Cindy duduk termenung di kamarnya seorang diri. Ia tidak tau bagaimana harus bersikap pada Jinan nantinya. Apa pertanyaannya itu membuat Jinan benar-benar terluka?
"Harusnya aku gak nanyain itu." lirih Cindy.
Cindy terkejut karena tiba-tiba saja hujan deras mulai turun. Cindy merasakan jantungnya berdetak dengan cepat. Meski belum lama mengenal Jinan, tapi Cindy bisa mengerti arti di balik hujan di malam ini.
Cindy berdiri dan melihat ke luar dari jendela kamarnya.
"Jinan.."
Cindy keluar dari kamarnya untuk mencari Jinan, namun ia tidak menemukannya dimanapun. Rasa khawatir itu mulai muncul dan membuatnya resah.
Cindy mengambil payung yang tersedia di samping pintu depan dan bergegas mencari Jinan.
Sejujurnya Cindy pun tidak tau harus mencari Jinan kemana, ia hanya mengikuti langkah kaki pergi membawanya.
Ditengah perjalanannya, Cindy dijegat oleh tiga orang pria asing yang sedang mabuk. Merasa tidak aman, Cindy segera berbalik. Namun sialnya, dua pria sudah menghadangnya lebih dulu.
"Jinan, tolong aku" batin Cindy.
Cindy menepis tangan pria yang ingin menyentuhnya, dan itu membuat pria itu marah padanya. Cindy memejamkan matanya ketika salah satu pria itu ingin menamparnya.
"AAARRGGH!! Siapa kau?!"
Cindy membuka matanya dan melihat Jinan yang sedang mencekik leher pria yang tadi ingin menamparnya.
"Aku suami dari wanita yang kalian ganggu."
Cindy langsung menahan tangan Jinan saat melihatnya semakin menguatkan cengkramannya, Jinan mungkin bisa saja membunuh pria itu. Apalagi melihat dua pria lainnya sudah tidak sadarkan diri. Entah apa yang Jinan lakukan pada mereka.
Cindy memejamkan matanya ketika terdengar suara petir terdengar memekakan telinga.
"Ji, udah. Aku takut" Lirih Cindy.
Perlahan Jinan melonggarkan cekikannya dan melepaskannya. Jika bukan karena Cindy, ia bisa saja mematahkan leher pria itu.
"Pergi, kalau masih ingin hidup."
Jinan menatap dingin pada pria yang masih kesulitan bernafas itu. Setelahnya, pria itu lari meninggalkan kedua temannya yang masih belum sadarkan diri.
"Kenapa kamu keluar sendiri?" Cindy menunduk tidak berani menatap Jinan.
"Aku takut kamu kenapa-kenapa. Kamu sedih kenapa? apa karena pertanyaan aku tadi? Kalau iya, aku minta maaf, Ji."
Jinan langsung menarik Cindy ke dalam pelukannya.
"Jangan nangis, ini bukan salah kamu. Aku juga gak sedih, cuacanya memang lagi gak bagus."
"Aku gak ada maksud nyakitin kamu dengan pertanyaan aku. Aku cuma mau mastiin kalau kamu.."
"Aku baik-baik aja, karena ada kamu. Jangan pikirin apa yang bakal terjadi nantinya, cukup nikmati yang sekarang." Jinan merenggangkan pelukannya agar bisa menatap wajah Cindy.
"Aku gak perduli waktu kita akan banyak atau singkat nantinya, yang jelas aku mau menikmatinya dengan baik." Jinan tersenyum, kedua tangannya menangkup pipi Cindy lalu mengecup keningnya.
"Sesingkat apapun waktu kita nanti, aku yakin kita akan tetap bahagia. Karena kita tau cara menikmati waktu bersama. Jangan pikirin tentang hal ini lagi." Cindy mengangguk.
Jinan memeluk Cindy sekali lagi sebelum ia beralih menggenggam tangan Cindy.
"Maaf udah buat kamu kehujanan." Ucap Jinan.
"Gak apa-apa, kan aku kehujanannya gak sendiri."
Cindy tersenyum manis, membuat hati Jinan menghangat. Perlahan hujan mulai berhenti.
"Kamu seberharga itu." Ucap Jinan, melihat Cindy yang berhenti dan menatap ke langit malam.
"Aku berasa lagi ngendaliin cuaca deh." Cindy tertawa kecil lalu melanjutkan kembali langkahnya.
"Kamu bukan cuma ngendaliin cuaca, tapi juga dunia aku."
~~~
Setiba di rumah, Jinan dikejutkan oleh serangan tiba-tiba dari arah ruang tengah ketika ia dan Cindy melewatinya.
"Eve?" Cindy melihat Eve yang sedang bersembunyi dibalik sofa.
"Pakboss darimana?"
"Kamu dapat mainan itu darimana?" Tanya Jinan.
"Ini? Aku minta beliin sama yang jaga di depan sana." Ucap Eve menunjukkan tembakan mainan baru miliknya.
"Oke, jangan ngalihin pembicaraan. Pakboss darimana? Makboss itu khawatir, dan sekarang kehujanan."
Eve kembali menodongkan senjatanya pada Jinan.
Jinan mengangkat kedua tangannya, menyerah pada Eve.
Anak angkatnya itu masih sama seperti beberapa ratus tahun lalu, masih menjaga Cindy dengan sangat baik.
"Aku cuma keluar sebentar buat berdoa."
Eve berjalan mendekati Jinan dan Cindy. Tangan kanannya memegang tembakan mainan, dan tangan kirinya menggenggam peluru dari tembakannya.
"Makboss abis nangis? Diapain sama Pakboss?"
"Pakboss nya gak ngapa-ngapain kok, Eve. Ini cuma.."
"Tetott! Pelanggaran! Ketahuan banget mau bohong, emangnya aku gak tau apa bedanya orang habis nangis sama gak. Makboss salah kalau mau bohong sama badgirl berkelas kayak aku. Aku tidak sepolos itu esmeralda." Eve beralih pada Jinan yang terlihat menahan tawanya.
"Wahai alfonso, sepupunya alfamart. Karena diri ini sudah lelah dan mengantuk. Sidang ini di tunda sampai besok. Malam ini aku mau tidur sama Makboss, Pakboss gak boleh ganggu, apalagi berniat untuk ikut gabung. Sekarang aku udah punya senjata, selamat bobo ganteng ya Pakboss, aku sama Makboss mau bobo gemes dulu." Eve langsung menarik tangan Cindy untuk ikut dengannya.
Jinan tertawa kecil melihat tingkah Eve. Ia jadi teringat masa lalu, gadis itu pernah memukulnya karena ia telah membuat Cindy menangis setelah mengetahui ia adalah seorang Raja.
😌I'm Back 😎
Gimana?
Updatenya pendek ya? Iya, tau. Kadang kesel sendiri kalau nulis nanggung trus ketahan lama di draf.. Kepikiran gitu jadinya.. 😖😟
Makasih untuk dirimu yang setia menemani menyelesaikan part ini..😄😊
Semoga masih ada feelnya ya..😅
Hope you like it..
See Ya 🙋
Salam Team CiNan