- Epilog -
"I love my daddy, i love my mommy, and i love all of my family no matter what happen. " -- Kim Areum
***
Hari ini Joohyun sudah boleh pulang dari rumah sakit sambil membawa bayinya, putri kecil yang sangat lucu dengan rambut tebal dan wajah manis nan cantik yang menurun dari kedua orangtuanya.
Joohyun menoleh ke arah Suho yang sedang mengamati bayinya dengan begitu tertarik, "Di mana Junmyeon?" dia mengernyit karena Junmyeon tiba-tiba saja menghilang pagi ini.
Dua malam yang lalu Junmyeonlah yang menemani Joohyun melahirkan anak ini, menggenggam erat tangannya di ruang melahirkan dan terus memberinya semangat sampai proses itu selesai. Kata Junmyeon, dia sengaja tidak memberi kesempatan Suho masuk ke ruang melahirkan karena khawatir, di sana ada darah dan darah bisa memicu Suho untuk kembali melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.
Junmyeon pulalah yang menggendong putri mereka untuk pertama kali dan memeluknya penuh kebahagiaan. Suho sama sekali tidak muncul. Tetapi pagi ini ketika mereka hendak pulang dari rumah sakit, Junmyeon menghilang dan Suho yang menemaninya pulang.
Sejenak Joohyun cemas akan reaksi Suho terhadap putrinya, tetapi lelaki itu hanya mengangkat alisnya dan tersenyum. Tidak bereaksi apa-apa. Berbeda sekali dengan sikap Junmyeon yang penuh kasih sayang kepada putrinya.
"Kami berganti peran."
Suho menjelaskan. "Aku.. sebenarnya aku ketakutan dengan bayi itu." Suho melirik lagi ke arah putri mereka, "Aku takut aku akan melukainya... tapi Junmyeon mendorongku, katanya aku harus mencoba."
"Kau mau menggendongnya?" Joohyun menaikkan bayinya, menunjukkan wajah mungil yang sedang tertidur pulas dengan damai,
"Tidak!" Suho langsung beringsut menjauh, lalu menatap Joohyun dengan tatapan menyesal, "Maafkan aku Joohyun, aku hanya tidak ingin melukai bayi itu. Pelan-pelan ya?"
Joohyun menatap Suho dan tersenyum melihat kesungguhan yang ada di sana. Suho pastilah mencemaskan anaknya, kalau tidak dia tidak akan mungkin menanggung ketakutan yang amat sangat bahwa dirinya mungkin akan melukai anak ini.
"Kau tidak akan melukai anak ini, aku yakin." Joohyun tersenyum lembut kepada Suho, "Mungkin kau hanya harus membiasakan diri."
Suho tersenyum masam, "Junmyeon bisa begitu luwes menggendong anak ini seperti sudah melakukannya bertahun-tahun, sementara aku berjingkat ketakutan. Kau pasti menertawakan kekonyolanku."
Joohyun tersenyum, "Seperti yang ku bilang tadi. Kau hanya perlu terbiasa."
Tetapi Suho menghindari Kim Areum, putri mereka itu seperti wabah. Dia tidak mau berada dalam jarak kurang dari 10 meter dari bayinya. Lelaki itu sangat tertarik kepada bayinya, dia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan mengamati Joohyun. Matanya terus mengikuti gerakan Joohyun ketika menggendong anaknya, mengganti popoknya, maupun ketika Joohyun menyusuinya.
Sampai kemudian Joohyun merasa sedikit jengkel atas tingkah Suho, "Sampai kapan kau akan menatap di kejauhan seperti itu, Suho." Joohyun bergumam sambil menatap Suho dengan tatapan ingin tahu, dia sedang duduk di kursi goyang dan menyusui Areum.
"Kalau kau tidak mau mendekatinya dan terbiasa, maka kau tidak akan pernah terbiasa."
Suho menatap Joohyun dengan pandangan sedih, lelaki itu memilih duduk di bawah bayang-bayang di dekat jendela.
"Dia begitu mungil... " Suho memandang tangannya sendiri, "Dan aku begitu kuat, aku takut akan meremukkannya."
"Kalau kau memegangnya dengan benar, kau tidak akan meremukkannya." Joohyun menyipitkan matanya, "Maukah kau mencobanya?"
Suho menggelengkan kepalanya, "Tidak. Belum. Sepertinya aku belum siap."
Joohyun mendesah tak sabar, tetapi lalu memutuskan untuk memberi Suho waktu. Ini mungkin memang berat bagi Suho. Dan Joohyun bisa mengerti ketakutan itu, ketakutan jika tidak bisa mengendalikan dirinya dan pada akhirnya melukai anak mereka.
