Bangtan's Girl NC 21+

By Sepatukaca98

141K 3.4K 490

Bermodal nekat, Jiae pergi ke kota mencari uang untuk melunasi hutang keluarganya yang menggunung, hingga pad... More

1.
2. NC 21+
3
4.
5.
6. NC. Warning!
8.
9.
10. NC 21+ Warning!!!!
11.
12

7.

4.6K 232 35
By Sepatukaca98

*author pov*

Yoo Jiae, gadis itu berdiri lemas sambil menggelengkan kepalanya. Ia bergidik ngeri, dan buru-buru keluar dari ruangan berdinding kaca yang transparan tersebut.

Orang kaya itu gila.

Jiae pernah mendengar pepatah itu sebelumnya, kini gadis itu tahu apa yang di maksud dari pepatah kata itu. Saat mereka sudah mempunya begitu banyak barang-barang mewah, dan mereka terus saja membelinya, seolah uang mereka akan menghilang begitu saja jika tidak mereka belanjakan.

Ini menyakiti akal sehatnya, Jiae benar-benar tak habis pikir, mengeluarkan uang jutaan won hanya untuk membeli beberapa baju, demi Tuhan, apa yang para pria Kim itu pikirkan?

"Wae? Bicaralah sesuatu, kau tidak suka?" Kim Taehyung menyenggol pelan lengannya.

Haruskah Jiae menyukai ini? Satu lemari penuh berisi bijou-baju super mahal, satu lemari penuh berisi sepatu, satu lemari penuh berisi tas yang berkilauan, dan satu lemari, penuh dengan kosmetik.

Siapa si gila yang membuang uangnya untuk barang-barang tidak berguna seperti ini? SIAPA?

Ini membuat Jiae frustrasi, dia kesal setengah mati. Di luaran sana, banyak sekali anak kelaparan, memakai baju bekas, dan putus sekolah. Tidakkah para Kim tahu hal itu? Bahkan Jiae sendiri sampai putus sekolah karena tidak punya uang. Dan sekarang? Mereka meminta gadis lugu itu untuk memakai barang-barang mahal itu? Tentu Jiae tidak akan sanggup melakukan itu. Dia merasa bersalah kepada anak-anak dan orang-orang kurang mampu yang mati-matian bekerja hanya untuk makan dan sekolah.

Jiae membalikkan badannya, dan menatap Kim bersaudara satu per satu.

"Kalau kalian kelebihan uang, berikan saja padaku," serunya frustrasi.

"Wae? Kau tidak suka modelnya? Kau ingin membeli sendiri? Oppa akan mengantarmu nanti," Kim Seokjin yang semula duduk langsung berdiri, dan melangkah mendekat ke arah gadis itu.

"Aku tidak menginginkan itu semua, melihatnya saja rasanya leherku seperti tercekik. Berapa banyak uang yang kalian keluarkan untuk itu?" Jiae nyaris menangis saking marahnya.

Munafik jika dia tidak menyukai semua itu. Semua barang itu indah dan memanjakan. Tapi melihat bandrol harga yang masih melekat di sana membuat dadanya terasa sesak.

Dia tahu betul bagaimana sulitnya mencari uang. Bagaimana berartinya kertas bergambar itu bagi orang-orang tidak mampu sepertinya

"Jangan pikirkan harganya, uang bukanlah masalah untuk kami. Pakai saja apa yang kau suka, kami melakukan ini karena kami ingin melihat Noona terlihat cantik," si bungsu Jungkook yang duduk tak jauh darinya pun dengan santainya mengatakan itu.

"Aku merasa semua anak yang sedang kelaparan di luaran sana akan mengutukku jika aku memakai barang barang itu," keluh Jiae.

"Hya! Jangan konyol! Berhenti memikirkan hal yang tidak perlu seperti itu! Tidak bisakah kau menikmati saja apa yang kami berikan? Kenapa membesar-besarkannya?" Taehyung menatap gadis itu sinis.

"Tae benar, pakai saja. Jangan memusingkan anak-anak yang bahkan tidak kau kenal!" imbuh Jimin.

Jiae terdiam. Tentu saja, ia bukan masalah bagi mereka. Hanya saja, Jiae-lah masalahnya. Ia tidak akan bisa memakai barang-barang itu karena terlalu syok melihat harga-harga yang tertera di sana.

"Sudahlah, jangan memaksanya," Hoseok meletakkan kopi yang sedari tadi di genggamanya ke meja, tatapanya tertuju pada Jiae saat ini.

"Pakai saja apa yang membuatmu nyaman," serunya pelan.

Namjoon menggeleng pelan. Kali ini ia tidak setuju dengan pendapat Hoseok. Jiae telah bersama mereka sekarang, tentu saja gadis itu harus mengupgrade dirinya.

