LUCK AND WIN [✓]

By Mommypappy

22.2K 3.6K 2.8K

Damai dan indahnya kehidupan Kun tiba-tiba hancur, karena sang kakak yakni Taeyong yang bersikeras mengungkap... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
40
41
42
43
44
45
🖤
46
47
Mommy kena tag
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92

39

224 42 29
By Mommypappy

Setengah dari perjalanan telah Kun habiskan untuk mencapai hutan Pinus yang di inginkan.

Sengaja mengambil jalan memutar, untuk memperlambat waktunya sampai, supaya ia bisa lebih lama menikmati waktu sendirinya, agar Johnny tidak bisa menemukan jejaknya dengan mudah.

Ia memutari hutan lalu berbelok menuju satu jalur kecil, untuk memasuki hutan Pinus.

Melirik pada arah di belakang, atap tinggi rumahnya sudah tidak terlihat lagi. Sempurna tertutup tingginya pepohonan, juga jarak yang kian menjauh.

Ratusan pohon pinus yang mengelilinginya, memberinya fantasi seolah tengah menyembunyikannya dari orang-orang pemburu ego itu.

Kun tak lagi memacu Regal untuk lebih cepat, mempersilahkan kuda putih itu untuk berjalan santai sesuai keinginannya.

Dari semua yang ia lihat, tak ada hal lain selain jajaran pohon Pinus yang saling bersaing menghalangi sinar matahari untuk masuk menghangatkan hutan.

Pikirannya melayang.

Ia sungguh menyedihkan. Berkuda sendirian, menembus hutan karena masalah sepele sekelas patah hati. Ia bahkan tidak ingat untuk menggunakan mantel ataupun baju hangat lainnya untuk melindungi tubuh.

Otak tertekannya tak menyadari bahwa cuaca sedang dalam fase terburuknya. Hujan bisa saja turun tiba-tiba. Bahkan tadi pun, gerimis sudah turun untuk memperingatkan.

Tapi Kun tetaplah Kun. Yang sedang berada pada titik terlemahnya.

Hingga lagi-lagi kekalutan berhasil menariknya kedalam dari situasi sulit yang lain; Dimana dirinya terkejut, kala menyadari bahwa hamparan padang gandum bukanlah tujuan perjalanannya.

Kun menarik tali kendali Regal. Mengisyaratkannya untuk berhenti berjalan sejenak, demi menyadari situasi yang terjadi.

Memutar otak dan memori ingatannya tentang si hutan pinus, seingat Kun batas terakhir kawasan hutan adalah sebuah gubuk petani tempat biasanya para putera Eliezer beristirahat sehabis berkuda.

Dan rasanya, selama perjalanan tadi, ia tidak melewati ataupun melihat gubuk tua yang di ceritakan itu.

Mungkinkah ia melewatinya karena tadi ia mengambil jalan memutar?

Jika memang begitu. Tolong izinkan ia untuk menangis sekarang juga.

Karena bagaimanapun ia ingin mencari tempat untuk menyendiri, Kun tidak pernah berniat ataupun merencanakan tersesat bersama seekor kuda dengan awan mendung yang siap mengguyurkan hujan kapanpun.

Lupakan fakta soal langit yang mulai menggelap karena faktor senja juga cuaca. Kun lebih menajamkan penglihatannya pada padang gandum tak berujung yang terlihat asing ini.

Demi Tuhan. Kun panik bukan main.

Sambil terus berusaha mengendalikan Regal agar tidak berlari lagi, ia terus memandang hamparan gandum yang mengelilinginya tanpa ada hal lain. Kecuali satu titik kecil berwarna hitam yang terlihat samar dan berkunang-kunang di matanya yang minus. Yang kadang menghilang lagi, karena terhalang tetes hujan juga silauan senja.

Shit!

Untuk pertama kalinya, ia mengumpat.

Karena demi Tuhan—lagi—ia tidak pernah mengalami kesialan bertubi semacam ini seumur hidupnya.

Bersama tetes hujan yang kian deras, ia kembali mengingat kenangan yang terasa segar dalam hatinya. Tentang bahagia hidupnya dahulu, dengan gelimang harta juga kasih sayang yang tumpah ruah, ia nyaris merasa bagai hidup dalam dunia mimpi.

Dan kini. Mimpi itu telah berakhir. Dan ia di paksa bangun dari tidur lelapnya.

Hidup memang semengejutkan itu. Sampai rasanya ia ingin berlari dan menjauh mencari kebahagiaan lain, meskipun itu cuma mimpi bualan.

Secara pasti langit mulai menunjukkan sisi gelapnya. Dengan hujan deras, Kun berusaha mencari jalan pulang.

Target pertamanya adalah hutan pinus tadi, karena hanya dengan cara itulah ia bisa kembali ke rumahnya.