Dia mengecup puncak kepala Areum dengan sayang ketika anak itu melepaskan puting susunya dengan kenyang. Areum sudah tertidur lelap. Joohyun menatap wajah anaknya dengan penuh sayang.
Di sudut sana, di bawah bayangan dekat jendela, Suho mengamati Joohyun dan bayinya dalam diam.
***
"Dia memang konyol." Pagi itu Junmyeonlah yang bangun di samping Joohyun. Lelaki itu mendengarkan cerita Joohyun tentang Suho dan mengerutkan dahinya, "Jadi dia hanya mengamati dari kejauhan?"
"Bukan hanya mengamati, dia menghindari Areum seperti wabah, selalu menghindar kalau aku membawanya mendekatinya."
Joohyun tiba-tiba tertawa. "Sungguh aku tidak menyangka orang seperti Suho begitu takut kepada bayi."
Junmyeon terkekeh, "Kalau aku tahu, dari dulu aku akan membuat anak untuk menakutinya."
"Junmyeon!" Joohyun memukul lengan Junmyeon pelan, "Ini bukan candaan, kau harus berbicara kepada Suho, kalau tidak dia akan begitu terus, hanya bisa mengintip dari kejauhan. Areum tidak akan menjadi bayi selamanya, dia akan semakin besar dan pasti akan bertanya-tanya kenapa ayahnya disisi lain begitu sayang padanya, tetapi di lain waktu ketakutan dan menghindarinya."
Junmyeon tercenung, "Yah itu akan menjadi masalah kalau Areum besar nanti...sebenarnya Suho ada dan pasti mendengarkan kita saat ini. Tetapi ya. Aku akan berbicara kepadanya." Dikecupnya Joohyun dengan penuh sayang.
Tepat pada saat itu bayi mereka menangis. Junmyeon yang berdiri duluan dan menengok Areum, dia mengangkat alisnya dan tersenyum.
"Dia mengompol."
Junmyeon mencegah ketika Joohyun hendak bangkit dari ranjang, "Biarkan aku saja yang mengganti popoknya, aku harus belajar bukan?"
Joohyun berbaring tengkurap di ranjang, menopang tangannya dengan siku dan mengamati Junmyeon yang begitu cekatan mengganti popok Areum dengan senyumnya.
"Kau tampak seperti ayah yang berpengalaman."
Junmyeon tersenyum malu. "Aku belajar, kami berdua belajar. Suho dan aku diam-diam membeli buku-buku tentang kelahiran, tentang bayi dan sebagainya."
Bayangan tentang Junmyeon yang membaca buku-buku tentang bayi membuat hatinya hangat, tetapi bayangan tentang Suho yang melakukannya membuatnya geli, "Kau bersungguh-sungguh, Suho melakukannya juga?"
Junmyeon terkekeh, "Meskipun semula tidak mau, dia yang paling rajin membaca kemudian. Kami berdua sangat menyayangi anak ini."
Junmyeon menyelesaikan mengganti popok dan mengangkat Areum yang terbangun dalam gendongannya, anak itu mulai merengek karena lapar, jadi Junmyeon menyerahkannya kepada Joohyun.
Joohyun langsung duduk dan menyusui Areum, membuat Areum langsung menghisap putingnya dengan bersemangat.
Sementara itu Junmyeon mengamati pemandangan menakjubkan itu dengan haru. Diusapnya kepala Areum dengan penuh kasih sayang.
"Terima kasih telah memberikan keindahan di dalam hidupku. Telah memberikan Areum dalam hidupku. Semula aku menyangka, dengan adanya Suho, aku akan hidup sendiri selamanya, tidak akan ada orang yang mampu menerima aku sekaligus menerima Suho... Tetapi ternyata kau mampu melakukannya, kau mencintai kami berdua, kau membuatku dan Suho bisa berkompromi."
Joohyun tersenyum, mendongakkan kepalanya dan membiarkan Junmyeon menciumnya, "Sama-sama Junmyeon. Terima kasih telah memberikan Areum dalam kehidupanku. Seluruh keluargaku terenggut, tetapi kalian telah memberikan keluarga baru untukku, untuk kucintai."
***
"Kau pasti akan mengataiku konyol."
Suho menatap Junmyeon dengan pandangan menantang, "Ayo katakan saja."
Junmyeon tertawa. "Tidak Suho, aku sudah cukup menertawakanmu. Dan sekarang kau harus mencoba mengatasi ketakutanmu. Aku tidak menyangka seorang Suho akan ketakutan kepada bayi yang tak berdosa."
