itu tidak menjawab apa-apa. Ia lebih menunggu Rian melanjutkan perkataannya sendiri.
"Kamu gak mau nanya kenapa?"
"Hm? Kenapa?"
Rian tersenyum, "Itu artinya, saya selama ini gak ngerasain sendiri. Karena saya pun juga sama kayak kamu, saya pengen banget kamu cepet-cepet wisuda. Kamu buat saya sadar kalau memang tujuan kita bener-bener sama."
"Cha, kalo kamu pikir kamu doang yang gak sabar, kamu salah," Rian berhenti, cowok itu lalu memutar tubuhnya menghadap Acha. Tinggi Acha yang hanya sebatas dagunya, membuat cewek itu harus mendongak untuk melihat Rian dalam jarak sedekat ini.
"Maksudnya?"
"Saya memang bilang gak mau buru-buru, tapi bukan berarti saya gak nungguin, bukan berarti saya santai-santai aja, saya pun juga sama gak sabarnya. Bukan berarti karena saya diem, saya biasa aja. Enggak, malah mungkin saya adalah orang yang paling gak sabar diantara kita."
"Gak sabar? Gak sabar apa?" walau sebenarnya Acha tau maksudnya, cewek itu tetap sengaja bertanya untuk memperjelas segalanya.
"Nyebut nama kamu di ijab kabul."
Ucapan itu keluar dari mulut Rian dengan indahnya. Membuat Acha seketika menundukkan kepala. Cewek itu terdiam, namun pipinya jelas terlihat bersemu merah. Rian yang berdiri di depannya kemudian meletakkan tangannya di atas kepala Acha sambil tersenyum.
"Cha, saya serius sama omongan saya sendiri kalo kita bakalan nikah setelah kamu wisuda. Gak akan diundur-undur lagi. Kamu juga bersedia kan? Biar disini gak saya doang yang ambil keputusan. Saya mau ada andil kamu juga di dalamnya. Karena ini yang jalanin kita berdua."
Acha mendongak lagi. Tapi tangan Rian menghalangi pandangannya untuk menatap cowok itu. Hingga akhirnya kepala Rian miring sedikit, sehingga tampaklah senyuman manis cowok itu yang jarang sekali terlihat sebelumnya.
Apalagi dalam situasi seperti ini, senyum itu semakin terlihat berbeda. Membuat Acha merasakan debaran hebat dalam dadanya.
Rian menurunkan tangannya, "Saya gak pernah ngelakuin ini secara formal. Tapi saya rasa perlu juga."
Cowok itu kemudian melepas gelang putih yang selama ini selalu melingkar di tangannya. Diliriknya Acha lagi sambil tersenyum, "Cha, will you marry me?"
Debaran dalam dada Acha semakin menghentak dengan kencang. Apalagi ketika matanya bertemu pandang dengan mata Rian yang begitu teduh. Cewek itu sama sekali tidak menyangka, pertanyaan ini sungguh tiba-tiba.
"Yes, you do," lama Acha tidak menjawab, Rian akhirnya menjawab sendiri sambil terkekeh, "Siniin tangan kamu, Cha."
"Buat apa?" Acha mengernyit, namun cewek itu tetap menurut dan menyerahkan tangannya. Hingga akhirnya, sebuah gelang putih milik Rian itu kini telah terpasang ke tangannya.
"Loh kok..."
"Jaga baik-baik ya," Rian meletakkan tangannya lagi ke atas kepala Acha, menepuk-nepuknya pelan dengan penuh kasih sayang.
"Jaga baik-baik, sampe suatu hari nanti saya ganti gelang itu dengan cincin pernikahan kita."
***
YUHUUUU
JANGAN LUPA VOTE COMMENT
THANKYOUUU