"Tapi, semua itu akan mubazir jika Noona tidak memakainya," ucap Namjoon pelan.

"Tidak bisa dikembalikan saja? Atau jual lagi saja. Berikan uangnya pada panti asuhan atau anak-anak berkebutuhan khusus!" usul Jiae.

"Berhentilah memikirkan orang lain, apa kau tidak melihat gadis-gadis di sini? Mereka semua berusaha untuk terlihat cantik, mereka melakukan apa pun untuk mendapatkan barang-barang seperti ini. Apa kau pikir mereka tidak akan mengutukmu jika tahu kau menolak ini semua?" geram Taehyung.

Jiae hanya terdiam, ia tidak mengerti kenapa Tae bisa semarah itu.

"Aku juga akan mengutukmu jika kau menolaknya! Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk membelikanmu baju bagus!" imbuhnya lagi.

Taka ada kata yang bisa terucap lagi dari bibir gadis itu. Ia hanya bisa terdiam menunduk melihat tatapan kesal Taehyung.

Antara kaget dan bingung, Jiae pasrah saja saat tiba-tiba sebuah tangan halus nan putih mulus terulur menarik pergelangan tangannya dan membawanya pergi dari ruangan itu.

Yoongi membawa Jiae ke parkiran, memasukkan gadis itu ke dalam mobilnya, dan melajukan mobil itu melesak menyibak jalanan kota Seoul.

"Kita mau ke mana? Kau harus meminta ijin pada SeokJin Oppa jika mau membawaku keluar," gadis itu nampak gusar.

"Tenang saja, Jin Hyung tidak akan marah,"

"Tahu dari mana? Kau bahkan belum meminta ijinya," sergah Jiae. 

"Sudah, jangan cerewet!"

Jiae langsung mempoutkan bibirnya kesal sambil memandang jauh ke luar jendela. Sebelumnya, Yoongi mengajaknya mampir ke sebuah mesin ATM, lalu kembali melajukan mobil sportnya ke jalanan.

"Kau itu terlalu memusingkan hal yang tidak perlu," pria itu kembali membuka suara.

"Hum?"

"Kami punya beberapa panti asuhan di pinggiran kota. Taehyung dan Hoseok yang mengelolanya, seperti yang kau tahu, kami ini juga berasal dari panti asuhan. Kami tidak pernah melupakan itu,"

Jiae tertegun mendengar penjelasan Yoongi. Ia merasa sangat bodoh sekarang. Bisa-bisanya ia telah salah mengira tentang para Kim. Gadis itu pikir, mereka hanya tahu cara menghamburkan uang saja.

"Pakailah uang ini,"

Jiae menatap Yoongi bingung saat pria itu menyodorkan segepok uang padanya.

"Berikan pada anak-anak atau orang tua yang kesusahan. Anggap saja kau sedang membayar pajak, dengan begitu kau tidak akan merasa tercekik saat memakai barang-barang itu. Mereka sudah susah payah membelikan semua itu untukmu. Taehyung akan sangat kecewa jika kau menolaknya, dia bahkan pergi sendiri ke butik untuk membeli baju-baju itu,"

"Taehyung?"

"Ya,"

***

Setelah membagikan uang pada anak-anak di jalanan, Jiae dan Yoongi kembali ke kediaman keluarga Kim. Barang-barang Jiae juga sudah berpindah tempat di kamar Kim Hoseok karena giliran Seokjin sudah berakhir.

"Masuk saja," kata Yoongi sambil melepaskan jaketnya dan berhambur melemparkan tubuhnya di sofa.

Jiae menggeleng pelan, dan menatap Yoongi melas.

"Masuk saja. Hobi Hyung sedang tidur," seru si bungsu yang entah sejak kapan sudah bergabung dengan Yoongi rebahan di sofa

Jiae memutar knop pintu dengan sangat hati-hati, dan dengan setengah berjinjit, ia masuk ke dalam kamar Hoseok. Kamar Hoseok sangat hangat, tidak terlalu rapi, tapi terasa sangat nyaman.

Diedarkannya pandangan gadis itu ke seluruh penjuru ruangan, mencari keberadaan si empunya kamar yang ternyata tengah terlelap begitu damainya di kasur king size-nya.

Jiae berjinjit lagi mendekat ke arah kasur, dan tidur meringkuk di tepian bed.

***

*Jiae pov-

Hangat dan nyaman, eh?

Aku memberanikan diriku untuk membuka mata, di detik ketiga, kututup lagi mataku rapat-rapat. Argh, bagaimana cara menjelaskan situasi ini? Kehangatan, dan rasa nyaman yang kurasakan ini ternyata karena tubuhku tengah berada dalam dekapan Hoseok. Bagaimana bisa aku tidur meringkuk dalam dekapannya?