"Aku tidak takut kepada Areum, aku takut pada diriku sendiri."
"Karena kau mungkin akan melukainya?" Junmyeon bergumam, menatap Suho dengan penuh rasa ingin tahu. Suho menatap jemarinya, "Tanganku ini penuh darah.... aku menyakiti orang-orang dengan tanganku, tanpa ampun..."
Dia menatap Junmyeon dengan sedih, "Dan bayi itu begitu rapuh... begitu mungil dan tak berdaya.... Bagaimana kalau aku melukainya?"
"Apakah kau akan melukai anakmu sendiri? Darah dagingmu sendiri? Aku tidak percaya kau akan melakukannya. Bukankah kau mengatakan bahwa kau mencintai Joohyun dan anak itu adalah darah daging Joohyun juga, jadi kau tidak akan mampu melukainya?"
Junmyeon menatap Suho dengan tajam. "Kau harus bisa mengalahkan ketakutanmu Suho, kau harus bisa menguatkan dirimu. Anak itu, Areum adalah darah daging kita. Kita sudah bertekad menjadi ayahnya. Kita sudah bertekad akan membesarkannya dengan baik, dan kau tidak akan bisa menjadi ayahnya kalau kau terus menghindarinya dan bersembunyi di balik ketakutanmu sendiri."
Suho tercenung lama. Lalu menatap Junmyeon dengan sedih. "Kalau aku tak berhasil mengatasi ketakutanku ini, aku ingin kau melenyapkanku saja Junmyeon. Aku lebih baik lenyap daripada harus melukai anak itu."
Junmyeon menganggukkan kepalanya, "Akan kulakukan. Tetapi kita belum tahu kalau kau tidak mencobanya dulu kan? Cobalah dekati Areum dan gendong dia, kau pasti akan langsung tahu kalau kau tidak akan pernah bisa menyakitinya."
Suho mendesah, masih kelihatan tidak yakin. Dia lalu mengangkat bahunya. "Baiklah, aku akan mencobanya begitu aku siap."
Lama kedua laki-laki itu bertatapan dalam benaknya masing-masing. Mencoba mencari jawaban.
***
Joohyun terkejut ketika membuka matanya dan menyadari ada sosok dalam kegelapan yang sedang berdiri di dekat boks bayinya. Dia mengucek matanya dan mempertajam pengelihatannya.
Itu Suho yang sedang berdiri dekat dengan box bayinya dan mengamati anaknya.
"Dia sangat mirip denganmu bukan?" Joohyun bergumam lembut sambil duduk di atas ranjang, membiarkan Suho menuntaskan pengamatannya kepada anak mereka.
Suho tersenyum miring kepada Joohyun dan mengamati Joohyun yang sedang tertidur pulas, dengan lembut. Napas Areum teratur, dia bayi yang tenang dan tidak rewel, yang selalu tidur pulas kalau perutnya sudah tenang dan memberikan kesempatan kepada ibunya untuk beristirahat. Suho menggerakkan jemarinya, seolah hendak menyentuh Areum, tangannya bergetar.
"Bolehkah aku menyentuhnya?"
Joohyun menganggukkan kepalanya, tersentuh dengan rasa takut Suho yang kental, "Kau adalah ayahnya."
Suho menghela napas panjang. Lalu menyentuhkan jemarinya, dengan begitu hati-hati seolah Areum akan menyengatnya. Jemarinya menyentuh kelembutan pipi yang montok itu, dan kemudian mengusapnya, "Dia lembut sekali." Suho berbisik takjub dengan apa yang ditemukannya, "Aku tidak pernah memegang seorang bayi sebelumnya."
Joohyun tersenyum, ikut berdiri di seberang box, berhadapan dengan Suho, "Kau ingin menggendongnya?"
Sejenak ketakutan muncul di mata Suho, tetapi dia tidak mundur, "Maukah kau membantuku?"
"Dengan senang hati." Joohyun mengambil Areum yang masih terlelap dan membuainya ke dalam gendongannya. Lalu mendekatkan dirinya kepada Suho, "Atur tanganmu."
"Aku harus bagaimana?" Suho tampak panik. Tetapi Joohyun membantunya mengatur tangannya, sehingga Suho siap. Dengan lembut Joohyun mengangsurkan Areum ke dalam gendongan Suho. Areum sendiri tampak nyaman dalam gendongan Suho, mungkin dia mengenali tubuh itu, tubuh ayahnya. Apalagi Junmyeon selalu menggendongnya setiap ada kesempatan.
