Kyungsoo menatap horror genggaman Brian di lengannya. Ingin segera melepaskan diri, tetapi tak semudah itu Brian biarkan.
“lepas nggak?!”
“nggak!”
“apa sih mau loe, ha!”
“kata keempat dari kalimat tanya yang abis loe sebutin. ”
Pipi Kyungsoo sempat bersemu, tetapi dengan sangat sadar ia kembali memasang wajah galak. “lepas!” sambil memukul-mukul lengan Brian dengan tangannya yang menganggur.
“nggak!”
“batu!”
“sama.”
Brian terkekeh kecil mendapati kembang kempis hidung Kyungsoo. nampak gadisnya benar-benar marah.
“iya deh kamu boleh nebeng dokter Daniel, tapi hatinya buat aku aja, ya?”
Sesaat Brian melepas genggaman, Kyungsoo langsung saja mengusapkan lengan dengan rok. Membuat laki-laki itu tergelak. Segitu jijiknya? Padahal mereka pernah lebih dari ini. “gitu amat by?”
Kyungsoo tidak menjawab kali ini, ia masih sibuk membersihkan bekas genggaman Brian. “kenapa nggak jawab? Kali ini panggilannya buat kamu kok.”
Gengsi berlebihan membuat Kyungsoo memilih memalingkan muka. Gadis itu menatap wajah Daniel yang tertekuk. Pria bergigi kelinci itu kembali duduk dibangku kemudi setelah lelah membujuk.
Kyungsoo.
“dokter, saya bareng, ya?”
“sip. Masuk gih.”
Kali ini tidak ragu lagi. Kyungsoo segera memasuki bangku sebelah Daniel dan segera menutup pintu, tetapi sebelum mobil melenggang kacanya diketuk tiga kali.
Awalnya Kyungsoo tak ingin menghiraukan, tetapi Brian terus saja mengetuk. Sampai gadis itu benar-benar jengah dan membuka kaca dengan berat hati.
“apa sih!”
Senyuman Brian terulas kalem. Ia membungkuk, menyamakan tinggi dengan Kyungsoo. dalam keadaan kehujanan.
“aku biarin kamu pulang sama dokter Daniel bukan berarti aku nyerah, ya? Aku cuma nggak pengen kamu sakit gara-gara keujanan.”
Kyungsoo mendecak pelan. “nggak usah sok perhatian.”
“nggak sok, kok. Buktinya memang aku yang paling sayang sama kamu setelah Tuhan, Papa dan Mamamu.”
Suara Brian nyaris membuat hati Kyungsoo bergetar, tetapi dia memilih menatap lurus ke depan ketimbang berserobok dengan kornea cokelat yang pernah menjadi hal favorit dalam hidup.
“Kyung liat sini dong?”
“nggak!”
“kamu nggak akan nyesel. Aku janji.”
Rahang Kyungsoo nyaris jatuh saat merasakan sebuah benda lembut dan basah menempel pada bibirnya. disusul cengiran lebar dari pelaku tindak pencurian. “bye-bye jodohmu mau pulang dulu.”
Kyungsoo shock, sampai tak sadar laki-laki di sampingnya memukul setir.
Namun kesadarannya kembali beberapa detik. Gadis itu menyumpah serapahi Byun Brian dan ciumannya yang terasa masih membekas, kemudian ia menoleh pada Daniel.
“nunggu apa lagi dokter?”
“nunggu kembang kaktus mekar.”
“loh?”
-0-
Anak laki-laki itu memetik senar gitar di jam 07.00 malam di dalam kamar. Tak peduli seberapa banyak sang kakak berteriak protes.
“haduh! Loe setres apa gimana sih? Udah tau main gitarnya asal-asalan masih aja di terusin! Neh, kuceng oren gue sakit gigi nih. Nggak kasian loe?!”
Respons Brian kerlingan malas. Ia melirik Kris yang hanya mengenakan boxer sedang menggendong kucing orange besar. Yang nampak lemas.
“sakitan mana? Sakit hati atau sakit gigi?”
Dahi Kris mengerut. Ia nampak berpikir. “kalau boleh jujur sih sakit gigi. Orang-orang yang ngomong enakan sakit gigi mah. Nggak pernah ngerasain rasanya sakit gigi, jadi ngasal nyimpulin.”
Jawaban Kris telak membuat Brian kecewa. Padahal hati Brian rasanya kini tercabik perih melihat Kyungsoo dan Daniel satu mobil. “keluar loe, Kris!”
“loh kok ngamuknya ke gue?!”
“gue enek liat kolor loe yang bulukkan!”
“eh mulut minta diolesin sianida keknya.”
Kekesalan Brian bertambah, ia melempar akrilik gambar anjing di meja ke arah Kris, tetapi karena Kris menghindar benda berbahan dasar kaca itu hancur menghantam lantai.
“loh lo pecah, ‘kan!” tak ingin jadi pihak yang di salahkan, Kris segera kabur dari kamar adiknya.
-0-
Kyungsoo berguling beberapa kali diatas kasur. Pikirannya berkelana kemana-mana. Hati Kyungsoo tentu masih kesal. Kebohongan Brian sangat membuat Kyungsoo kecewa.