Aroma tubuh Hoseok benar-benar maskulin. Tidak terlalu harum tapi tidak bau juga, sama persis seperti aroma Ayah. Aroma yang membuatku betah berlama-lama dalam pelukannya.

"Noona, kau tidak lapar?" serak suara Hoseok membuyarkan lamunanku tentang nostalgiaku bersama Ayah.

"Kau sudah bangun?" sahutku pelan.

"Ya, dan perutku lapar. Ayo kita sarapan,"

Aku beringsuk pelan melepaskan diri dari dekapan pria itu, duduk di tepian bed sambil merapikan tempat tidur yang sedikit berantakan.

Hoseok juga menegakkan badannya dan sedikit melakukan peregangan tangan. Mungkin tangannya pegal karena menjadi tumpuan kepalaku saat tidur.

Hoseok turun dari bed, dan langsung beranjak menuju pintu.

"Mau ke mana?" tanyaku bingung.

"Dapur! Lapar!" sahutnya sambil mengusap matanya pelan.

"Tidak mandi dulu?"

"Aku mengajar siang, jadi untuk apa mandi sekarang?"

Aku hanya melongo saat pria itu keluar dari kamar. Hoseok mengajar? Mengajar apa? Apa dia seorang guru? Tapi, keluarganya sangat kaya, aneh rasanya jika dia bekerja sebagai guru.

Aku langsung berlari menuju kamar mandi, dan membersihkan diri sebelum keluar dari kamar.

Di luar sangat sepi, ntah di mana para Kim itu berada. hanya ada Hoseok yang sedang makan di meja makan.

"Kemarilah, Ahjumma membuatkan nasi goreng untuk kita!" seru Hoseok dengan santainya.

Aku mengangguk pelan lalu menghampirinya. Aku duduk cukup jauh dari Hoseok. Yeah, bagaimana pun, aku ini hanya pelayan rendahan, tidak pantas terlalu dekat dengan majikan.

"Ke mana Chef Nam?" aku celingak-celinguk menilik dapur, biasanya, setidaknya ada beberapa tukang masak di sana, tapi hari ini hanya ada satu Ahjumma di sana.

"Dipecat Jimin," sahut Hoseok setelah menelan nasi goreng yang telah ia kunyah.

"Kenapa?"

"Jimin sedang ingin memakan masakan desa, tapi masakan Chef Nam tidak seperti yang Jimin inginkan,"

Jimin.

Tega sekali? Padahal masakan Chef Nam selalu enak. Apa sih yang ada di pikiran pria itu? Masakan seperti apa yang dia inginkan?

Aku menghela napas panjang, meminum air di gelas, lalu mulai menyendokkan nasi goreng yang telah di hidangkan di depanku.

Enak.

"Noona," panggil Hoseok pelan.

"Em?"

"Apa Noona minum obat? Atau suntik? Atau ... mereka menggunakan kondom?" tanya Hoseok sambil menatapku lurus-lurus.

Seketika itu juga, aku tersedak, tenggorokanku terasa perih saat tersedak nasi goreng yang bahkan belum sempat aku telan.

Pertanyaan Hoseok barusan ....

"Noona tahu? Itu sangat penting, jadi aku hanya ingin memastikan," imbuh Hoseok dengan santainya.

Kenapa aku melupakan bagian itu? Kenapa? Bodohnya aku, harusnya aku melakukan pencegahan. Kenapa melakukannya begitu saja dengan mereka?

Bodoh!

"Kenapa diam? Jangan bilang, Noona tidak melakukan pencegahan apa pun!" Hoseok melayangkan tatapan marahnya padaku.

Aku menghela napas berat, dan menggeleng pelan.

"Brengsek!" umpatnya sambil membanting sendok ke meja.

Tubuhku langsung kaku mendengar umpatan Hoseok yang penuh amarah itu, aku takut, dan malu.

Aku tahu ini salah. Bagaimana bisa aku sebodoh itu? Harusnya aku meminta mereka memakai pengaman. Kenapa tidak terpikir olehku? Ibu ... bawa saja aku bersamamu ....

"Cepat selesaikan makanmu, aku akan mengantar Noona ke apotek setelah ini,"

"U-untuk apa ke apotek?"

"Membeli testpack, pil, atau apa pun yang diperlukan!"

#tbc

up kalo tembus 50 vote n 10 comment.

Continue Reading

You'll Also Like

209K 19.4K 28
Lima tahun lalu, Wonwoo memutuskan sebuah keputusan paling penting sepanjang hidupnya. Dia ingin punya anak tanpa menikah. Lima tahun kemudian, Wonw...
508K 36.4K 44
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
239K 23.8K 44
Jake, dia adalah seorang profesional player mendadak melemah ketika mengetahui jika dirinya adalah seorang omega. Demi membuatnya bangkit, Jake harus...
177K 15.8K 51
FIKSI