Suho terdiam takjub, mengamati makhluk kecil di dalam gendongannya, yang tertidur pulas seakan percaya kepadanya, percaya bahwa dia tidak akan menyakitinya. Suho menatap Joohyun dengan ekspresi yang tak terbaca, "Dia ringan sekali..."
"Beratnya 4.2 kilo ketika lahir." Joohyun tersenyum lembut, "Itu cukup berat untuk ukuran bayi."
Suho tersenyum, lalu membuai bayi itu dalam gendongannya, "Dia sangat ringan untukku...dan dia bahkan tidak menangis saat kugendong."
"Mungkin dia mengenali ayahnya."
Suho menatap Joohyum dengan senyuman meminta maaf, "Maafkan kelakuanku beberapa hari ini, kau pasti menganggap aku konyol.... menjauhi Areum seperti itu...." Mata Suho kembali terpaku kepada Areum, dan dia tersenyum lembut.
"Aku tidak akan bisa menyakiti anak ini."
Joohyun menatap bayinya dan Suho berganti-ganti.
"Aku percaya kalau kau tidak akan menyakiti anakmu sendiri Suho."
"Kau percaya? Bahkan setelah kau melihat pembunuhan yang ku lakukan? Dengan tangan dingin? Kau masih percaya kepadaku?"
"Kau sudah tidak sama lagi. Kau sudah berhasil menahan emosimu sejauh ini. Sudah tidak ada pembunuhan lagi bukan? Bagaimana perasaanmu?"
"Aku baik-baik saja." Suho tampak berpikir, "Dulu aku selalu diliputi kemarahan, dan kemarahan itulah yang mendesakku untuk membunuh siapapun yang kurasa menggangguku."
Suho menghela napas, "Sekarang tidak lagi....aku tidak merasakan dorongan itu."
"Mungkin karena kau sudah tidak dipenuhi kemarahan."
Mata Suho melembut, "Dengan adanya kau, aku tidak merasa marah lagi. Aku tidak kesepian dan merasa ditolak lagi."
Lelaki itu membuai anaknya lalu menaikkan Areum dan mengecup dahinya lembut, sebuah tindakan kasih sayang pertamanya yang ditunjukkannya kepada anaknya, "Dan dengan adanya Areum sepertinya membuatku menjadi lebih baik."
Joohyun mengelus lengan Suho dengan lembut, "Aku percaya itu Suho."
"Kau tahu aku tidak punya masa kecil. Aku muncul begitu saja di usia Junmyeon yang ke enam tahun, menjadi tameng bagi kesakitannya ketika dipukuli oleh ayah kandung kami sendiri."
Mata Suho tampak terluka, "Aku terlahir karena kesakitan, luka, penolakan, dan kebencian... dan begitulah aku tumbuh..." Lelaki itu menatap Joohyun dengan bersungguh-sungguh.
"Areum, anak kita ini. Aku bersumpah dia akan dibesarkan dengan baik. Tidak ada penolakan, tidak ada kebencian. Dia akan disayangi. Tidak akan ada yang memukulinya."
Suara Suho bergetar, membuat dada Joohyun sesak oleh rasa haru. Mengenali kesakitan itu, ketika Suho berbicara tentang masa kecilnya yang penuh dengan penyiksaan oleh ayah kandungnya sendiri.
Dia mengerti betapa terlukanya Suho di masa lalu, merasakan kesakitan itu, dianiaya oleh ayah kandungnya sendiri. Dan sekarang, melihat kasih sayang Suho kepada anaknya membuatnya tersentuh. Joohyun memeluk lengan Suho dan mengusap air matanya. Menyadari kalau ada air mata yang juga mengalir di mata Suho.
"Kita akan membesarkan anak kita dengan baik Suho. Kita bersama-sama. Aku, kau, dan Junmyeon."
***
Areum berjalan memasuki rumah diantarkan oleh Thomas, dia baru saja pulang dari sekolah. Hari ini adalah hari pertamanya bersekolah di taman kanak-kanak. Dan anak itu terlalu bahagia. Semalam dia bahkan tidak mau tidur karena terlalu bersemangat untuk bisa segera berangkat ke sekolah.
Joohyun baru saja menyelesaikan membuat puding cokelat kesukaan Areum untuk merayakan hari istimewa ini. Dia tersenyum ketika anaknya menyusulnya di dapur dan menghampirinya dengan bersemangat. Joohyun memeluk anaknya dan menggendongnya.
"Bagaimana sekolahmu hari ini?"
Areum tertawa, "Banyak teman." Jawabnya senang, dia tampaknya lebih tertarik pada puding cokelat yang tersaji indah di meja dapur.
"Aku mau itu." gumamnya penuh semangat.