Namun, ada sesuatu yang masih mengganjal sampai detik ini. perasaan yang entah apa namanya, tapi Kyungsoo masih sering teringat Brian meski ia mendikte perasaannya sendiri.
Kalau boleh jujur, Kyungsoo belum sekalipun menghapus kenangannya bersama Brian. Jemarinya tergerak menyentuh layar ponsel, menelusuri isi galeri yang penuh foto mereka. Mata bulat itu kian berkaca saat segala hal berputar begitu saja.
“pembohong! Aku benci sama kamu!” diakhiri dengan dirinya yang tengkurap, menumpahkan segalanya di atas bantal kesayangan dan barang itu, pemberian Brian.
Sebenarnya, masih banyak lagi pemberian Brian. Seperti bola basket, baju pantai dan lai-lain. Dan semuanya tersimpan rapi di dalam lemari Kyungsoo.
-0-
Setelah dua minggu menjalani skorsing akhirnya Guanlin dapat kembali kemassa sekolah seperti biasa. oh jangan lupakan, satu gigi palsu yang terpasang akibat ulah Brian waktu itu, tetapi walaupun seperti itu Guanlin tetap menyukai Brian sepenuh hati. Hari ini juga, ia akan kembali memerjuangkan cintanya.
Mata Guanlin terasa segar saat motor sport merk ducati itu terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri.
“Bri.” Yang dipanggil menoleh sebentar, menyungging sebuah seringai penuh arti.
“woy Lin.”
Hati Guanlin membuncah. Ia menghampiri Brian yang baru saja melepas helm. Guanlin sempat terkejut karena mendapati Brian mengenakan celana sekolah. Padahal biasanya Brian menggunakan celana jeans saat mengendarai motor.
“Bri kamu pakek celana?”
“iya.”
Mereka berjalan beriringan dengan salah satu yang mati-matian menahan degupan jantung. Guanlin keheranan saat Brian berjalan ke arah kamar mandi laki-laki.
“loh Bri itu, ‘kan kamar mandi laki-laki!”
“trus?”
Brian terkekeh pada Guanlin dan membuka satu bilik yang tidak terkunci. “woy! Woy! Liat dong ada orang nih!”
Brian mengangkat bahu acuh dan tetap memasuki bilik kamar mandi. menjadikan Guanlin terkejut setengah mati.
“punya loe item bener, Kai?”
Kai mendengus kesal. Setelah menuntaskan hasrat buang air kecilnya ia segera menarik ke atas resleting celana.
“bodo!”
Brian kembali terkekeh. Ia menyentuh resleting celananya dan menoleh ke belakang. “sini deh Guan. Gue kasih tahu sesuatu.”
-0-
“WHAT THE FUC*”
Entah ini sudah kali keberapa Guanlin memuntahkan seluruh isi perutnya. Kepalanya pusing bukan main, perutnya terus terasa mual.
Hingga ia dengar tawa dari arah samping.
“gimana, Guan? Sama nggak sama punya loe?”
“sialan ya, loe! Dasar cewek jadi-jadian!”
Brian menukikkan sebelah alis. “loh bukan salah gue dong? Sasaran gue, ‘kan Kyungsoo ngapain loe ngikut?”
“anj*ng emang.”
Guanlin memukulkan kepala pada dinding kamar mandi saking frustrasinya. Sebelum meninggalkan kamar mandi, Brian sempat mengatakan sesuatu yang memicu Guanlin untuk muntah kembali.
“enak nggak nyium bibir cewek jadi-jadian?”
“HWEKKKK”
-0-
Brian tersenyum lebar mendapati yang selalu disayang duduk sendirian di bangku kelas. Melamun. Brian tahu, semua hal itu merupakan karenanya.
“eh maaf bisa minta tolong nggak?”
Gadis berkaca mata yang duduk di bangku depan kelas menunjuk dirinya sendiri setelah Brian menghampiri.
“iya kamu.”
Brian menyerahkan bungkusan nasi goreng dan jus jeruk pada teman sekelas Kyungsoo itu.
“tolong kamu kasihin Kyungsoo, ya? Bisa?”
Gadis itu mengangguk, jantungnya berdebar. Ternyata Byun Brian setampan ini kalau dilihat dari jarak dekat.
“makasih.”
Brian mengintip dari balik tembok. Gadis itu menyerahkan bungkusan yang diberi Brian pada Kyungsoo.
“Yuna, kenapa?”
Yuna tersenyum, menunjuk makanan di atas meja yang baru saja ia letakkan. “dari Brian untuk Kyungsoo.”
Laki-laki itu langsung meringsut kala Kyungsoo menoleh ke arah pintu. karena tidak mungkin menolak.
Apalagi marah-marah di depan Yuna. Akhirnya Kyungsoo menerima dan berterimakasih banyak pada temannya itu.
“makasih, ya Yuna?”
“sama-sama. ayo dimakan.”
Tiba-tiba Yuna duduk di bangku yang tepat di depan bangku Kyungsoo.
gadis itu ingin melihat Kyungsoo makan bingkisan nasi goreng Brian. Dengan ragu Kyungsoo membuka bingkisan itu lalu memakannya.
Suapan pertama, mata berkaca. Dan saat kunyahan melewati tenggorokan, Kyungsoo tidak mampu lagi membendung air mata.
TBC