Tapi.

Walaupun ia telah memacu Regal untuk berlari sejauh ratusan meter, ia tetap tidak bisa menemukan jalan kembali ke hutan. Yang ia temui hanya hamparan gandum yang berselimut kegelapan.

Ketakutan mulai merayapi hatinya.

Kesunyian alam, di tengah gemuruh hujan bukanlah hal menyenangkan untuk ukuran orang sepertinya.

Regal sudah tidak mau bergerak. Kun sadar kudanya pasti lelah, setelah seharian penuh ia ajak berkeliaran dan berakhir tersesat di tengah hujan tanpa perbekalan makanan sedikitpun.

Ini salahnya. Andai saja, ia tidak melamun memikirkan kemalangan diri, mungkin ia bisa menyadari tempat gubuk itu berada, beristirahat sebentar, lalu pulang dengan selamat tanpa ketahuan oleh Johnny, Doyoung, atau Jaemin.

Kalau sudah begini, dapat di pastikan Johnny akan segera menggerakkan semua orang suruhannya untuk menyusuri hutan. Itu jika Johnny tidak sibuk mengurusi rencana pernikahan Ten, sampai bisa menyadari ketidakberadaannya.

Menghela nafas lelah. Kun seketika terpikir; Sudah berapa kali dalam sebulan ini, aku mengacaukan kehidupan mereka?

Beruntung, kalau paman Andrew  tidak mengetahuinya. Jika tidak, mungkin ia akan segera di usir tanpa memikirkan belas kasihan.

                           ***

Kun mengela nafas lagi, lelah pada hati dan fisik mulai dirasanya.

Masih di tengah hujan, ia kemudian turun dari punggung Regal untuk memperhatikan sekeliling.

Kun memicingkan mata. Kalau di perhatikan, padang gandum di dekatnya kini terlihat terlantar, di banding yang sebelumnya.

Sambil menuntun Regal, ia berjalan pelan menyusuri jalan kerikil yang sedikit licin. Dengan hati-hati ia melangkah, menelusuri kegelapan berharap ada keajaiban yang datang menawarinya pertolongan.

Tapi.

Alih-alih mendapati sebuah kendaraan yang melewat, atau seorang penduduk yang menyapanya, Kun malah mendengar suara meringkik yang lumayan kencang dari arah yang tidak jauh.

Terasa sangat dekat. Dan itu membuatnya ketakutan.

Nyaris saja ia naik dengan tiba-tiba ke punggung Regal, jika saja matanya tidak menangkap bayangan seekor kuda yang sedang merumput, sekitar tiga meter dari tempatnya berdiri.

Kun mematung. Rasa takut, penasaran, juga tegang bergejolak dalam batinnya.

Menelan ludahnya dengan susah payah. Kun memberanikan diri menghampiri kuda tersebut bersama Regal yang tali kendalinya ia pegang dengan erat.

Saat jaraknya semakin dekat, aroma segar rerumputan langsung memenuhi penciumannya. Memberanikan diri untuk membungkuk, Kun menyentuh rumput di bawah kakinya. Memastikan bahwa itu adalah padang rumput, bukan lumpur hidup ataupun lubang jebakan yang di tutupi jerami.

Silahkan jika ingin menyebutnya berlebihan, panakut, ataupun sok kaya.

Karena demi Tuhan. Mata minusnya ini sungguh menyiksa.

Setelah tangannya merasakan dengan yakin bahwa yang di sentuhnya adalah rumput, barulah Kun bisa bernafas lega.

Satu perubahan yang cukup baik, karena sekarang ia telah berada di padang rumput antah berantah, bersama Regal, juga seekor kuda tanpa pemilik, tersesat bersama di padang rumput.

Kun mengambil satu langkah maju. Dengan perlahan mendekati si kuda. Regal ia biarkan mencari rumput yang diinginkannya. Tak perlu merasa khawatir, karena kudanya takkan lari ke sembarang tempat tanpa dirinya.

Setelah lebih dekat, Kun terkagum. Saat menyadari, ternyata kuda asing ini memiliki warna hitam pekat sempurna yang sangat indah. Dalam gelap pun, Kun masih bisa melihat kilau bulunya di bawah biasan hujan.

Ia tersenyum. Senang. Seolah baru saja mendapat teman baru.

Dilihatnya Regal yang sedang asik menikmati makan malamnya, Kun terpukau saat menyadari kuda gagah ini terlihat kontras dengan Regal-nya.

Kuda hitam yang gagah. Bersama seekor kuda putih yang cantik.

Tidakkah ini termasuk suatu kebetulan yang menakjubkan?

Kun tersenyum memikirkannya.