Joohyun mencium dahi anaknya dengan penuh kasih sayang. Areum telah tumbuh menjadi anak yang sehat, kuat, dan bahagia. Dia tumbuh dengan dicintai oleh kedua orangtuanya. Dan dia begitu cantik seperti ibunya.
Darah Yunani mengalir kental di tubuhnya dengan struktur tulangnya yang tinggi dan khas, rambut dengan sulur keemasan seperti ayahnya, dan mata yang dalam dan indah. Tidak diragukan darah Kim yang mengalir di dalam tubuh Areum begitu kental.
"Kau harus mencuci tangan dan kaki lalu berganti pakaian." Joohyun mengecup leher anaknya, tempat aroma khas anaknya, aroma bedak yang bercampur minyak kayu putih berpadu, "Hmmm kau bau asam... ayo cepat ganti pakaianmu."
Areum terkikik geli dengan ciuman ibunya di lehernya. Dia memberontak dan berteriak-teriak sambil tertawa sampai kemudian Joohyun melepaskannya. Anaknya itu langsung melompat dari gendongannya, lincah seperti belut dan berlari-lari ke kamarnya untuk berganti pakaian. Seorang pelayan langsung mengikuti untuk membantunya.
Joohyun tersenyum menatap kepergian anaknya dan melanjutkan menyiramkan saus fla susu ke puding buatannya.
"Sepertinya enak."
Joohyun mendongakkan kepalanya dan mendapati Suho yang sedang berdiri di pintunya. Tadi lelaki itu pergi sebentar untuk urusan bisnis. Dan sepertinya dia sudah kembali hampir bersamaan dengan Areum. Tiba-tiba Joohyun menatap Suho dengan curiga.
"Kau mengikuti Areum ke sekolah barunya ya?"
Mata Suho tampak bersinar penuh rasa bersalah, tetapi pria itu berusaha mengelak, dia memasuki ruangan dan mengangkat bahunya, mencolek saus fla buatan Joohyun dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
"Wah ternyata rasanya seenak bentuknya." gumamnya tenang.
Joohyun mengamati Suho dengan tatapan menuduh.
"Jangan menghindari pertanyaanku, Suho Kim! Kau mengikuti Areum ke sekolah ya?"
Suho mengangkat bahunya, "Aku cuma ingin tahu. Aku pikir aku harus menjaganya jika terjadi sesuatu.. Kau tahu mungkin ada teman-teman sekolah yang mengganggunya.. atau guru-guru yang terlalu galak kepadanya."
"Suho! Areum masuk ke taman kanak-kanak, bukan ke lembaga pemasyarakatan." Joohyun menyela dengan frustrasi, tetapi kemudian merasa geli. "Kau tidak bisa menahan diri untuk mengikutinya ya, apakah kau mencemaskannya, Suho?"
"Sangat." Suho mengakui. "Ini hari pertama sekolahnya dan aku tidak tenang memikirkannya. Ini hari pertama dia berinteraksi dengan teman-temannya, dengan orang luar. Selama ini dia hanya dengan kita dan para pelayan."
Joohyun tersenyum, "Tetapi sepertinya Areum sudah mengatasi semuanya dengan baik. Kau lihat tadi? Dia berlari-lari dengan gembira menghampiriku."
Suho mengangguk, "Sepertinya aku bisa lebih tenang." Lalu tatapannya berubah penuh gairah, "Sayang malam ini giliran Junmyeon."
Pipi Joohyun memerah mendengar kalimat penuh arti itu, dia berusaha memfokuskan diri kepada puding di depannya, saat itulah Areum muncul lagi, sudah berganti pakaian dan tampaknya tidak bisa menahan diri untuk meminta puding cokelat yang sangat menggoda itu.
Mata Areum berbinar ketika melihat ayahnya, "Ayah.. aku baru pulang dari sekolah." Teriaknya dengan bersemangat, khas anak-anak, dan berlari menghampiri Suho.
Suho mengangkat Areum dan menggendongnya, "Ayah tahu. Bagaimana hari pertama sekolahmu? Apakah menyenangkan? Kau ingin berangkat lagi besok?"
"Aku mau." Areum merangkulkan tangan mungilnya di leher Suho, "Ada seorang anak yang berbadan sangat besar di kelasku. Dia sering merebut mainan anak-anak perempuan dan membuat mereka menangis."
"Apakah dia mengganggumu?" Suho langsung bertanya.
Areum menggeleng, "Tidak. Dia tidak menggangguku, mungkin belum."
"Kalau dia mengganggumu, balas dia, jangan takut kepadanya, oke?" Suho bergumam dengan serius. Membuat Joohyun langsung menyenggolnya pelan di rusuk samping. Memberi Suho tatapan peringatan.
Suho tersenyum meminta maaf kepada Joohyun, lalu memandang Areum lagi, "Maksud ayah, kalau dia berbuat keterlaluan, adukan kepada gurumu, biar gurumu yang menyelesaikan masalah. Oke?"
"Oke." Areum menganggukkan kepalanya. Matanya lalu menatap puding cokelat Joohyun yang sudah siap, "Aku mau itu."
"Kau akan mendapatkannya karena kau anak baik."
Suho mengecup ujung hidung Areum lalu menempatkan anaknya di kursi. Joohyun mengiris seiris besar puding cokelat dengan saus fla susu di atasnya dan meletakkannya di piring lalu menempatkannya di depan Areum.
Anak itu berseru girang, lalu langsung melahap puding cokelat itu dengan bahagia, membuat wajah dan tangannya belepotan warna cokelat.
Sementara itu Joohyun dan Suho berdiri bersama, mengamati anak mereka, lalu saling bertukar pandang dalam senyuman.
***
"Dan kemudian ksatria itu berhasil mengalahkan naga jahat dan menyelamatkan sang putri serta kerajaannya." Junmyeon menutup buku ceritanya. Dia sedang duduk di pinggiran ranjang dengan Areum yang setengah mengantuk di sampingnya
"Tidurlah Areum."
Anak itu menguap dan tampaknya sudah tidak mampu menahan kantuknya, "Aku menyayangimu ayah..." bisiknya setengah mengigau.
Junmyeon tersenyum dan mengecup kepala anaknya, "Ayah juga mencintaimu, Areum."
Dengan lembut dirapikannya selimut Areum lalu melangkah ke kamar samping, ke kamarnya dan Joohyun.
Joohyun yang sedang duduk di depan meja rias dan menyisir rambutnya menoleh dan tersenyum kepada Junmyeon, "Areum sudah tidur?"
Junmyeon tertawa, "Setelah tiga buku cerita akhirnya princess kecil itu mengantuk juga."
Joohyun meletakkan sisirnya dan tersenyum, "Dia sudah tidak mau denganku lagi untuk mengantarkannya tidur, dia selalu meminta ayahnya untuk membacakan cerita."
Junmyeon berlutut di depan Joohyun yang sedang duduk, kepala mereka sejajar dan matanya penuh senyum, "Mungkin dia berpikir suara ayahnya lebih cocok untuk membacakan kisah ksatria dan naga daripada suara ibunya yang lembut."
Junmyeon mengecup bibir isterinya, lalu kecupannya berubah menjadi sangat bergairah, "Apakah istriku sudah siap untukku?"
Joohyun membalas ciuman Junmyeon dengan lebih bergairah sebagai jawaban, kedua tangannya melingkari leher Junmyeon, dan ketika ciuman Junmyeon semakin panas, Joohyun menggerakkan jemarinya untuk mengacak rambut lelaki itu.
*Peringatan! Skip kalau ngga siap baca🔞*
Junmyeon membawa Joohyun berdiri sambil masih menciumnya, lelaki itu menurunkan gaun Joohyun begitu saja hingga isterinya telanjang di hadapannya. Jemarinya menelusuri punggung telanjang Joohyun, merapatkan tubuh isterinya dekat kepadanya, menekankan kejantanannya yang telah mengeras ke tubuh isterinya.
"Aku belum pernah bercinta sambil berdiri sebelumnya."
Junmyeon berbisik parau, membawa Joohyun ke arah tembok dan melumat bibirnya, "Kau begitu menggodaku sehingga aku ingin mencobanya."
Junmyeon menurunkan celananya dan mengangkat salah satu kaki Joohyun agar melingkari pingangnya, kedua jemarinya menangkup pantat Joohyun dan sedikit mengangkatnya untuk membantu penyatuan tubuhnya, dengan bergairah dia menyatukan kejantanannya yang keras, memasuki kewanitaan Joohyun.
Joohyun mengerang dan makin melingkarkan tangannya di leher Junmyeon, bergantung kepadanya. Napas Junmyeon terengah dan matanya menyala penuh gairah ketika dia mendorong dirinya masuk semakin dalam dan semakin menyentuh titik-titik sensitif di tubuh Joohyun.
Mereka bertatapan, lalu bibir mereka bersatu lagi penuh gairah.
"Apakah rasanya nikmat?" Junmyeon berbisik pelan di bibir Joohyun, sambil mengecupinya. Membuat Joohyun mengerang dan memberikan jawaban dalam bentuk ciuman-ciuman putus asa.