Tapi sedetik kemudian, ia berucap sedih, "betapa malangnya kau tersesat sendirian. Andai saja aku lebih berani dan cepat, mungkin aku bisa menemanimu bersama Regal lebih awal. Pasti pemilikmu khawatir sekali... Dia pasti sedang mencarimu. Kau beruntung, karena aku tak memiliki harapan lagi akan ada seseorang yang mau repot-repot menembus hutan demi mencariku."

Guratan bahagia yang tadi sempat menghampiri, seketika menguap bersama angin.

Saat ia kembali teringat pada masalah yang sedang merundungnya.

Kun mengusap bulu kuda hitam itu dengan sayang. Samasekali tak membedakan perlakuannya pada Regal. Dan seolah turut memahami, kuda hitam itu kembali meringkik seakan tengah menjawab perkataan Kun dengan caranya.

"Kau tahu, aku juga tersesat sama sepertimu. Bedanya, aku begini karena kebodohanku sendiri," Kun tertawa hambar setelahnya.

Tanpa ragu, secara naluriah air matanya kembali menetes. Bersatu dengan tetes air hujan. "Aku patah hati... Tunanganku, bersanding dengan orang lain. Parahnya lagi, aku juga kehilangan orang-orang yang ku kira adalah keluarga kandungku."

Dalam tangis yang di sembunyikan hujan Kun kembali melanjutkan, "mereka mendebatkan kedudukanku, ada yang ingin mempertahankanku, tapi di lain pihak justru aku hampir di enyahkan."

Isakannya mulai terdengar jelas. Penuh penderitaan. "Aku harus bagaimana? Aku tidak mau kehilangan, tapi aku tak lagi berhak memiliki semuanya. Aku tidak pantas. Aku cuma orang rendahan yang ikut menumpang."

"Taeyong menatapku dengan sengit," Kun tersenyum sambil membayangkan gambaran tatapan dingin Taeyong yang belakangan ini menghantuinya.

"Kau tahu, huh? Adik mereka yang sebenarnya sudah datang. Namanya, Ten. Dan dia... Dia... Jauh lebih mengagumkan daripada aku." Suara hujan menyamarkan tangisan pilunya, "dia sangat percis dengan Johnny, Taeyong, juga Doyoung. Mereka begitu mirip. Ten punya kharisma khas Eliezer. Padahal aku begitu menginginkannya. Tapi aku tak pernah memilikinya. Dan takkan pernah bisa."

Tubuhnya bergetar, entah karena dingin atau karena tangisannya. "Aku tidak punya siapa-siapa lagi. Aku harus bagaimana? Kenapa Tuhan sangat kejam padaku? Apa aku punya dosa di masa lalu, sampai menyebabkan Tuhan murka? Kenapa Tuhan mengambil semua yang aku miliki?"

Merasa tak kuat.

Kun tak mampu lagi berdiri. Ia menangis sekencang-kencangnya. Semua sesak dalam dadanya, ia tumpahkan kembali. Di tengah hujan di padang rumput, ia mencurahkan segala isi hati serta kekecewaannya.

Tubuhnya ikut bergetar, lantaran tak mampu menahan tangis.

Kakinya seperti kehilangan tenaga. Yang tak mampu walau hanya untuk menopang berat tubuhnya.

Di tempat antah berantah ini. Kun mengakui kekalahan pertamanya.

Di tempat ini pula, ia bisa melepaskan semua rasa ragunya untuk mengungkapkan isi hati.

Kun tak lagi peduli dengan tatap pandang penilaian orang terhadapnya.

Kun hanya ingin menangis.

Bersama hujan, ia berduka menyakitkan.

Membungkuk. Merendahkan dirinya yang tak lagi berharga di mata dunia.






















Mayem-mayem update dari mommy spesial mayem Jum'at (~ ̄³ ̄)~

Supaya gak horor-horor amat hidup kalian kids  ʕ ꈍᴥꈍʔ

Daripada gabut kan ya? Nungguin chat dari doi yang baru centang biru, mending baca cerita mommy terus kasih vote sama komen.

Berkah deh hidup lu pada.

Iye kan???

Hehe ( ꈍᴗꈍ)




Continue Reading

You'll Also Like

127K 12K 20
[COMPLETED] Terkadang, apa yang kau butuhkan sudah ada di depan mata. Terkadang, apa yang kau inginkan sudah tersedia untuk kau raih. Terkadang, oran...
212K 9.4K 33
Aelin tidak menyangka kalau sang ibu menikah lagi dengan seorang duda, ayah Aelin meninggal dunia sekitar 3 tahun yang lalu karena serangan jantung...
49.1K 4.8K 14
kai yang merasa aneh dengan anak baru di sekolahnya. "sebenarnya dia itu apa?"-kai [Topkai]
302K 26.9K 74
FIKSI