Dengan bergairah Junmyeon menarik dirinya, lembut, dan ketika sampai di titik itu, dia menekankan dirinya lagi dalam-dalam, tanpa peringatan sehingga Joohyun memekik merasakan getaran nikmat yang luar biasa karena tekanan Junmyeon di tubuhnya. Lelaki itu melakukannya lagi, lagi dan lagi hingga Joohyun memekik, hampir mencapai puncak kepuasannya.
"Tunggu aku sayang." Junmyeon mengecup pucuk hidung Joohyun, napas keduanya terengah-engah dan gerakan mereka semakin cepat, berpacu menuju puncak kenikmatan itu. Dan ketika mereka mencapainya, mereka mengerang bersama dengan kaki Joohyun melingkar kencang di pinggul Junmyeon.
Joohyun masih berdiri, terengah-engah, sepenuhnya dalam topangan tubuh Junmyeon. Lalu lelaki itu mengangkatnya dan membawanya ke atas ranjangnya. Junmyeon membaringkan Joohyun dengan lembut di atas ranjang dan memeluknya, membisikkan kata-kata penuh cinta dan kemesraan kepada isterinya.
Joohyun memejamkan matanya, siap untuk tidur ketika merasakan suaminya mengecupi pundaknya lagi, penuh gairah. Dibukanya matanya dan menatap Suho yang sedang mencumbunya.
Suho mengangkat kepalanya dan tersenyum sensual kepada Joohyun, "Kau selalu membuatku bergairah Joohyun, dan aku tidak bisa menahan diri."
Lelaki itu meremas payudara Joohyun dengan penuh gairah, memainkan putingnya dengan menggoda, "Apakah kau juga bergairah kepadaku?"
Joohyun menganggukkan kepalanya, merasakan lagi gelenyar itu mengaliri tubuhnya, lewat sentuhan Suho di putingnya. Lelaki itu lalu menundukkan kepalanya dan melumat putingnya dengan bergairah, penuh kemesraan. Ketika mengangkat kepalanya, mata Suho tampak berkilat.
"Kau sudah melepas kontrasepsimu?"
Suaranya parau dan sensual. Joohyun menganggukkan kepalanya. Dia mengenakan kontrasepsi, bersepakat untuk tidak memberikan adik dulu kepada Areum karena mereka ingin mencurahkan kasih sayang sepenuhnya kepada Areum di masa kecil putri mereka. Kemarin mereka berpikir bahwa Areum sudah siap mempunyai adik, karena itu Joohyun mengunjungi dokter untuk melepaskan kontrasepsinya.
"Aku ingin anak laki-laki kali ini." Suho menatap Joohyun dan kemudian mengecup bibirnya.
Joohyun tertawa dan memukul lengan Suho sambil lalu, "Suho, punya anak itu bukan seperti memesan makanan cepat saji yang tinggal mengatakan kau menginginkan menu A, B, C dan kau langsung menerimanya di tanganmu."
Suho tersenyum lucu, "Sepertinya aku bisa menerima yang manapun, laki-laki ataupun perempuan." Jemarinya mengelus lembut perut Joohyun, "Asalkan anak itu dilahirkan darimu."
Joohyun tersenyum dan membiarkan Suho mencumbunya, menggodanya, jemari Suho bergerak di kewanitaannya dan mencumbu titik sensitif itu. Lelaki itu menempatkan dirinya yang bergairah di sela paha Joohyun yang sudah terbuka dan kemudian menyatukan dirinya sampai tenggelam dalam-dalam di tubuh Joohyun.
Suho mencium Joohyun sambil menggerakkan tubuhnya penuh gairah, membawa Joohyun ke dalam puncak kenikmatan.
"Kau selalu membuatku tergila-gila Joohyun..." Suho berbisik di sela napasnya yang tersengal, tubuhnya bergerak dengan liar, membawa tubuh Joohyun bersamanya. Dan ketika puncak itu datang kembali, dia menekankan dirinya dalam-dalam dan meledakkan benihnya, jauh di kedalaman tubuh Joohyun.
Mereka berbaring bersama dan terengah-engah dalam kenikmatan, Suho lalu berguling dan membawa tubuh Joohyun ke dalam pelukannya.
"Apakah kau bahagia? Bersama kami berdua?"
Joohyun menatap Suho dan menganggukkan kepalanya, matanya terasa panas oleh luapan perasaannya, Suho langsung mengecup sudut mata Joohyun dan memeluk Joohyun erat-erat.
"Terima kasih, Joohyun."
Joohyun menenggelamkan kepalanya di dada Suho, dia bahagia. Sungguh-sungguh bahagia.
Pernikahannya dengan Kim Junmyeon memang bukan pernikahan biasa. Ada Suho di dalamnya, semula begitu menakutkan, tetapi ternyata lelaki itu hanyalah menunggu untuk dicintai. Dan Joohyun bisa merengkuh keduanya. Mencintai keduanya.
Junmyeon dan Suho adalah satu kesatuan, dua sisi yang bertolak belakang tetapi mereka adalah satu. Joohyun mencintai Junmyeon yang penuh kasih sayang, tetapi juga mencintai Suho yang selalu berterus terang dan menyayangi anak mereka. Joohyun bisa menerima dua sisi yang bertolak belakang itu. Dia mencintai Junmyeon dan Suho dengan sama besarnya.
Kehidupan memang tidak dapat diduga. Ingatan Joohyun menerawang, dia telah kehilangan keluarganya di masa lalu. Tetapi dia belajar memaafkan, menerima bahwa segala sesuatu memang seharusnya terjadi, dan kemudian berjalan lagi. Melangkah ke depan.
Mereka adalah satu keluarga yang bahagia, Joohyun, Junmyeon, Suho, Areum dan calon adik Areum yang sedang mereka usahakan. Dilingkarkannya lengannya ke tubuh suaminya yang sedang memeluknya, dibisikkannya kata-kata indah itu.
"Aku mencintaimu suamiku."
"Aku juga sayang." Suaminya membalas dengan lembut dan semakin erat memeluknya
Suara pernyataan cinta mereka berpadu dalam kegelapan malam. Membawa berita kebahagiaan bahwa cinta sejati adalah cinta yang bisa berkompromi dan saling memaafkan satu sama lain.
***
"Areum, kau sudah menyelesaikan PRmu?" Junmyeon menengok ke anak perempuannya yang sedang tengkurap di karpet dan mewarnai gambar-gambar yang bertebaran di lantai
Areum langsung terduduk dan tersenyum kepada ayahnya, mengambil kertas yang sudah disimpan rapi di sudut, di bawah tumpukan crayonnya, "Sudah ayah."
Junmyeon melihat gambar yang diwarnai dengan rapi itu dan tersenyum, lalu ikut duduk di lantai dan menyelonjorkan kakinya sambil mengusap kepala Areum. "Anak pintar. Tahukah kau, ayah sangat menyayangimu?"
Areum tersenyum lebar, "Tahu. Ayah dan papaku yang satu lagi sangat menyayangiku."
Junmyeon membeku. Kaget. Selama ini dia dan Suho berbagi peran sebagai ayah yang baik. Tidak pernah sama sekali mereka menunjukkan bahwa mereka pribadi yang berbeda di depan Areum. Tetapi apa kata anaknya tadi? Bahwa dia dan papanya yang satu lagi menyayanginya?
"Papamu yang satu lagi?" Junmyeon mencoba bertanya untuk memastikan.
Areum tersenyum, lalu sibuk kembali mewarnai gambarnya, tidak melihat betapa kagetnya wajah Junmyeon.
"Iya. Kemarin siang aku sedang belajar berenang dengan ayah. Tapi aku tahu itu bukan ayah....."
Areum melirik ayahnya, "Jadi aku bertanya siapa dia, kenapa dia sama seperti ayah."
"Lalu?" Junmyeon menelan ludahnya. Areum menyadari perbedaan dirinya dan Suho?
Areum tersenyum dan melanjutkan.
"Dia sangat terkejut ketika aku bertanya siapa dia, tetapi lalu dia memelukku. Katanya aku boleh memanggilnya papa Suho dan dia sangat menyayangiku."
.
.
END 🐰
Aku cuma mau kasih tau, meskipun di ff ini mengandung sisi dewasa, ambil nilai positifnya aja ya❤️
Jadi apa sisi positif yang kalian dapet dari ff ini?
Sorry bgt kalo ngaret🙏 harusnya kemarin aku up, tapi keinget sama realita, tugas numpuk 😅
Oke, berakhir bahagia ya guys! Sesuai harapan kalian kan ya..
Terimakasih untuk antusiasnya atas ff ini, untuk readers yang ngga pernah siders, untuk komen komennya yang jadi semangat buatku, terimakasih banyakk! 😚
Terutama untuk kak Santhy Agatha, terimakasih udah bikin cerita yang sangat masuk dengan karakter sureneku 😊😊
Untuk yang masih mau ngebucin surene, yuk cek work di profilku ;)
Keep vote and comment yaa^^
Oke, kkeut!